Sukarno datang ke Bayah, Banten sebagai romusha. Topinya tertulis nomor 970. Romusha bernama Sukarno itu difilmkan. Ditulis koran-koran zaman itu. Tinggal di pondokan sederhana yang dibuat untuk para romusha dan makan makanan mereka. Namun akhirnya Romusha Bernomor 970 itu sangat menyesal ...
Gagah perkasa mencangkul tanah. Mengenakan topi bernomor 970. Ya! Romusha itu bernama Sukarno. Pita film berderak menggulung merekam kampanye politis itu. Kampanye politis?
Ya! Kampanye politis!
Tahun 1944, Bung Karno datang bersama Bung Hatta dan para anggota Jawa Hokokai ke Bayah, Banten. Turun lapangan sebagai bintang iklan romusha. Difilmkan, pun ditulis koran-koran zaman itu. Petinggi politik negeri itu tinggal di pondokan sederhana dan makan makanan para romusha.
Namun ini hanya sementara. Bung Karno dan rombongan beberapa hari kemudian pulang ke Jakarta, sedangkan para romusha asli tidak. Inilah kampanye Bung Karno untuk bekerja sama dengan Jepang! Ada kesepakatan apa antara Bung Karno dan Jepang? Bung Karno yakin Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Kesepakatan lain? Entah!
https://www.instagram.com/p/B-R4cs2Fdcv/?igshid=xyg2f0ped2mt
Para romusha ‘Pejuang Pekerja’ itu berangkat dengan bangga, diiringi pidato Sukarno. “Tujuan usaha ini adalah untuk menunjukkan kepada Jepang bahwa penduduk Jawa telah siap sehidup semati dengan Dai Nippon. Kita berjanji tidak akan bercukur selama pengabdian sebagai romusha sebagai tanda bukti kepada negara,” kata Bung Karno, seperti tertuang dalam buku Kuasa Jepang di Jawa (1942-1945) yang ditulis Aiko Kurasawa.
Apa yang terjadi?
Ribuan romusha penggarap jalur rel kereta api Saketi-Bayah mati kelaparan dan diserang penyakit malaria dan kolera, setidaknya 300-an romusha mati setiap bulan.
Pada 3 September 1944, Bung Karno memberangkatkan 500-an romusha ke Thanbyuzayet, Burma (Myanmar). Dikutip dari Republika, kerja paksa yang digelar Jepang di sepanjang Nok Pla Duk (Thailand) ke Thanbyuzayet, menurut Aiko Kurasawa menyebabkan kematian 30 ribu orang, termasuk yang berasal dari Indonesia.
Kepada Cindy Adam, penulis biografinya, Bung Karno mengaku menyesal. Sangat menyesal.
“Sesungguhnya akulah Sukarno yang mengirim mereka kerja paksa. Ya, akulah orangnya. Aku menyuruh mereka berlayar menuju kematian. Ya, ya, ya, ya akulah orangnya. Aku membuat pernyataan untuk menyokong pengerahan romusha. Aku bergambar dekat Bogor dengan topi di kepala dan cangkul di tangan untuk menunjukkan betapa mudah dan enaknya menjadi seorang romusha. Dengan para wartawan, juru potret, Gunseikan–kepala pemerintahan militer, dan para pembesar pemerintahan aku membuat perjalanan ke Banten untuk menyaksikan tulang-tulang-kerangka-hidup yang menimbulkan belas, membudak di garis-belakang, itu jauh di dalam tambang batu bara dan tambang emas. Mengerikan. Ini membikin hati di dalam seperti diremuk-remuk.”
Neraka ala Sukarno? Entahlah ...