Corona Butuh Lockdown, Indonesia Butuh Lovedown

Corona Butuh Lockdown, Indonesia Butuh Lovedown
Corona Butuh Lockdown, Indonesia Butuh Lovedown (Foto : )
Lockdown! Begitulah manusia menyekat persebaran Corona. Orang per orang dianjurkan berjarak. Dipantangkan bermesraan. Dera Covid-19 tidaklah main-main. Namun manusia ada pula yang Bengal. Menyasar puncak untuk main-main. Mencari udara segar supaya tubuh tambah bugar, kata mereka. Salah besar! Lovedown! Itulah yang manusia butuhkan.
Ya! Manusia khusunya manusia Indonesia butuh lovedown!Jatuh cinta. Ya, manusia Indonesia butuh jatuh cinta satu sama lain. Saling mencintai, saling mengasihi. Manusia Indonesia berubah semakin doyan konflik, semakin doyan menebar kebencian, semakin egois, semakin memaksakan kebenaran kelompoknya. Manusia Indonesia jarang berpikir sistemik.Berpikir sistemik adalah kunci keterkaitan. Bahwa kenyataannya, semua manusia dan alam adalah satu realita tunggal. Berasal dari sumber yang sama. Sumber segala sumber keberadaan. Manusia ada menamakannya Tuhan atau apapun sebutanNya. Namun selalu saja diingkari, hanya karena berbeda jalan ritual, berbeda suka, berbeda ras, berbeda bahasa, berbeda budaya danbeda-beda lainnya.Ya, manusia Indonesia butuh lovedown!Lalu apa hubungannya dengan Corona? Lockdown?Pamong negeri menyerukan social distancing, menjaga jarak interaksi fisik demi penghambat persebaran virus Corona, Covid-19. Bahkan menutup celah migrasi manusia. Lockdown. Namun apa yang terjadi? Manusia Indonesia berbondong-bondong menuju ke Puncak,Jawa Barat. Kemacetan terjadi! Mau tidak mau akan ada konsentrasi kepadatan sebaran virus di sana.Celakanya lagi, pamong daerah Ibu Kota Negeri di sisi lain, malah menciptakan kerumunan. Social distancing yang didengungkan tidak mungkin terjadi. Orang penuh sesak memadati dan mengantre di halte bus TransJakarta maupun MRT. Edan!Tidak ada kekhawatiran bersama. Tidak ada kesadaran bersama.Pemerintah pusat harus segera bersikap? Manusia Indonesia harus bergerak dalam standar kewaspadaan dan kesadaran yang sama. Bukan hanya berceloteh menebar anjuran. Bukan pula menerjunkan intelijen. Para pakar komunikasi publik yang harus dipekerjakan. Bukan bekerja senyap, namun bersuara lantang! Bagaimana mau didengar kalau bersuara saja belum!Bagi manusia Indonesia, ketahuilah, di masa lampau banyak manusia dipaksa turun ke medan perang. Mereka melakoninya dengan berat hati. Ada dua pilihan, membunuh atau mati dibunuh. Kini, manusia dipaksa berdiam di rumah. Tidak harus membunuh. Hanya beraktifitas di rumah.Namun manusia tetap saja ngeyel, berkumpul di lapangan, merayakan gegap gempita hari jadi, berinteraksi tanpa berpikir panjang akibat bagi sistem rantai kehidupan. Jika satu saja terpapar Covid-19, ambyarlah system rantai kehidupan. Persebaran berantai virus mematikan ini bukan main-main. Maka manusia jangan pula main-main.Bagi yang percaya Tuhan, hendaknya berseru, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari siksa virus Corona”.Bagi yang percaya Ilmu Pengetahuan, tarik dirilah dari kontak fisik dan interaksi yang tidak penting. Hanya sementara hingga semua mereda dan sirna.Bagi yang percaya nurani dan akal budi, getarkan vibrasi cinta. Lovedown. Sampaikan maaf pada semesta. Ibu Bumi sedang membersihkan diri dari bakteri yang namanya manusia. Bapa langit memandikannya dengan hujan dan badai, mengeringkan tubuh Sang Ibu dengan terik mentarinya. Baca juga: Corona, Mari Kita Berbincang Tentang Kehidupan Tidakkah kalian manusia, memikirkan langit dan bumi tentang kejadiannya? Memikirkan hal-hal yang menakjubkan di dalamnya? Seperti bintang-bintang, bulan, dan matahari serta peredarannya, laut, gunung-gunung, pohon-pohon, buah-buahan, binatang-binatang, dan sebagainya?Begitu indahnya alam dan kehidupan ini, seperti saat Corona belum mendera.