Kenangan seorang cucu H. Achmad Bakrie kepada kakeknya adalah masa-masa yang tidak mudah begitu saja dilupakan dan kisah masa lalu itu masih terus terbayang-bayang meski sang cucu kini berangkat dewasa.
Shahla, atau panggilan akrabnya Aya, di tengah-tengah kesibukannya kuliah di ITB Bandung (data tahun 1991, saat buku 'H. Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" ditulis) menuturkan sisi lain H. Achmad Bakrie di luar bisnis.
Di tengah-tengah para cucu, H. Achmad Bakrie dipanggil dengan sebutan Atuk (Atuk = datuk = kakek), suatu panggilan ala Melayu di Sumatera. Dan pada Ibu Hj. Roosniah Bakrie (istri Achmad Bakrie) mereka memanggilnya Andung (nenek); agaknya sebutan ini berasal dari Sumatera Barat.
Aya merasakan betapa H. Achmad Bakrie pandai mensyukuri nikmat Allah sedikitnya menunjukkan kepedulian Atuk pada saudara dan sahabat-sahabat lamanya.
"Atuk adalah pengusaha yang berhasil, namun tetap mengingat dan menghargai para saudara dan teman lama yang kurang berhasil.”
Rutinitas beribadah H. Achmad Bakrie merupakan hal yang dikagumi alumni mahasiswi jurusan Teknik Kimia ITB ini.
Menurut dugaannya jarang orang yang berhasil masih rajin beribadah. Untuk menanamkan gemar beribadah, Aya sering diajak salat berjamaah di rumah, dan bahkan untuk pertama kalinya Aya salat di mesjid Istiqlal adalah karena diajak kakeknya itu.
Pengalaman berkesan yang sering diingat cucu pertama dari putri satu-satunya H. Achmad Bakrie ini adalah safari tarawih bulan Ramadhan di rumah teman-teman kakeknya.
Pengetahuan agama Islam juga banyak diperoleh Aya dari kedua neneknya (Atuk dan Andung). Putri tertua mantan Direktur Utama Bank Nusa Internasional Ir. B.S. Kusmuljono MBA - ini merasakan betapa besarnya perhatian kakeknya ketika Aya sakit kekurangan darah.
"Setiap hari Atuk menanyakan makanan penambah darah dan memberikan makanan itu pada Aya,” kenangnya.
Sebaliknya, ketika kakeknya di rumah sakit Aya sering membantu dokter terapi misalnya ikut menunggu di samping Atuk.
Gadis dengan hobi berenang dan membaca yang dulu bercita-cita kelak menjadi insinyur ini memilih pekerjaan yang tidak terlalu penat dan menghabiskan seluruh waktu, "Biasa-biasa saja, santai seperti Ibu.” Aya juga saat itu memilih jurusan Teknik Kimia ITB sebagaimana kedua orang tuanya. Atuk mencurahkan kasih sayangnya dengan banyak hal. Setiap kali bepergian Atuk selalu mengabulkan sesuatu yang diinginkan Aya. Tapi Atuk tidak suka melihat Aya memakai short karena dipandang tidak sopan. Aya sering diajak menginap di Simpruk dan kalau tidur Aya memeluk Atuk. “Kadang-kadang kalau Aya pegal lalu pindah, Atuk yang tadinya tidur pulas bisa terbangun,” kenang putri sulung Odi (Roosmania Kusmuljono), satu-satunya wanita dari empat anak Achmad Bakrie. Sebagaimana pertama sekali sholat di Istiqlal bersama kakek, juga untuk pertama kali Aya ke luar negeri. Perjalanan ke Australia dan Eropa itu selain dengan Atuk dan Andung juga dengan Anin, putra tertua Aburizal Bakrie yang dulu bersekolah di Amerika Serikat. Ketika Atuk yang dikaguminya berpulang ke Rahmatullah, Aya tidak ikut ke Tokyo, di Jakarta Aya hanya bisa membayangkan kenangan mendalam dengan berbalut kesedihan yang amat sangat. “Kadang-kadang ingin rasanya memeluk Atuk lagi sambil tidur, menyuapkan tablet, membantu terapi Atuk, bersafari tarawih, atau mungkin membantu Atuk belajar menulis lagi,” kunci Aya dalam kenangannya masa-masa indah dulu bersama H. Achmad Bakrie sang Atuk tercinta. Masihkah kau simpan, hingga kau menjadi Andung kelak Aya?Sumber: Buku "H. Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" Syafruddin Pohan, dkk. Cetakan Kedua (e-book), 2011, PT Bakrie & Brothers Tbk, ISBN : 978-602-98628-0-5
Baca Juga :