“Orang mandiri” tampaknya predikat yang terlalu simpel buat H. Achmad Bakrie. Dia bukan saja tak mau tergantung pada orang lain, tapi juga pada segala hal.
Untuk memproduksi barang yang berkualitas tinggi misalnya dibutuhkan mesin canggih, manusia canggih dan segala macam yang canggih. Sebagai pengusaha, Achmad Bakrie membuktikan bahwa hal itu tidak selamanya benar.
Lihat saja ketika ia membangun Bakrie Pipe Industries (BPI) yang memproduksi pipa besar. Menurut survey para konsultan Bakrie, jenis pipa itu marketnya bagus. Mestinya peluang ini diambil. Waktu itu beberapa orang di Bakrie & Brothers bilang, "Sebaiknya kita beli mesin yang hebat. Seperti pabrik lain yang mesinnya dari Jerman.” Tapi apa mau dikata, mesin untuk pembuatan pipa kecil yang lalu itu harganya mahal.
H. Achmad Bakrie bilang "
Ngapain kita mesti pakai mesin semahal itu.” Kemudian dia cari yang murah. Didapatlah sebuah mesin dari Taiwan. Masih bagus, biarpun bekas. Diperbaiki sedikit lalu berproduksi. Setelah modal berputar, mesin itu terus diperbaiki lagi, sampai akhirnya bagus dan produksinya lancar.
"Tak dinyana, dari mesin itulah justru produksi pipa Bakrie memperoleh standar API,” tutur Rizal Irwan, mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Bakrie & Brothers.
Itulah kehebatan H. Achmad Bakrie. Realistis untuk berkarya besar. Kalau dulu kita tetap berprinsip mencari mesin yang bagus, tambah Rizal, kita tidak akan punya pabrik pipa. "Karena mesinnya nggak kebeli”.
Prinsipnya mungkin tak ada rotan akar pun berguna. Realistis saja, gunakan apa yang ada, tak mesti tergantung pada satu sisi. "Sebab kalau you tergantung pada satu hal saja, akibatnya you akan nyerah sama yang begitu,” kata Rizal meniru omongan H. Achmad Bakrie.
Prinsip kerja keras dan sikap realistis H. Achmad Bakrie juga diterapkan pada sosialisasi anak-anaknya. Ical waktu kuliah di Bandung cuma dibelikan motor, bukan mobil karena H. Achmad Bakrie tidak suka yang berlebihan, yang mewah-mewah. H. Achmad Bakrie selalu menganjurkan pada karyawan dan anak-anaknya agar bekerja keras.
Prinsipnya kalau bekerja pasti dapat duit, itu yang diingat Rizal dari H. Achmad Bakrie. Realistis, mandiri, kerja keras dan proporsional adalah beberapa sikap H. Achmad Bakrie yang telah berurat berakar di tubuh Kelompok Usaha Bakrie.
Untuk bisa bekerja keras, untuk bisa mandiri, orang harus memiliki ilmu pengetahuan. Itu makanya H. Achmad Bakrie sangat suka orang pintar. la sendiri, seperti pernah diutarakannya pada Rizal, tidak memiliki ilmu. Sebab ilmu itu ada dalilnya, sumbernya juga khusus.
H. Achmad Bakrie mengaku hanya punya pengetahuan yang didapatkan lewat pengalaman. Untuk mendapatkan itu semua ia rajin membaca buku, berbicara dengan orang-orang yang lebih pintar tetapi diam-diam menyerap kelebihan orang itu, konfirmasi Ical.
H. Achmad Bakrie juga pernah mengatakan pada Rizal bahwa mencari orang pintar itu gampang, tapi mencari orang loyal itu susah. Jadi bagaimana caranya supaya karyawan loyal? Sikap hidup dan sikap bisnis H. Achmad Bakrie dikagumi karyawan. Dia adalah figur pemimpin yang pandai memelihara orang.
"Kalau marah, dia tidak sampai bikin orang mencret, dan kalau memuji tidak membuat orang besar kepala,” Komentar Rizal.
Menurut Rizal yang telah 16 tahun bekerja pada Bakrie & Brothers, "Kita juga semua takut kalau dimarahi Pak Bakrie. Tapi kita nggak sampai takut kerja. Kalau kita punya ide dan itu bagus, dia berani beli sejuta persen ...!” Sikap realistik H. Achmad Bakrie juga terlihat dari perhatiannya terhadap kesejahteraan karyawan.
Suatu kali Hari Raya Qurban misalnya, Iesye S. Latief, yang pernah menjadi Manajer Umum Bakrie & Brothers, mengusulkan supaya "Daging kurban kita dibagikan dulu ke orang miskin di sekitar kantor.” Tapi Achmad Bakrie bilang "Kok, mikirin orang. Kenapa kamu nggak kasih orang-orang pabrik saja?” kenang Iesye.
Barangkali yang dimaksud bahwa di lingkungan terdekat saja ada yang berhak menerima, kenapa harus orang jauh. Itu mengada-ada namanya. Tidak realistis. Sebagai orang yang mandiri dan realistis cara berpikirnya, H. Achmad Bakrie kelihatan sebagai sosok yang keras, tegas dan kukuh pendirian. Seolah sulit bagi orang untuk meluluhkan segala sesuatu yang telah dia yakini kebenarannya.
Tapi kenyataannya tidak juga begitu. H. Achmad Bakrie ternyata juga seorang yang arif, pemimpin yang masih mau mendengarkan masukan bawahannya, bapak yang dengan kesabarannya mau mendengarkan dan menerima pemikiran anaknya, kata Rizal.
Suatu kali H. Achmad Bakrie, Ical, Indra dan Nirwan membicarakan bisnis, entah bisnis apa di ruangan kerjanya. Ketika itu suara Ical melengking menolak pendapat ayahnya. Namun Nirwan membantu menjelaskan pikiran Ical dengan suara lebih lembut.
Sang ayah ketika itu hanya menulis serta memperhatikan dengan cermat dan sabar apa yang dikemukakan anak-anaknya. Terus membicarakan kopi dan lada. Ical juga waktu itu ngotot: "Bagaimana bapak nih...!” suara Ical melengking tinggi. Tapi H. Achmad Bakrie terus memperhatikan apa yang dikatakan anak-anaknya. Akhirnya hanya bilang "Ya, saya pikirkan lebih lanjut, ya Is?” Begitu konfirmasi Iesye, yang waktu itu hadir di ruang kerja H. Achmad Bakrie.
Itu menunjukkan, kata lesye yang sering dipanggil Is, bahwa beliau mau dan terbuka menerima pendapat orang lain. Mulanya hanya bergaul dengan anaknya, tapi kemudian jadi mengenal bapaknya. Rizal Irwan yang pernah menjadi salah seorang direktur PT Bakrie & Brothers, adalah teman sepermainan Ical sejak kecil dulu.
Ical pula yang sering mengajak Rizal ke pabrik perusahaan ayahnya. Selesai sekolah, mereka berdua mendirikan perusahaan kontraktor. Tapi Ical kemudian ditarik ke perusahaan ayahnya.
Setelah itu gantian Rizal kebagian diajak bergabung kesana. Tapi Rizal ragu, antara berjuang sendiri atau memilih sarana Bakrie & Brothers.
"Waktu itu saya sempat bertanya, apa sih yang saya cari dalam hidup? Sukses tentunya, bisa menghidupkan keluarga gitulah... Pikir punya pikir akhirnya saya memilih pakai perahu Bakrie.”
Rizal pada awal-awal bergabungnya biasa menanyai karyawan: ”Sudah berapa tahun bekerja di sini kemudian dia jawab 10, 15 tahun. Saya cukup kaget. Kok awet? Tapi sekarang ternyata saya sendiri sudah 16 tahun bergabung,” katanya tersenyum simpul.
Seperti juga karyawan lain yang mengagumi H. Achmad Bakrie, Rizal pun kerasan kerja di sana karena hal yang sama. "Bagi saya, beliau bukan sekedar atasan saya, ayah teman saya. Tapi lebih dari itu dia juga guru saya. Orang yang telah banyak menceritakan pengalamannya, memberikan falsafahnya. Dialah atasan dan guru saya,” kata Rizal.
Sekarang sang guru telah tiada. Tapi apa yang pernah diucapkannya masih bisa diungkapkan kembali secara gamblang oleh muridnya, karyawannya. Namun sekarang Rizal merasakan adanya perbedaan-perbedaan style kepemimpinan antara ayah dan anak. Beda sih beda; mana ada dua orang sama persis.
[caption id="attachment_290600" align="aligncenter" width="900"] H. Achmad Bakrie dan Ir. H. Aburizal Bakrie pernah Saling Melengkapi (Foto Kolase)[/caption]
"Tapi begini, dulu kan orang menerima wajar kemarahan dan pujian almarhum.” Tapi sekarang? Lagi pula, simpul Rizal, dulu H. Achmad Bakrie punya Ical. Tapi sekarang Ical tak punya “Ical.” Maksudnya? Di masa H. Achmad Bakrie, ada Ical sebagai “faktor” dalam perusahaan. Artinya Ical bisa meredam atau mengimbangi H. Achmad Bakrie. Sekarang Ical tidak punya “faktor” yang berfungsi seperti dirinya dulu di masa almarhum.
Jadinya, “kalau dia misalnya marah, orang bisa gepeng. Kalau memuji, kepala orang besarnya kaya’ apa,” kata Rizal.
"Iya. Dulu saya pernah lupa dimana meletakkan dokumen. Akibatnya dibentak Pak Ical. Malu dan sakit rasanya,” kata Catherine B. Susilo, kini sekretaris Ical, yang waktu itu sedang hamil.
Namun menurutnya, boss bukan pendendam. Setelah meledak-ledak, cepat sekali kembali seperti semula. Malahan.
"Kita masih merasa sakit hati, Pak Ical sudah melupakannya,” ujar Catherine.
Sekretaris ini juga menuturkan bahwa boss biasa membuat surprise. Suatu kali Ibu Tatty, istri Pak Ical, memberinya assesori sepulang dari Amerika.
"Pak Ical sendiri yang memilih khusus untuk Catherine,” ujar Tatty pada sekretaris suaminya itu.
Seperti halnya Rizal dan Iesye, Catherine juga menilai H. Achmad Bakrie sangat memperhatikan karyawannya. Ada-ada saja kiatnya supaya karyawan merasa diperhatikan.
"Bulan madu saya ke Bali dengan suami, Pak Bakrie yang membelikan ticketnya PP. Padahal waktu itu saya masih baru di sini,” ungkap Catherine lagi.
Malah H. Achmad Bakrie menjanjikan “sesuatu” bila Catherine telah melahirkan. Tetapi Tuhan ternyata lebih dahulu memanggil pendiri Kelompok Usaha Bakrie itu.
Sumber: Buku "H. Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" Syafruddin Pohan, dkk. Cetakan Kedua (e-book), 2011, PT Bakrie & Brothers Tbk, ISBN : 978-602-98628-0-5
Baca Juga :