Ada kalanya sukses dapat diraih karena bakat, meskipun dengan pendidikan (formal) terbatas seperti halnya sosok H. Achmad Bakrie. Bila bakat dikembangkan terus-menerus, maka pekerjaan yang digeluti bisa mencapai hasil maksimal.
Ada juga sukses diraih seseorang karena dukungan pendidikan yang cukup. Kendati ia sebelumnya tak memiliki bakat. Faktor alamiah (bakat) dan faktor pendidikan (artifisial) sama-sama berpeluang untuk dipakai meraih prestasi.Dan, ada pula - meskipun tidak banyak - keberhasilan dicapai dengan kombinasi bakat dan pendidikan.Agaknya fenomena inilah yang terlihat pada eksistensi Bakrie & Brothers. Artinya, bakat besar Bakrie tua ditopang penerusnya dengan pendidikan yang cukup.Penilaian ini datang dari Menparpostel almarhum Soesilo Soedarman, kaka diminta memberi gambaran umum tentang kemampuan Kelompok Usaha Bakrie bertahan hingga kini.Lalu, gambaran lebih khusus adalah bahwa keberhasilan itu dilandasi unsur kepribadian. Baik dalam artian individu, keluarga maupun kepribadian bangsa.Meskipun mantan Duta Besar RI di Amerika Serikat ini lebih banyak mengetahui dari mertuanya - Raden Haji Moehammad Mangoendiprodjo - tetapi bukan berarti ia tidak memiliki kenangan khusus pada H. Achmad Bakrie.Alkisah Letnan Satu Soesilo Soedarman, di tahun 1952 akan mengikuti pendidikan kaveleri selama satu tahun di Negeri Belanda.Mendengar menantu terpilih mengikuti tugas belajar di negara kincir angin itu, tak pelak lagi mertuanya bangga bercampur haru. Raden Haji Moehammad Mangoendiprodjo, yang waktu itu menjabat sebagai Residen Lampung, secara spontan memberitahukan berita baik ini pada sahabat dekatnya - H. Achmad Bakrie di Lampung.H. Achmad Bakrie pun ikut senang atas keberhasilan menantu sahabatnya itu dan meminta agar menantu Residen Lampung itu menyempatkan diri datang ke kantornya.“Mertuamu bilang sama aku, bahwa kau akan berangkat ke Negeri Belanda. Saya bikinkan jas ya?” kenang Letjen (Purn.) Soesilo Soedarman.Sebuah jas berwarna gelap selesai sudah. Sebagai perwira remaja ia tampak gembira dan surprise atas tanda mata dari sahabat mertuanya itu.“Itu kan tahun 1952, mana ada perwira (remaja) yang punya jas,” ungkapnya tertawa panjang.Mengenal sepintas saja, tetapi dari sikap, tutur kata dan semangat H. Achmad Bakrie, pria yang pernah menjadi Menteri Pertambangan dan Energi ini menangkap kesan bahwa H. Achmad Bakrie memiliki kepribadian yang konsisten.“Cerita yang saya dengar dari mertua, bahwa beliau adalah pengusaha langka,” kata menteri yang murah senyum ini.Tahun 1952 itu ia melihat sendiri Bakrie & Brothers sudah besar. Terlihat di tepi jalan lintas Sumatera terpampang tulisan Bakrie & Brothers, NV pada sebuah bangunan besar berbentuk gudang.[caption id="attachment_284730" align="aligncenter" width="900"] Cikal Bakal Pengembangan Usaha di Bidang Ekspor di Telukbetung, Lampung (Foto Perpustakaan Bakrie)[/caption]“Sebagai anak muda, dalam hati saya berkata, hebat benar ya?" katanya.Ketika itu pengusaha yang tampak maju antara lain Hasjim Ning dan T.D. Pardede.Pengusaha yang berhasil menurunkan bakat besar sang ayah dengan perpaduan bakat dan pendidikan anak seperti Bakrie & Brothers ini boleh dikatakan istimewa.Tempaan alami dan artifisial melalui proses tempaan sejak usia dini, merupakan “kata kunci,” mengapa misalnya estafet berlangsung nyaris tanpa hambatan teknis. Substansi “kata kunci” itu agaknya diperkuat dengan penyatuan visi kepribadian diri, kepribadian keluarga dan kepribadian bangsa.Tatkala bertugas di Amerika Serikat, dulu, Soesilo Soedarman melihat sendiri pelanjut generasi Henry Ford sedang memasang ban di Detroit, pabrik mobil Ford itu.Melalui proses penempaan dari bawah seperti diperlihatkan Ford itu, menurut Soesilo juga terjadi di Bakrie & Brothers, generasi pelanjut tak hendak menerima “tahta” tanpa keringat - windfall profit - dan sang ayah mewariskan watak kerja kerasnya dengan membawa mereka sejak kecil ke lokasi perusahaan.Kondisi obyektif semacam ini pun mudah ditemukan pada pengusaha keturunan Cina di Indonesia. Hidup keras, hemat dan disiplin membuat mereka senantiasa menghargai jerih payah sendiri.Bahkan tidak jarang makanan yang dikonsumsi ke dalam tubuh, jauh dari standar rata-rata orang di sekeliling mereka.“Harus ada motivasi dari dalam hingga seseorang bisa bertahan. Jadi carilah ketauladanan orang yang telah berhasil,” ujar Soesilo."Bangsa Indonesia perlu bekerja lebih keras seperti H. Achmad Bakrie yang tak kenal lelah hingga akhir hayatnya," kata Soesilo.Pendek kata, H. Achmad Bakrie menurutnya adalah tokoh yang tak hanya pantas dikenang, tapi dicontoh. Terutama menyangkut kemampuannya mengimplementasi ide-ide bisnisnya secara konsisten.
Sumber: Buku "Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" Syafruddin Pohan, dkk. Cetakan Kedua (e-book), 2011, PT Bakrie & Brothers Tbk, ISBN : 978-602-98628-0-5
Baca Juga :