Bila dianalisis dengan cermat, selain sosok H. Achmad Bakrie, sulit mencari figur pengusaha besar pribumi yang merintis usahanya sebelum merdeka dan kejayaannya terus berkibar hingga kini.
Lebih sulit lagi andaikan dia menekuni usahanya secara konsisten tanpa berpindah-pindah jalur profesi yang ditekuninya dan usahanya bukan saja masih nampak, tetapi semakin besar karena sukses menurunkan estafet pada anaknya.
Penegasan sosok H. Achmad Bakrie ini disampaikan dari kalangan pengusaha besar pribumi juga yanki boss PT. NVPD Soedarpo Corp. Soedarpo Sastrosatomo (72).
Dalam kiprah selanjutnya, H. Achmad Bakrie tidak menutup mata dan bahkan menaruh perhatian besar pada problema dan peluang di luar perdagangan, selanjutnya Ia kemudian memasuki dunia industri! Pembelian NV. Kawat (1959) menurut pengusaha kelahiran Pangkalan Susu, Sumatera Utara ini, lebih merupakan pertimbangan dan ketajaman intuisi H. Achmad Bakrie.
Kawat, pipa dan seamless cukup strategis untuk negara Indonesia yang bakal menghadapi era pembangunan jangka panjang. Lagi pula, katanya, sektor industri itu ibarat tanaman, memilih bibit, merawatnya agar tidak diserang hama, barulah kemudian memasarkannya.
“Kalau hanya jual beli, gampang,” ujarnya membandingkan sektor perindustrian dan perdagangan.
Itulah bakat besar H. Achmad Bakrie.
“Saya memakai perkataan kebesaran itu bukan asal bilang saja. Betul di sini letaknya,” ujar Soedarpo sambil menepuk dada dan satu tangannya lagi mengetuk meja.
Kepioniran H. Achmad Bakrie sebagai wiraswasta pribumi, masih lagi dalam zaman penjajahan yang lebih didominasi Vremde Oosterlingen (Timur Asing, Cina, Arab, dan India, pen.), sungguh membanggakan orang pribumi. Terutama para pedagangnya.
“Nah beliau itu bisa membrojolkan (melepaskan) dirinya dari tekanan para penjajah. Padahal pribumi lainnya tidak kurang jiwa entrepreneurnya,” tuturnya serius.
Mengapa dia bisa?
Menurut pemilik belasan perusahaan ini, bahwa H. Achmad Bakrie selain secara alami memiliki naluri bisnis yang kuat, juga kiat menempatkan diri dalam suasana apa saja.
Akan halnya kepiawaian dan konsistensi H. Achmad Bakrie sebagai pengusaha, Soedarpo menilai karena,
“Profesinya itu ia barengi dengan keyakinan agama yang tebal. Sukar ditandingi.”
Perhatian H. Achmad Bakrie terhadap politik menurut Soedarpo cukup besar. Dia tidak ingin melibatkan diri karena merasa bukan bidangnya.
“Dia tidak memakai akal-akalan apapun. Orang terhormat seperti dia terbilang dengan jari. Susah mencari martabat seperti dia. Itu tidak bisa dipelajari, bersinar keluar dari dirinya sendiri. Dan lebih salut lagi, usahanya tidak dicampuri politik. Kiatnya bisa menghadapi setiap perubahan tantangan (zaman). Dapatlah dikatakan ia itu sebagai eksponen dan simbol, dan merupakan suatu konfirmasi, bahwa pribumi ternyata memiliki bakat dagang yang hebat.”
“Sekarang yang mesti kita kembangkan justru kultur (budaya) yang diciptakannya,” ungkap mantan Press Counsellor pada Kedutaan Besar RI di Washington DC ini.
Kultur itu ialah bahwa pengusaha bisa terhormat bila mereka dapat menjaga martabatnya sebagai pengusaha. Dari sisi kehidupan H. Achmad Bakrie di luar bisnis yang langsung diketahui Soedarpo adalah ketika membantu perbaikan gedung sekolah TRISULA, Jakarta.
Sebagai orang tua murid, Soedarpo mengusulkan agar orang tua yang mampu bersedia mengeluarkan dana.
“Pak Achmad Bakrie menyumbang, waduh, besar sekali. Bagi saya kepeduliannya ini (menunjuk hati),” ungkapnya sembari menggeleng-gelengkan kepala. Apa artinya itu? “Dilihat dari ajaran agama Islam itu amalnya dan dalam kehidupan masyarakat, itu adalah kepekaan sosial.”
Kalau berhitung bisnis, ujarnya lagi, tak perlu berpayah-payah menyumbang sebesar itu. Sebab, uang sekolah dan uang pembangunan setiap anak didik sudah dibebankan pada orang tua murid. [caption id="attachment_284026" align="aligncenter" width="900"] Soedarpo Sastrosatomo (baju batik) ikut menghadiri peresmian Wisma Bakrie 1984 (Foto Perpustakaan Bakrie)[/caption] “Coba cari tipe orang seperti itu, susah!” tuturnya sambil membentangkan kedua tangannya. Tatkala terbetik berita H. Achmad Bakrie telah meninggal dunia, banyak kalangan pemerintah, pejabat militer, dan dari kolega sesama pengusaha menaruh simpati sedalam-dalamnya dengan menyempatkan diri ke rumahnya di Simpruk, Kebayoran Baru. “Itu kita harus ikut berbangga, bahwa pemerintah dan politisi bisa me-register anak putra Indonesia yang telah mengukir karya pada tempatnya sendiri dalam dunia usaha. Dan, saya memilih kata-kata ini bukan mengandung politis,” katanya. Lagi pula, lanjutnya, rasa simpati dan sikap respek tersebut sekaligus menunjukkkan bahwa peranan dunia usaha (swasta) dalam setiap Repelita semakin besar kontribusinya. Sekarang ini bahkan sektor swasta memberi andil besar dalam mempercepat (akselerasi) pembangunan. Dalam bagian akhir perbincangan, Soedarpo Sastrosatomo menaruh harapan, agar buku ini menekankan keteladanan Achmad Bakrie sebagai cemeti bagi sesama pengusaha pribumi lainnya. Sumber: Buku "H. Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" Syafruddin Pohan, dkk. Cetakan Kedua (e-book), 2011, PT Bakrie & Brothers Tbk, ISBN : 978-602-98628-0-5Baca Juga :