Sejuk cuaca Kota Magelang mengiringi keluarnya Tan Malaka dari penjara. Hari itu, Kamis, 16 September 1948. Dua tahun dibui. Selama itu pula Tan Malaka memeras otak. Menulis manifesto politiknya. Menggagas jalan perjuangan.
Tan Malaka ditangkap pada pertengahan Maret 1946. Dibui hingga Kamis 16 September 1948. Sekeluarnya dari penjara di Magelang, Tan kembali mengumpulkan pendukungnya. Tan memilih Jawa Timur sebagai basis pergerakannya.Tan Malaka rajin menuangkan gagasannya akan cita-cita negara sosialis. Dia menjelaskan ide-idenya dalam Gerpolek (Gerilya, Politik, Ekonomi) ke tengah-tengah kalangan militer dan mendapat sambutan hangat.
Sebanyak 17-19 batalion militer di Jawa Timur bergabung dalam Gabungan Pembela Proklamasi (GPP) untuk menghadapi serangan Belanda. GPP wajib bertindak sesuai petunjuk Gerpolek Tan Malaka.
Dua bulan kemudian pada 7 November 1948, Tan Malaka, bersama Chaerul Saleh, Soekarni dan Adam Malik menggagas partai Murba (Musyawarah Rakyat Banyak). Partai ini berasas antifasisme, antiimperialisme dan antikapitalisme. Soekarni disepakati bersama sebagai ketua. Hari pembentukan partai Murba, 7 November 1948 — bertepatan dengan hari revolusi Rusia.Murba muncul setelah Partai Komunis Indonesia tersingkir pasca-Peristiwa Madiun, September 1948. Karena itu Murba dicitrakan sebagai partai komunis baru atau semacam pengganti PKI.18 September 1948 diproklamasikan berdirinya "Republik Soviet Indonesia". Hari berikutnya, FDR mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, juga di Pati, Jawa Tengah.
Darah tertumpah di Madiun, Jawa Timur pada 18 September 1948. Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang terdiri atas Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI) Pemuda Rakyat dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) bentrok dengan masyarakat antikiri.
Sayang, Tan Malaka tidak lama bersama Partai Murba. Pada 21 Februari 1949 Tan ditembak mati.Begini ... Tan Malaka sangat anti politik diplomasi Sukarno-Hatta. Tan kemudian dianggap sebagai ancaman. Gerakannya mesti ditumpas. Saat Tan bersama Gabungan Pembela Proklamasi (GPP) gerilya menyusuri lereng Gunung Wilis, di Selopanggung, Kediri, Tan ditangkap oleh Letnan Dua Soekotjo dari Batalion Sikatan, Divisi Brawijaya.Pada 21 Februari 1949, Tan dieksekusi mati oleh Suradi Tekebek, atas perintah Letda Soekotjo. Tan dihukum mati tanpa proses peradilan. Dikubur di tengah hutan.Sejarawan asal Belanda, Harry A. Poeze melakukan penelusuran. Menemukan makam Tan Malaka, di Selopanggung, Kediri dekat markas pasukan Letda Soekotjo waktu itu. Bahkan sekelompok dokter ahli forensik dari Universitas Indonesia telah mengambil sampel DNA dari keluarga Tan Malaka untuk dicocokan dengan DNA jasad yang ada di kuburan itu.Mengapa Tan Malaka dieksekusi tanpa diadili? Mengapa pula kematiannya tidak dilaporkan? Kuburannya disembunyikan?Letda. Soekotjo, menurut sejarawan Harry A. Poeze adalah, “Orang kanan sekali yang beropini bahwa Tan Malaka harus dihabisi.” (Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 4).Mengejutkan, pada Rabu, 1 Maret 2017, Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka dimakamkan secara syariat Islam dan adat di depan rumah gadang Tan Malaka di Nagari Pandam Gadang. Dengan demikian ada dua makam Tan, yakni di Selopanggung, Kabupaten Kediri dan Nagari Padam Gadang, Kabupaten Limapuluh Kota. (*)