Senin, 10 Februari 2020 adalah Hari Kedaulatan Babi. Begitulah massa Gerakan 102 memproklamasikannya. Ini perjuangan demi kebabian yang adil dan beradab. Babi adalah makhluk mulia! Ribuan orang bergerak serentak! Mendatangi gedung DPRD Sumatera Utara. Menolak rencana pemerintah provinsi Sumatera Utara memusnahkan ternak babi. Pemicunya, status bencana virus babi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Inilah sejarah besar dalam dunia Babi! Babi menjadi hewan pertama di dunia yang mendapat dukungan ribuan orang! Medan, Sumatera Utara menjadi pusat gerakan Save Babi! Save Babi Sumatera Utara!Kini tidak ada lagi sebutan B2 (Be-Dua), yang ada adalah BABI. Ya! Babi! Sate babi. Babi panggang.Babi goreng. Babi kecap. Bakso babi. Nasi goreng babi. Dan banyak lagi olahan babi.Sedemikian lama babi menjadi bulan-bulanan para kaum anti makan daging babi. Dituding najis! Ditunjuk-tunjuk sebagai pembawa cacing pita! Babi merana berabad-abad. Tidak ada keluh kesah keluar dari mulutnya. Hingga Tuhannya babi berkehendak, bahwa ini saatnya babi dimuliakan melalui manusia.Padahal sejatinya sejak dahulu kala manusia telah tunduk pada polah babi dalam dunia astrologi. Babi telah menjadi salah satu dalam perhitungan perbintangan Cina. Shio Babi! Mereka yang tahun kelahirannya 1947, 1959, 1971, 1983, 1995, 2007 dan 2019 berada dalam ayun gerak peruntungan babi.Babi dan segala olahan turunannya selalu memicu pro dan kontra. Mengapa babi dimusuhi di sebelah sana dan dihormati di sebelah sini?Ada yang mengatakan bahwa apa yang kita makan akan mempengaruhi pancaran Aura/Chakra. Minyak, lemak maupun daging babi dituding memiliki energi kotor. Sehingga menyumbat daya tubuh hingga menimbulkan kelelahan kronis, panas tubuh, insomnia, ruam kulit, hipertensi dan beberapa ketidaknyamanan fisik lainnya.Namun di pihak lain para pemola nasib baik menggunakan minyak atau lemak maupun darah babi untuk menjauhkan roh jahat. Untuk membentengi dari serangan niskala/gaib. Untuk menangkal ketidak beruntungan. Dan cara ini masih digunakan hingga saat ini.Soal ribut besar di Medan, ceritanya begini … Senin, 6 Januari 2020 sore, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi, mengaku dilema menangani persoalan merebaknya babi mati di Sumut akibat terserang virus hog kolera serta African Swine Fever (ASF)."Ini ada dilema itu disitu. Kalau saya iyakan untuk persoalan ini dijadikan bencana, berarti semua babi mesti dimusnahkan. Dan resikonya seperti Cina sampai 20 tahun dilarang melihara babi, sampai tempat itu steril. Saya masih mencari peluang lain," kata Edy, di halaman Kantor Gubernur.Nah! Itu kata kuncinya, Gubernur masih mencari peluang lain daripada memusnahkan semua babi."Ya memang terjangkit ASF. Selayaknya itu dimusnahkan. Sekarang sudah 42 ribuan (yang mati), saya lihat nanti satu bulan ini yah. … Kasih kesempatan Gubernur untuk berpikir," pintanya. Paham, kan? Kasih kesempatan Gubernur berpikir!
Parah memang situasi di Sumatera Utara. Bangkai babi dibuang di sungai, danau, kebun bahkan di jalanan. Memprihatinkan perilaku semacam ini. Tidak peduli lingkungan maupun orang lain. Jikalau babi yang mati dikubur, dan tidak dibuang begitu saja tentu penyebaran penyakit tidak meluas.
Namun sayangnya, rakyat terlanjur terbakar. Unjuk rasa besar-besaran membela babi digelar serentak. Ribuan orang menggeruduk kantor DPRD Sumatera Utara di Jalan Imam Bonjol, Medan, Sumatera Utara.Mereka berjuang demi babi. Menolak pemusnahan missal babi-babi tak berdosa untuk menghentikan virus African Swine Fever (ASF) yang sedang mewabah di 18 kabupaten/kota di Sumut. Kebijakan pemerintah provinsi Sumatera Utara wajib dibatalkan.Hingga saat ini, jumlah babi yang mati karena virus ASF di Sumut sekitar 39.000 ekor (yang tercatat berdasarkan laporan) atau paling banyak 42.000 ekor (yang tidak masuk dalam data laporan). Jumlah ini hanya 3,6% dari jumlah populasi babi sekitar 1,229 ekor di Sumatera Utara.
Urusan ini akhirnya dibawa ke Senayan, Jakarta menjadi pekerjaan rumah untuk Komisi IV DPR.Dan babi menjadi diskusi nasional di negeri anti babi. (*)