Sosok Cerdas yang Pekerja Keras Sejak Kecil (Foto Istimewa)[/caption]“Dengan modal beberapa rupiah dibelinya roti lalu ditumpangkan pada supir,” tulis buku itu.Roti itu dijual ke Telukbetung, distrik perniagaan di selatan kota Bandar Lampung. Menggala adalah kota Achmad Bakrie memulai bisnisnya dari kecil. Tak hanya Bakrie saja punya relasi dengan Menggala, tapi juga pengusaha Lampung berdarah Sulu, Agus Muchsin Dasaad (baca Juga: Agoes Moesin Dasaad Dompet Berjalan Bung Karno).Pada 23 November 2012, Aburizal Bakrie (Ical) pernah bikin cuitan di Twitter yang membanggakan ayahnya. Cuitan itu mengesankan ayahnya sebagai orang sukses yang (hanya) berpendidikan rendah di zamannya.[caption id="attachment_278958" align="aligncenter" width="663"]
Menjadi kaya raya karena cerdas memanfaatkan situasi (Foto Istimewa)[/caption]“Ayah saya Achmad Bakrie cuma lulusan sekolah rakyat (sekarang SD) bisa sukses bangun Grup Bakrie,” cuit Ical.Tapi HIS bukan sekolah rendah macam Volkschool (sekolah rakyat tiga tahun). Tak semua anak bisa sekolah di HIS. Ketika Indonesia merdeka saja, baru 10 persen orang Indonesia yang melek huruf.Bahkan jika merujuk buku Achmad Bakrie: Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan (1992), Achmad Bakrie tak hanya lulusan HIS. Ia ternyata pernah juga belajar di Handels-instituut Schoevers juga.
Sebelum membuka sendiri usahanya, berkat ijazah HIS tentu saja, Achmad sudah bekerja di Kantor Kontrolir Lampung Tengah di Sukadana. Lalu sebentar kemudian sempat bekerja di Perusahaan Swasta Belanda NV Van Gorkom di Bandar Lampung. Tentu ia bekerja bukan sebagai kuli panggul. Dua tahun di perusahaan ini, ia banyak mendapat pengalaman tentang organisasi modern. Setelah belajar ke Handelsinstituut Schoevers di Jakarta, dia bekerja lagi di apotek Zuid Sumatera Apotheek di Telukbetung.