Konsep Dajjal dalam Islam juga dimiliki oleh agama-agama lain di dunia. Akan tetapi persepsi masing-masing agama tersebut berbeda dengan yang digambarkan oleh Islam.
Istilah Dajjal tentulah sudah akrab di telinga sebagian besar umat Islam. Dajjal adalah seorang tokoh dalam Islam yang akan muncul menjelang akhir zaman. Sosok ini digambarkan sebagai makhluk yang mengerikan dan akan menghancurkan manusia dengan fitnah-fitnah yang keji, pembunuhan dan peperangan. Bahkan disebutkan bahwa tidak ada ujian yang lebih besar dibandingkan kemunculan Dajjal.
Sosok yang disebut sebagai Dajjal dalam Islam sejatinya juga dibahas oleh agama-agama lainnya di dunia. Akan tetapi persepsi masing-masing agama tersebut berbeda dengan yang digambarkan oleh Islam. Sosok yang digambarkan sebagai Dajjal dalam Islam itu, bagi Yahudi justru menjadi sosok yang ditunggu-tunggu. Lalu bagaimana persepsi tentang Dajjal, menurut Kristen, Hindu, dan Buddha?
Dajjal dalam Islam
Dajjal dalam Islam digambarkan sebagai sosok yang pasti akan datang dan perlu diwaspadai oleh umat Islam. Menurut Islam, Dajjal adalah makhluk yang berasal dari golongan manusia, dan nanti akan diikuti oleh umat Yahudi.
Menurut hadits, Dajjal memiliki ciri-ciri fisik tertentu yakni, cacat pada mata kirinya, memiliki rambut keriting yang lebat, berperawakan besar, bertubuh gempal, dan memiliki jalan yang tidak normal. Ciri lain yang dimiliki oleh Dajjal adalah terdapat tulisan Kaf-Fa-Ra yang berarti kafir di antara kedua matanya.
Sesungguhnya Alquran tidak menjelaskan secara detil tentang sosok Dajjal ini. Akan tetapi, umat Islam wajib mempercayai tentang kemunculan Dajjal di akhir zaman.
Messiah dalam Yahudi
Berbeda dengan Islam yang menakuti kemunculan Dajjal menjelang akhir zaman, Yahudi justru menunggu kedatangannya. Menurut Yahudi, apa yang disebut dengan Dajjal dalam Islam, disebut dengan Al-Masih atau Messiah. Sosok itu diyakini sebagai simbol kemenangan dan kejayaan bagi umat Yahudi.
Imran Nazar Hosein, seorang ahli eskatologi Islam dalam bukunya Jerussalem In The Quran, menjelaskan dengan jelas tujuh tanda kehadiran Dajjal atau Al-Masih. Akan tetapi Al-Masih yang ditunggu oleh umat Yahudi, bukanlah kedatangan Nabi Isa Al-Masih sebagaimana keyakinan umat Kristen dan Islam.
Umat Yahudi sebelum era Kristen berbeda pendapat tentang siapa sosok Al-Masih. Sebagian berpendapat bahwa Al-Masih adalah Nabi Isa yang membentuk Kristiani, sebagian lain berpendapat Al-Masih bukanlah Nabi Isa, namun Al-Masih lain yang kedatangannya ditunggu-tungu.
Antikristus dalam Kristen
Dalam Kristen, Dajjal populer dengan istilah Antikristus. Hal ini termuat di beberapa ayat Al Kitab seperti Yohanes 2 Ayat 18 dan Yohanes 1 Ayat 1.
Istilah Antikristus berasal dari bahasa Yunani antikristos. Kata ini terdiri dari dua kata, yakni anti yang berarti lawan, dan kristos yang artinya Kristus. Jadi Antikristus adalah lawan dari Kristus atau musuh besar Tuhan Yesus, yang berlawanan dengannya dalam hal sifat dasar dan ajaran.
Dalam teologi Kristen, Antikristus adalah pemimpin yang disebutkan oleh Al Kitab, akan menjadi musuh Kristus dan akan menyesatkan banyak orang. Jika ditarik ke belakang, konsep Antikristus serupa dengan Dajjal dalam Islam. Disebutkan bahwa ia akan menjadi musuh Kristus atau Nabi Isa dalam Islam.
Sengkuni dalam Hindu
Berbeda dengan ajaran Islam dan Kristen, dalam Hindu, Dajjal merujuk pada sosok Sengkuni. Sengkuni dikenal sebagai biang keladi terjadinya perpecahan dan peperangan umat manusia.
Dalam metode penyampaian Hindu, sosok Dajjal ditransformasikan menjadi figur yang bernama Sengkuni. Sosok ini digambarkan sebagai seorang laki-laki yang mempunyai sifat cerdik, sangat licik dan provokatif.
Menurut kitab Mahabarata, Sengkuni merupakan personifikasi dari dua parayoga, yaitu masa kekacauan di muka bumi, pendahulu zaman kegelapan atau maliyoga. Sama dengan Dajjal dalam Islam, sosok Sengkuni dalam Hindu digambarkan sebagai penyebar fitnah, provokatif dan bermata satu.
Individualisme dalam Buddha
Konsep Dajjal dalam Buddha, berbeda jauh dengan Islam, Yahudi, Kristen maupun Hindu. Ideologi Buddha memaknasi sosok jahat Dajjal bukanlah orang tertentu, melainkan setiap individu manusia itu sendiri.
Dalam ajaran Buddha disebutkan bahwa seorang Buddha harus meninggalkan sifat-sifat kejahatan nafsunya. Nafsu jahat yang ada di setiap manusia inilah yang diidentikkan dengan sosok Dajjal. Nafsu yang dimaksud adalah nafsu amarah yang mendorong manusia pada kejahatan, kebencian, keserakahan, permusuhan, dendam dan peperangan. Dengan kata lain, siapa pun manusia yang mengikuti nafsu kejahatannya, dia adalah Dajjal dalam agama Buddha.
Ini Bedanya Dajjal Dalam Islam dengan Dajjal Menurut Agama Lain
Kamis, 30 Januari 2020 - 20:09 WIB