sekali pun." kata Dahlan.Dahlan menduga ada komisi gelap yang diterima direksi dari perusahaan yang bukan miliknya, seperti BUMN."Kalau Anda menawarkan surat utang itu dengan bunga 12 persen tentu banyak yang mau. Kalau Anda direktur utama dari sebuah perusahaan yang bukan milik Anda, komisi gelap itu sangat menggiurkan. Apalagi kalau pemilik perusahaan itu negara. Yang hanya mementingkan proses legalitas. Yang penting administrasinya benar. Padahal administrasi itu bisa diberes-bereskan," tulisnya lagi.Menurut Dahlan, Benny sudah belajar main saham sejak umur 19 tahun. Sejak masih SMA dengan menggunakan uang jajan dari ayahnya, si pewaris Batik Keris Solo.Disebutkan, MTN bukanlah satu-satunya transaksi antara Jiwasraya dan perusahaan Benny. Masih ada lagi transaksi lewat pasar modal, membeli saham Henson International yang juga dimiliki Benny."Jiwasraya belanja saham Henson International ketika harganya Rp 1.300 per lembar. Sebanyak Rp 760 miliar. Padahal setelah itu saham Henson terjun bebas. Ke dasar jurang yang paling dalam: tinggal Rp 50 per lembar. Hitung sendiri berapa ratus miliar uang Jiwasraya hilang," kata Dahlan.
Bisnis Tanah
Benny juga disebut Dahlan punya banyak tanah dan juga berbisnis jual beli tanah. Bahkan menurutnya, Benny memiliki 6.500 hektar lahan."Benny sudah main tanah sejak muda sejak masih di Solo. Awalnya karena ia jengkel: setiap Batik Keris mau memperluas pabrik harga tanah di sebelahnya sudah naik. Maka Benny muda memutuskan agar Batik Keris sekalian saja beli tanah yang luas. Kapan pun mau memperluas pabrik tidak jengkel lagi,"Menurut Dahlan, ternyata perkembangan Batik Keris tidak terus memerlukan perluasan pabrik. Jualan rumah dan tanah dianggap lebih cepat mendapat uang daripada jualan batik.Baca Juga :