Mayoritas kaum muda di kota-kota besar Indonesia menyatakan menonton film nasional di bioskop.
Survei di 16 kota besar yang diselenggarakan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Desember 2019 itu menunjukkan 67 persen kaum muda berusia 15-38 tahun menyatakan menonton setidaknya satu film nasional di bioskop dalam setahun terakhir. Sementara 40 persen menyatakan menonton setidaknya tiga film nasional selama setahun terakhir.“Temuan ini menjawab keraguan tentang kecintaan anak muda Indonesia pada film nasional,” ujar Direktur Komunikasi SMRC, Ade Armando, pada peluncuran hasil riset di Jakarta Kamis (16/1/2020) yang diselenggarakan SMRC bersama Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (AFPI), Badan Perfilman Indonesia (BPI), dan Cinema XXI.Kecenderungan menyukai film nasional ini semakin menguat di kalangan kelompok usia paling muda, 15-22 tahun. 81 persen dari kelompok usia tersebut menyatakan menonton setidaknya satu film nasional; sementara 51 persen menyaksikan setidaknya tiga film nasional di bioskop selama setahun terakhir.Sejalan dengan meningkatnya usia, perilaku menonton film nasional ke bioskop ini menurun. Di kelompok usia 23-30 tahun, persentase mereka yang menonton film nasional menurun menjadi 64 persen dan pada kelompok usia 31-38 menurun menjadi 49 persen.Survei ini melibatkan 1.000 responden. Survei difokuskan pada hanya kalangan muda di kota-kota besar karena survei nasional SMRC sebelumnya memang menunjukkan mayoritas penonton film di bioskop-bioskop di Indonesia adalah kalangan muda. Kota-kota besar dipilih karena persebaran gedung bioskop di Indonesia masih terpusat di kota-kota besar.Temuan survei ini juga menunjukkan kaum muda Indonesia ini tidak menganggap film nasional lebih rendah daripada film asing. Persentase anak muda yang menonton film nasional (67 persen) lebih tinggi dari kaum muda yang menyatakan menonton film asing (55 persen).Begitu juga, sementara 40 persen menyatakan menonton film nasional setidaknya tiga kali di bioskop, hanya 32 persen yang menonton film asing di bioskop setidaknya tiga kali.Di kelompok usia paling muda kecenderungan serupa terlihat. Sementara ada 81 persen kelompok usia 15-22 yang menyatakan menonton setidaknya satu film nasional di bioskop; hanya 64 persen kelompok usia 15-22 yang menyaksikan setidaknya satu film asing di bioskop.Menurut Ade, kecenderungan ini menunjukkan bahwa meski harus menghadapi gempuran film-film asing, industri film nasional ternyata dapat menjawab kebutuhan penonton film Indonesia.Genre film nasional yang paling disukai anak muda Indonesia adalah komedi (70,6 persen), diikuti dengan horor (66,2 persen), percintaan (45,6 persen) dan laga (37,4 persen). Sedangkan genre film asing yang disukai adalah laga (68 persen), diikuti dengan horor (65 persen), komedi (46,8 persen), percintaan (34,6 persen), misteri (21,8 persen).Menurut Ade, kecenderungan ini mungkin menunjukkan bahwa keunggulan film-film asing di mata kaum muda adalah keunggulan teknologi. “Saya rasa yang tidak bisa ditampilkan oleh sineas Indonesia adalah keunggulan teknologi yang disajikan film-film Blockbuster Hollywood, dan ini yang membuat para penonton Indonesia berduyun menyaksikan film laga seperti Avengers,” ujar Ade.Penelitian ini juga mempelajari apa yang menyebabkan ada kaum muda yang sama sekali tidak menonton film nasional di bioskop. Jawaban yang diberikan adalah: tiket terlalu mahal (39,7 persen), tidak suka menonton film (35,2 persen), lokasi gedung bioskop terlalu jauh (25,2 persen), dan film Indonesia tidak menarik atau tidak bermutu (27,4 persen).“Jadi terlihat, hanya sekitar 28 persen anak muda yang masih menganggap film Indonesia tidak berkualitas,” ujar Ade. “Sebagian besar lainnya tidak menonton karena alasan ekonomi dan lokasi, atau karena memang tidak suka menonton film.” tambah Ade.Namun Ade mengingatkan bahwa hasil penelitian ini hanya terfokus pada perilaku menonton kaum mdua di kota-kota besar. Bila perhatian dialihkan pada masyarakat semua golongan umur di seluruh Indonesia, gambarannya tidak terlalu menggembirakan.Pada awal september 2019 SMRC melakukan penelitian di 44 kota di seluruh Indonesia dengan melibatkan 1200 responden. Range usia responden adalah 17 tahun atau lebih.Dalam penelitian itu ditemukan bahwa hanya 9,3 persen yang menyatakan menonton film nasional di bioskop setidaknya satu kali dalam setahun terakhir; dan hanya 8,2 persen yang menyatakan menonton film asing di bioskop setidaknya satu kali dalam setahun terakhir.Namun penelitian berskala nasional itu juga menunjukkan usia berpengaruh terhadap perilaku menonton film. Survei tersebut menunjukkan 36,4 persen mereka yang berusia di bawah 21 tahun menonton film nasional, sementara di kelompok usia 22-25 tahun (20 persen), 26-40 (10 persen), 41-55 (6,4 persen), dan di atas 55 (2,8 persen).Menonton film juga terlihat sebagai kegiatan kaum elit. Sementara 25,2 persen warga berpendidikan perguruan tinggi menonton film nasional, hanya 2,7 persen warga berpendidikan sekolah dasar yang menyaksikan film nasional.Menurut Ade, sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian serius terhadap perkembangan film nasional.“Film nasional adalah sektor strategis baik secara kebudayaan maupun secara ekonomi dan politik,” ujarnya. “Sudah saatnya perkembangan industri strategis ini tidak hanya diserahkan kepada mekanisme pasar,” pungkas Ade Armando. Cendono Mulian | Jakarta
Baca Juga :