Efek Gaya Hidup Masyarakat, Penyakit Jantung Meningkat

Gaya Hidup vs Jantung
Gaya Hidup vs Jantung (Foto : )

Data World Heart Federation (WHF) menyebutkan penyakit jantung adalah pembunuh nomor satu di dunia. Penyakit jantung membunuh lebih dari 17 juta jiwa setiap tahun.

Di Indonesia, merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1.000 orang atau sekitar 2,8 juta individu di Indonesia menderita penyakit jantung.

Efek gaya hidup masyarakat dituding sebagai sebab meningkatnya jumlah penderita penyakit jantung di Indonesia. Kemajuan teknologi dan kemudahan membuat kita kurang bergerak, kurang olah raga, stress, belum lagi kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol.

Demikian kata DR. dr. Idrus Alwi, Dokter Spesialis Kardiovaskular dari RS Metropolitan Medical Centre (RS MMC). 

Dr. Sonia Wibisono, seorang dokter, sosialita serta pengamat gaya hidup masyarakat metropolitan menambahkan masyarakat metropolitan seperti Jakarta sangat rawan terkena penyakit jantung. Stress terjebak kemacetan, konsumsi makanan junk food menjadi ancaman paling besar.

Karenanya, Yayasan Jantung Indonesia tidak pernah berhenti mengampanyekan gaya hidup sehat, kata Esti Nurjadin, Ketua Yayasan Jantung Indonesia.

Dr. Roswin R Djaafar, Direktur Utama RS MMC mengatakan, ”Ketika jantung terpaksa harus mengalami tindakan medis, RS MMC telah menyiapkan Cardio Cerebro Vascular Centre (CCVC) atau Pusat Pelayanan Jantung dan Pembuluh Darah.

CCVC ini menyediakan layanan terpadu mulai dari Kateterisasi Jantung, Pemasangan Pacu Jantung, Tindakan Diagnostik dan Terapi Vaskuler, Tindakan Radiologi Intervensi serta Ruang Perawatan ICCU.” 

Bagi kita, kiat paling efektif menghindari penyakit jantung coroner adalah menerapkan pola hidup sehat yaitu makan sehat dan olah raga, istirahat yang cukup serta menghindari makanan tinggi lemak. Save Our Heart. Rahmat Aminuddin | Jakarta