Belimbur, Penutupan Prosesi Festival Erau yang Berubah Anarkis

Belimbur, Penutupan Prosesi Festival Erau yang Berubah Anarkis
Belimbur, Penutupan Prosesi Festival Erau yang Berubah Anarkis (Foto : )
Belimbur merupakan tradisi saling menyiramkan air kepada sesama anggota masyarakat yang merupakan bagian dari ritual penutup Festival Erau.Festival Erau sendiri diawali dengan rombongan Keraton yang mengantarkan Naga Bini dan Naga Laki ke Kutai Lama secara berbarengan, untuk diadakan serangkaian ritual lainnya di depan Keraton Kutai.[caption id="attachment_229620" align="aligncenter" width="300"]
Mengulur Naga mMengulur Naga merupakan salah satu prosesi yang paling ditunggu dalam perayaan Erau di Kutai Kartanegaraerupakan salah satu prosesi yang paling ditunggu dalam perayaan Erau di Kutai Kartanegara Mengulur Naga mMengulur Naga merupakan salah satu prosesi yang paling ditunggu dalam perayaan Erau di Kutai Kartanegaraerupakan salah satu prosesi yang paling ditunggu dalam perayaan Erau di Kutai Kartanegara(Foto: Istimewa)[/caption]Rangkaian ritual ini dimulai dengan beumban, begorok, rangga titi, dan berakhir dengan belimbur yang tidak hanya menjadi ritual terakhir dari rangkaian ini, tetapi juga menjadi puncak rangkaian.Dalam ritual ini, masyarakat Kutai larut dalam suka cita dan keceriaan sambil berbasah-basahan. Setiap sudut jalan di Kutai pada sore itu basah dengan siraman air dari berbagai lapisan masyarakat.Tradisi tersebut dilakukan sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas kelancaran pelaksanaan Erau, sekaligus belimbur juga memiliki maksud filosofis sebagai sarana pembersihan diri dari sifat buruk dan unsur kejahatan, di mana air yang menjadi sumber kehidupan dipercaya sebagai media untuk melunturkan sifat buruk manusia.[caption id="attachment_229621" align="aligncenter" width="300"] Ratusa warga antusias mengikuti mengulur naga merupakan salah satu prosesi yang paling ditunggu dalam perayaan Erau di Kutai Kartanegara
Ratusa warga antusias mengikuti mengulur naga merupakan salah satu prosesi yang paling ditunggu dalam perayaan Erau di Kutai Kartanegara (Foto: Istimewa)[/caption]Belimbur dilakukan setelah upacara rangga titi berakhir yang dimulai dengan dipercikkannya air tuli (air yang diambil dari Kutai Lama) oleh Sultan kepada para hadirin.Selanjutnya, masyarakat saling menyiramkan air kepada sesamanya. Ritual ini terbuka untuk masyarakat umum, kecuali orangtua yang membawa anak di bawah umur serta para lansia.Namun pada pentupan Festival Erau 2019 yang terjadi Minggu (15/9/2019, belimbur menjadi ajang anarkis sejumlah remaja dan mereka menggunakan plastik sebagai wadah air.Padahal ada himbauan dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura terkait larangan menggunakan kantong plastik dalam prosesi belimbur, namun nyatanya imbauan itu tak sepenuhnya diiindahkan masyarakat.Selain sampah plastik yang bertebaran di jalanan, tak sedikit warga yang melintas dan jadi sasaran pelemparan membawa anak kecil, sehingga terjadi perkelahian.[caption id="attachment_229619" align="aligncenter" width="300"] Belimbur, Penutupan Prosesi Festival Erau yang Berubah Anarkis Menjadi Ajang Tawuran Belimbur, Penutupan Prosesi Festival Erau yang Berubah Anarkis Menjadi Ajang Tawuran (Foto: Istimewa)[/caption]Untuk itu Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah ingin seluruh masyarakat menjaga momen ini sebagai ajang penyucian diri sesuai makna inti dari prosesi belimbur."Mari sama-sama jaga tradisi turun temurun ini dengan melakukan siram-siraman yang baik dan jangan melukai secara fisik maupun batin," kata Edi dalam pembukaan prosesi, Minggu pagi (15/9/2019).Edi juga berharap penutupan Erau turut didukung semua masyarakat yang merayakan, baik tuan rumah maupun warga luar Kutai Kartanegara."Siram-siraman sewajarnya, gunakan air bersih, tidak boleh melempar dan mari maknai prosesi ini untuk menyucikan diri, jangan nodai adat budaya yang kita banggakan dan cintai ini," tutup Edi.