Pemanfaat Nomor Induk Penduduk (NIK) untuk perbaikan data yang mendasar bagi Warga Negera Indoneisa itu, dipaparkan Tjahjo Kumolo di Kantor Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/08/2019).
Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. Dikatakan Tjahjo, penduduk Indonesia saat ini sudah terdata 266.534.836 jiwa, dan sementara masyarakat yang wajib KTP adalah 193.365.749 jiwa.
"Jumlah penduduk Indonesia per Juni 2019 adalah 266.534.836 orang, dengan wajib KTP sebanyak 193.365.749 jiwa. Sementara itu dilaporkan bahwa hingga saat ini proses perekaman KTP-el adalah 98,78 persen," kata Tjahjo.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 191.000.595 jiwa atau 98,78 persen telah melakukan perekaman KTP-el, sehingga, hanya 2.365.154 jiwa atau 1,22 persennya belum melakukan perekaman KTP-el. "Untuk 1,22 persennya karena faktor geografis, tapi kami terus upayakan untuk jemput bola dan meminta partisipasi aktif masyarakat,"ungkapnya.
Saat ini Pemerintah mulai menerapkan Single Identify Number dalam menata data kependudukan, sehingga dapat merapikan data kependudukan Indonesia dan meminimalkan kejahatan. "Dengan NIK sebagai Single Identity Number, masyarakat tidak perlu memiliki kartu banyak, cukup satu kartu bisa mewakili semuanya, karena NIK ini berlaku seumur hidup dan identitas lain wajib mencantumkan NIK nya.
Hal ini juga bisa untuk penegakan hukum dan pencegahan kriminal," papar Tjahjo. Selain optimalisasi pemanfaatan NIK untuk bantuan sosial, dengan konsep Single Identity Number, NIK juga dapat digunakan untuk BPJS Kesehatan, keperluan beasiswa, Nomor Paspor, NISN/NPM, plat kendaraan dan nomor SIM.
Sesuai dengan undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Pasal 58 ayat (4) bahwa data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan adalah data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri antara lain untuk
pemanfaatan sebagai berikut:
Pertama, pelayanan publik seperti pemberian bantuan sosial.
Kedua, perencanaan pembangunan seperti perencanaan pendidikan dan kesehatan.
Ketiga, alokasi anggaran.
Keempat, pembangunan demokrasi seperti DP4 dan DAK2.
Kelima, pencegahan hukum dan pencegahan kriminal. "Pemanfaatan data kependudukan ini sudah dilakukan MoU dengan 45 Kementerian/Lembaga dan 1.227 lembaga pengguna yang telah menandatangani perjanjian kerjasama (PKS)," kata Tjahjo.
Meski demikian, Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil tetap melakukan monitoring untuk melihat akses data kependudukan setiap harinya.