”Mengingat sangat aktifnya aktivitas kegempaan di Indonesia, sejak 2008 BMKG sudah mengoperasikan sistem peringatan dini tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System-InaTEWS). Sistem ini mampu memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dalam waktu maksimal 5 menit,”
ujar Sadly.Sementara itu, Kepala Pusat Gempa dan Tsunami, Rahmat Triyono menyatakan konsep dasar EEWS menggunakan “end to end system” yang mampu memberikan peringatan dini gempa kuat kepada masyarakat. EEWS mencakup 3 sistem, yaitu: Pertama adalah sistem monitoring yang mendeteksi gempa bumi di hulu, kedua adalah system automatic processing yang mengolah data secara cepat, dan ketiga adalah system diseminasi penyebarluasanan informasi/peringatan dini di hilir, ditujukan kepada masyarakat yang disertai saran untuk menyelamatkan diri. ”Konsep ini bekerja dengan memanfaatkan selisih waktu tiba gelombang P (pressure) yang datang lebih awal dan gelombang S (shear) yang datang beberapa detik kemudian. Setiap terjadi gempa bumi, gelombang P akan tiba di sensor lebih awal selanjutnya dalam beberapa detik kemudian tiba gelombang S yang sifatnya destruktif/merusak,” tutur Rahmat.Saat terjadi gempa, sensor EEWS akan merekam datangnya gelombang P, sistem secara spontan menginformasikan estimasi tingkat guncangan yang mungkin terjadi dan waktu kedatangan gelombang S. Sensor-sensor ini akan dipasang di berbagai tempat yang berdekatan dengan sumber gempa megathrust dan sumber gempa sesar aktif.EEWS merupakan sistem deteksi dini gempa kuat dengan mekanisme memberikan peringatan dini berdasarkan prediksi waktu tiba gelombang S yang berpotensi menimbulkan guncangan signifikan dengan memanfaatkan gelombang P untuk memberikan Sinyal warning, dari sensor EEWS ini akan dikirimkan melalui ke InaEEWS Center (BMKG), selanjutnya data diolah secara automatic dan hasilnya akan disebarkan ke receiver yang ada di stakeholder atau melalui mobile apps, receiver ini juga dapat dipasang pada objek vital seperti kereta cepat, MRT, industri vital, pusat keramaian (mall), dan area pemukiman dan perkantoran.Sebagai informasi, uji coba pembangunan sistem ini di-launching oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Duta Besar China dan dari Institute of Care Life of China, pada tanggal 15 Agustus 2019 dilakukan pemasangan 10 unit sensor EEWS di wilayah Banten yang bertujuan untuk monitoring gempa bumi di wilayah Megathrust selatan Jawa.Dan untuk tahap selanjutnya, imbuh Rahmat, akan dipasang 190 unit sensor yang akan berkonsentrasi di wilayah potensi gempabumi yaitu Sumatra Barat, Lampung, Jawa Barat, dan Banten. Bilamana ujicoba ini berhasil maka akan dikembangkan secara masif di seluruh wilayah Indonesia.
”Adapun teknologi EEWS yang akan dijadikan ujicoba pembangunan dan kerjasama ini mengacu kepada sistem EEWS di Negara China. Informasi yang diberikan oleh sistem peringatan dini gempa ini mencakup: (1) estimasi intensitas gempa, (2) waktu tiba gelombang S, (3) estimasi magnitudo gempa, dan (4) lokasi episenter gempa,” tambah Sadly. Menurut Chinese Northwest Seismology (2002) Vol. 22 menunjukkan adanya korelasi antara waktu peringatan dini gempa EEWS dan rasio berkurangnya korban jiwa. Jika tersedia waktu emas selama 3 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 14%. ”Sedangkan jika tersedia waktu emas selama 10 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 39%, dan jika tersedia waktu emas selama 20 detik maka rasio berkurangnya korban mencapai 63%,” tutup Sadly. (red)
Baca Juga :