Yasonna ingin pengalamannya dalam segi keilmuan dapat berkontribusi bagi masyarakat banyak. "Dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman saya di kriminologi, lalu di DPR terlebih di menteri, yang berurusan juga dengan lapas. Pengalaman ini akan saya gunakan sebagai bahan-bahan kuliah dan ilmu pengetahuan atau mungkin juga di tempat-tempat lain yang mengundang saya sebagai dosen atau tenaga pengajar," tutur Yasonna.
Yasonna juga ingin pengalamannya itu, bisa berkontribusi bagi lembaga penegak hukum atau instansi terkait yang memiliki andil dalam penanganan narkotika di Indonesia. "Apakah kita mau melakukan pendekatan hukum atau pendekatan kesehatan," ujar Yasonna.
Yasonna menambahkan, jika pendekatannya memakai pendekatan kesehatan maka sudah pasti pemakai yang sudah bertahun-tahun jalan keluarnya hanyalah rehab, bukan penjara. Hal ini lah yang menurutnya dilakukan negara-negara lain. "Maka saya menyuruh litbang yang ada di kementerian kami untuk lakukan penelitian yang lebih komprehensif tentang kejahatan narkotika," katanya.
Terkait hal itu, anggota Kompolnas, Andrea Poeloengan menyebut dalam hal rehabilitasi, publik figur yang ketahuan menggunakan narkoba menurutnya jangan lagi hanya direhabilitasi secara singkat. Sebaiknya rehabilitasi dilakukan selama dua hingga tiga tahun dilanjutkan dengan hukuman kerja sosial minimal tiga tahun.
"Dan, dicabut hak profesinya. Selain mereka dijatuhi hukuman pidananya," kata Andrea. Namun menurut dia, sanksi ini tidak berlaku bagi mereka yang sudah terlebih dahulu mengaku dan memohon untuk dilakukan rehabilitasi minimal dua tahun.
Andrea melanjutkan, politikus yang kedapatan melakukan kejahatan terkait narkotika dicabut hak profesinya dengan tidak boleh lagi terjun di bidang politik, kemudian advokat tidak boleh lagi beracara, artis tak boleh lagi bekerja yang berhubungan dengan keartisan dan seni.