IMAJINASI BIKIN REPOT, BERNYANYI TERLALU SORE
Poster Film Dilarang Menyanyi di Kamar mandi[/caption]
Nah, suara yang serak-serak basah inilah yang jadi biang kerok para suami di perkampungan setempat bersikap dingin pada istri masing-masing di atas ranjang.
Para istri, protes pada Pak RT. Mereka menyasar pada suara serak-serak basah yang keluar dari kerongkongan seorang wanita yang bernama Sophie saat mandi di kamar mandi di tempat kostnya.
Para istri menolak argumen Pak RT yang menyamakan suara serak- serak basah itu juga biasa dilantunkan para penyanyi jazz perempuan.
Film Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi - Manusia tak bisa hidup tanpa imajinasi. Manusia justru hidup karena punya gagasan di kepalanya, dan gagasan ini adalah suatu imajinasi. –
Begitu argumen yang jadi inti dari cerita film Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi yang sejak minggu ke tiga Juli ini beredar di layar bioskop. Seno Gumira Ajidarma (SGA), penulis skenario yang juga cerpenis kuat, menyodorkan argumen tersebut sebagai keberangkatan penulisan cerita film Lalu, bagaimana wajah argumen imajinasi itu dalam realitas pergumulan manusia sehari - hari,? Nyatanya, wajah itu tak mulus benar. Ia sesak dengan dinamika kontroversi. Sebab imajinasi jadi persoalan hidup yang merepotkan banyak orang. Terlebih, bila persoalannya dikunyah lewat tampilan cerita dimana seorang wanita yang mencuri perhatian para suami di sebuah perkampungan padat di pinggiran kota Jakarta. Bagaimana aksi wanita itu bisa mencuri perhatian warga ? Jawabnya, hanya karena wanita itu bernyanyi di kamar mandi dengan suara yang serak- serak basah. [caption id="attachment_214408" align="aligncenter" width="300"]Penertiban Imajiasi
Bola permasalahan imajinasi para suami yang tergoda nyanyian Sophie serta kemarahan para istri, adalah cara SGA menggodok definsi imajinasi yang seolah tak punya rumah dan terobok-obok. Seno menggelindingkan bola-bola itu sepanjang cerita film berdurasi 96 menit. Apakah ada yang salah dengan sistem imajinasi ? Harus kah ada upaya penertiban imajinasi ? ini lebih gila lagi bila ada upaya penertiban imajinasi. Begitu jerit Pak RT dalam gumamnya. Belakangan, Sophie angkat kaki dari kampung tersebut. Ia tak lagi kost di rumah Bu Saleha, yang tembok belakang kamar mandi langsung berhadapan dengan situasi kampung dan selalu jadi tempat keriangan para suami mengintip, mendengar lalu mengimajinasikan tubuh Sophie yang sedang bernyanyi. Akhirnya lagi, Pak RT dan warga sepakat menertibkan imajinasi. Mereka membuat papan peringatan di ujung gang, yang isinya : Dilarang Bernyanyi di Kamar Mandi.Visualisasi dan Alur Cerita
Imajinasi yang jadi pokok permasalahan dalam film ini memang jadi tema yang unik. Terlebih, jauh sebelum tema ini diangkat ke layar lebar, tema ini sudah muncul dalam sebuah cerpen di media massa dan kumpulan buku kumpulan cerpen era 90 an dengan judul yang sama.Tapi bagaimana dengan visualisasi cerita ini ?
Bagi yang sudah membaca cerpennya, boleh terkejut bagaimana pemaparan scene demi scene dalam film ini yang seperti dikebut sejak awal. Akibatnya, terkesan suara gaduh para istri menenggelamkan upaya perkenalan jati diri Sophie. [caption id="attachment_214409" align="aligncenter" width="300"] Cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar mandi[/caption] Lalu, peran Pak RT yang sejatinya sebagai pemegang alur pokok permasalahan karena dari dialah seringkali keluar argument-argumen pencerahan soal imajinasi, juga bernasib sama. Ia, lagi-lagi larut dalam kegaduhan protes para istri. Scene demi scene berlalu begitu cepat.Riwayat Ide Cerita
Seperti yang ditulis SGA dalam kata pengantar buku kumpulan cerpennya, cerita Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi usianya sudah 29 tahun sejak pertama kali selesai ditulis tahun 1990 silam. Seno tergoda untuk menulis tema imajinasi setelah menyaksikan nasib pementasan Teater Koma berjudul Suksesi digusur pemerintah Orba tahun 1990. Bahkan sebelumnya hal serupa juga menimpa seniman besar lainnya, WS Rendra. Drama vs negara, sebut Seno, berkesenian saja kok dimusuhi, seperti bernyanyi di kamar mandi yang dilarang. Lagi, Seno menusukkan pendapatnya.Konteks Sospol Cerita
Bagi pembaca setia cerpen-cerpen SGA pasti sudah hafal betul pola suguhan ceritanya. Mayoritas cerita cerpen SGA selalu punya sangkutan pada peristiwa besar sosial politiknya. Contoh, cerpen Penembak Misterius yang punya kaitan dengan peristiwa penembakan para preman, residivis kambuhan yang dilakoni oleh “sosok misterius” sebagai bagian dari penertiban. Begitu juga dengan cerpen-cerpen yang terkait dengan rentetan tragedi di Timor Timur (sekarang Timor Leste), dalam cerpen Saksi Mata dan Telinga. Cerita Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi , juga punya konteks realitas peristiwa besarnya, yakni ketika penguasa menggusur kerja kreatif para seniman dijamannya. Tapi yang jadi pertanyaan yang sedikit agak menggangu juga adalah, ketika film ini beredar, maka konteks peristiwa besarnya sudah lewat 29 tahun silam. Memang, menurut SGA pembuatan scenario cerita ini sudah kelar tahun 2000 silam untuk filam layar kaca namun belakangan urung. Kemudian tahun 2005, SGA membuatnya lagi dalam bentuk prosa. Akhirnya, seperti ada rasa film ini “bernyanyi “ sendirian atau sudah terlalu sore untuk “bernyanyi”… Benarkah rasanya begitu ? Penulis: Yosi Mahalawan DenisBaca Juga :