Massa memaksa jurnalis untuk menghapus semua dokumentasi berupa foto maupun video. Beberapa jurnalis bahkan mengalami tindak kekerasan fisik berupa pemukulan. AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam keras aksi kekerasan dan upaya penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian maupun massa aksi.
Tindakan yang mengintimidasi jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan itu bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik. Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp 500 juta. Kami mendesak aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan.
Kami juga mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya. Sebab, tidak ada berita seharga nyawa. Atas peristiwa tersebut AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan dan menyerukan:
- Mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis, baik oleh polisi maupun kelompok warga.
- Mengimbau kepada para pemimpin media untuk bertanggung jawab atas keselamatan jurnalis saat bertugas di lapangan. Memberikan pembekalan pengetahuan safety journalist dan beri penanganan trauma yang terjadi selama peliputan.
- Mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan.
Jakarta, 22 Mei 2019 Asnil Bambani Amri, (Ketua AJI Jakarta) 081374439365 Ade Wahyudin (Direktur Eksekutif LBH Pers) +62 857 73238190 Erick Tanjung (Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta) 08118109277