Peredaran video pernyataan Prof Mahfid MD yang menyatakan bahwa daerah yang memenangkan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno adalah daerah Islam garis keras, menuai kontroversi.
newsplus.antvklik.com - Jagat media sosial selama dua hari ini diramaikan dengan kontroversi pernyataan pakar hukum tata negara Prof Mahfud MD yang mengatakan bahwa daerah-daerah yang dimenangkan Capres-cawapres Prabowo-Sandiaga Uno merupakan daerah yang menjadi basis Islam garis keras.
Mahfud MD merujuk beberapa daerah di antaranya Aceh, Sumbar, Jabar dan Sulawesi Selatan.
Tak pelak, reaksi keras pun bermunculan atas pernyataan itu, Dahnil S Simajuntak, juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo- Sandi mengatakan menghormati Mahfud MD, tapi kaget dengan tuduhannya.
"Karena ambisinya sampai tega menggunakan narasi daerah-daerah 02 menang seperti Aceh, Sumbar, Jawa Barat dsb, sebagai daerah Islam garis keras. Narasi Pak Mahfud ini yang justru memecah belah dan penuh kebencian,"
kata Dahnil A Simajuntak, dalam akun twitternya.
"Mas @mahfudmd, saya dari umur 6 tahun tinggal di Bogor & Bandung, tiasa basa Sunda. Warga Sunda itu religius, doyan hereuii (bercanda), @happy go lucky’ .. tapi paling tidak suka ketidak-adilan. Mas Mahmud katakan Jabar daerah islam garis keras, saya prihatin. Kok segitunya ?" kata Rizal Ramli.
Sementara Said Didu juga menyatakan protes atas pernyataan itu.
"Mohon maaf prof @mohmahfudmd, saya berasal dari Sulsel, mohon jelaskan indikator yang prof gunakan sehingga menuduh orang Sulsel adalah orang-orang garis keras agar jadi bahan pertimbangan kami. Kami orang Sulsel memang punya prinsip SIRI utk menjaga kehormatan. Inikah yang dianggap keras?" kata Muhammad Said Didu.
Menanggapi ini, Mahfud mengatakan Islam garis keras itu sama dengan fanatik dan sama dengan kesetiaan yang tinggi.
"Itu bukan hal yang dilarang, itu term politik. Sama halnya dengan garis moderat, itu bukan hal yang haram. Dua-duanya boleh dan kita bisa memilih yang mana pun. Sama dengan bilang Jokowi menang di daerah PDIP, Prabowo di daerah hijau," katanya.
"Dalam term itu saya juga berasal dari daerah garis keras yakni Madura. Madura itu sama dengan Aceh dan Bugis, disebut fanatik karena tingginya kesetiaan kepada Islam sehingga sulit ditaklukkan. Seperti halnya konservatif, progresif, garis moderat, garis keras adalah istilah-istilah yang biasa dipakai dalam ilmu politik," jelasnya.
Menurut mantan Ketua MK tersebut, isu tersebut menjadi panas dan digoreng ke-mana-mana karena banyak yang hanya membaca pertanyaan Pak M Said Didu tanpa melihat videonya.
"Padahal video tape diposting juga di situ. Pertanyaan dalam cuitan Pak Said itu tak memuat dua kata kunci yakni kata "DULU" dan usul "REKONSILIASI". Lihat dong videonya," kata Mahfud MD.
"Kata DULU, itu merujuk pada daerah-daerah yang dulu pernah menjadi basis beberapa pemberontakan. Saya katakan DULU-nya karena 2 alasan, yang pertama DULU DI/TII Kartosuwiryo di Jabar, DULU PRRI di Sumbar, DULU GAM di Aceh, DULU DI/TII Kahar Muzakkar di Sulsel. Lihat di video ada kata "dulu". Puluhan tahun terakhir sudah menyatu. Maka saya usul Pak Jokowi melakukan rekonsiliasi, agar merangkul mereka," kata Mahfud MD.
Namun identifikasi daerah yang dulu menjadi basis, dibantah wartawan senior Karni Ilyas.
Dalam akun twitternya Karni mengatakan, tak tepat jika daerah-daerah yang dimaksud Mahfiud MD diidentifikasikan sebagai Islam garis keras.
"Sekedar meluruskan Prof Mahfud. PRRI/Permesta bukan pemberontakan dengan ideologi agama. Pemimpin perlawanan Kol Simbolon (Medan), Letkol A.Husein (Padang), Letkol Ismail Lengah (Riau), Kol Kawilarang dan Lekol V. Samual (Sul-Ut). Tidak ada hubungannya denga daerah Islam garis keras," kata Karni Ilyas.
Baca Juga :