"Kemenko Polhukam bukannya gagal, sudah memfasilitasi tetapi melihat jawaban dari Kemenkeu berbelit-belit padahal masyarakat perlu mendapat kepastian hukum makanya serahkan kembali ke Mensesneg. Harapan itu masih ada,"
terang Elva.Jafaruddin Abdullah, kuasa hukum PT Elva Primandiri merasa alasan pihak Kemenkeu yang menyatakan masih akan melakukan koordinasi tidak masuk akal. “Mau koordinasi apa lagi? Empat tingkat peradilan semuanya suara bulat bahwa Kemenkeu harus membayar kepada PT Elva Primandiri,” paparnya.Langkah hukum yang dilakukan, kata Jafaruddin, sudah habis, sehingga Kemenkeu seharusnya menaati keputusan hukum yang berkekuatan tetap.Pihaknya pun tengah mempertimbangkan melakukan langkah pidana, namun itu tentu tidak baik bagi citra pemerintahan.
Audiensi
Seperti diketahui sebelumnya, rakor yang difasilitasi Kemenko Polhukam pada Selasa (22/4/2019) ini merupakan kali kedua. Pada rakor pertama 4 April 2019 lalu, pihak Kemenkeu beralasan mereka yang hadir bukanlah pihak yang berkaitan langsung dengan kontraktor proyek pembangunan Mapolda Aceh.Hingga kini, perusahaan kontraktor yang membangun proyek Mapolda Aceh II itu belum juga mendapatkan pembayaran dari hasil pengerjaan pembangunan yang telah selesai dilakukan pada 2007 lalu sebesar Rp32.768.097.081.Elva mengeluhkan, dengan tidak dibayarkannya hak yang harus diterimanya sejak lebih dari 11 tahun yang lalu itu, dia harus menanggung kerugian cukup besar. Dia harus menalangi pihak pemasok bahan dan perbankan yang otomatis melakukan penagihan kepada dirinya selaku pihak kontraktor.Selain juga kesulitan membiayai operasional perusahaannya. Bahkan, dia sempat mendapatkan teror dari sejumlah pihak.Padahal, selaku kontraktor yang diberi mandat mengerjakan proyek pembangunan gedung pasca-bencana gempa dan tsunami di Aceh, PT Elva Primandiri sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Elva pun sudah berkali-kali melakukan upaya penagihan atas haknya tersebut, termasuk mendatangi langsung kantor Kemenkeu berulang kaliMenang
Baca Juga :