Newsplus.antvklik.com
- Kementerian Dalam Negeri menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) jelang pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 di Hotel El Royale, Jakarta Utara, Kamis (22/11/2018).Rakornas dihadiri oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kaban Kesbangpol); Kepala Bidang Politik Dalam Negeri dan Kewaspadaan Kesatuan Bangsa Politik (Kabid Poldagri Kesbangpol) tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota se-Indonesia.Selain itu, juga hadir perwakilan dari Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Asosiasi DPRD Provinsi seluruh Indonesia (ADPSI), Asosiasi Pemerintah Kabupaten seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah Kota seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kabupaten seluruh Indonesia (ADKASI) dan Asosiasi DPRD Kota seluruh Indonesia (ADEKSI).Salah satu narasumber dalam Rakornas yakni Badan Intelijen Keamanan Polri yang diwakili Antony Siahaan. Dalam kesempatan ini, ia menyampaikan bahwa kata kunci dalam sebuah peristiwa Pemilihan Umum (Pemilu) di negara yang menganut sistem demokrasi adalah adanya kebersamaan komitmen antara share holder dan stake holder politik.Ia menambahkan, penunjang kesuksesan proses pemungutan suara dalam Pemilu adalah sarana prasarana dan regulasi serta partisipasi rakyat.“Polri yang diamanatkan UU sebagai penanggung jawab keamanan dalam negeri dan melandasi Indek Potensi Kerawananan Pemilu 2019. Polri mengawal dan mengamankan tahapan Pemilu 2019 melalui kegiatan persuasif, preventif, represif dan penegakan hukum dengan menggelar Operasi Mantap Brata 2019, disertai kegiatan Kepolisian lainnya untuk mendukung pelaksanaan pemilu 2019,” ujarnya.Anton memaparkan, prediksi dari potensi kerawanan itu mulai dari tahapan kampanye sampai pasca pemungutan suara 17 April 2019. Pertama adalah Politik indentitas (SARA), isu ekonomi, komunis, Tenaga Kerja Asing Cina dan HAM masih akan mewarnai dinamika politik dalam pelaksanaan Pemilu 2019 sehingga dapat memicu disintegritas bangsa.Kemudian kedua, politik “playing victim”, kampanye negatif dan kampanye hitam akan semakin marak disuarakan demi kepentingan politik masing-masing kubu dalam Pemilu 2019, sehingga akan berdampak buruk bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.Lalu yang ketiga, aksi penolakan terhadap hasil Pemilu 2019 dengan pengerahan massa pendukung dan memanfaatkan sekecil apapun kesalahan yang dilakukan oleh penyelenggara dalam proses pemungutan suara, masih berpotensi terjadi akibat ketidaksiapan pasangan calon dalam menerima kekalahan, sehingga dapat memicu konflik vertikal maupun horizontal.“Polri melakukan deteksi aksi setiap perkembangan politik yang berimplikasi terhadap stabilitas keamanan, melakukan pembentukan opini yang mendinginkan situasi dan galang kelompok kontra yaitu tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan masyarakat lainnya serta melakukan counter opini yang negatif atau provokatif terhadap kelompok yang menggunakan isu SARA sebagai isu sentral dalam pelaksanaan Pemilu 2019,” jelasnya.Anton menambahkan, langkah strategis Polri lainnya adalah dengan melakukan Patroli Siber berbasis aplikasi, untuk memantau setiap kondisi masyarakat yang dapat memicu konflik, terutama yang menggunakan informasi teknologi, disamping memberdayakan masyarakat untuk ikut mengelola keamanan dan ketertiban masyarakat secara swakarsa.
Baca Juga :