Korban Perampasan Tanah Datangi Jumpa Pers Menteri ATR/BPN

korban perampasan tanah
korban perampasan tanah (Foto : )

Sejumlah korban perampasan tanah yang tergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia mendatangi acara Jumpa Pers Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djail di Hotel Borobudur, Rabu (31-10-2018).

Sofyan Djalil mengakui ada sekitar 8000 lebih kasus sengketa lahan. "Sengketa tanah itu ada 8000 kasus,"ujarnya di Hotel Borobudur, Jakarta.

Menurutnya, Saat ini pemerintah masih terfokus untuk menyelesaikannya dengan cara solutif dan menguntungkan kedua belah pihak. " Lahan berkonflik yang bisa kita selesaikan lewat pengadilan, kita coba amicable (kekeluargaan).

Cari penyelesaian win-win itu banyak yang akan kita selesaikan,"ungkapnya. Sementara itu di tempat yang sama sejumlah korban perampasan tanah juga menyuarakan nasib mereka diantaranya, drg Robert.

Dokter gigi ini membeli tanah seluas 9000 meter persegi di Kelapa gading, Jakarta Utara melalui lelang negara. Setelah memegang sertifikat, justru tanahnya dirampas konglomerat.

Pengadilan mengalahkannya dan memutuskan tanah tersebut milik Konglomerat. Dokter Gigi Robert baru sadar belakangan. Dia ditipu oleh mafia peradilan. No lelangnya adalah 338 dalam dakwahan dan putusan disebutkan no 388. Tentu saja sejak awal dia masuk perangkap mafia peradilan.

Nah, jadi sertifikat bukanlah jaminan tanah anda akan aman dari sengketa dan aman pula dari korban perampasan. Apa yang dialami drg Robert juga dialami Ibu Ani. Tanah SHM bu Ani seluas 2000 meter di Bintaro juga diakui perusahaan besar.

Padahal dia tidak pernah menjualnya. lantas bagaimana pula pemilik girik yang dirampas tanahnya? Menurut Manaek Hutabarat, mantan aktivis 98 yang kini Pejabat BPN sebetulnya, ada keputusan Menteri Agraria No 12 Tahun 2016 yang menyatakan BPN bisa membatalkan Sertifikat jika terbukti cacat administrasi tanpa harus melewati jalur pengadilan.

Surat keputusan tersebut belum dibatalkan. jadi tergantung kepala kantor pertahanannya berani atau tidak,"ungkapnya kepada penulis pekan lalu.

Manaek juga menegaskan reforma agraria akan menjadi percuma jika para pejabat BPN nya masih membela yang bayar bukan membela yang benar.

Bekas aktivis Forkot ini juga telah menggunakan Keputusan menteri tersebut untuk membatalkan HGB yang dinilainya cacat administrasi. Namun kewenangan untuk membatalkannya ada di tangan Kakanwil BPN.

" Saya sudah kirim ke Kakanwil, entah kakanwilnya masih belum selera. Padahal kepastian hukum perlu loh,"ungkapnya. Selain korban tanah bersertifikat, ada juga korban perampasan tanah yang berstatus girik datang ke lokasi acara Menteri Sofyan Djalil.

Sutarman Rusli sudah melaporkan kasus girik ayahnya ke polisi. Ternyata tanahnya di kawasan Serpong tersebut saat ini dikuasai konglomerat. Sementara Keluarga Engkong Sukra bin Meran hingga kini masih menunggu jawaban dari Kantor pertahanan Bekasi mengenai status tanahnya yang dikuasai secara sepihak oleh Marunda Ceneter.

Padahal dalam buka warkah SHGB 51  yang dimiliki perusahaan tersebut tidak tercantum nama Sukra bin Meran. BPN Tanah Sukra bin Meran tercata menunggu Keputusan (MK) dalam Bukus Desa Pantai Makmur.

Sebab, saat verifikasi tahun 1980, Sukra bin Meran tidak berada di desanya saat itu. Namun, pihak kepala desa telah mengeluarkan surat bahwa tanah berstatus MK tersebut memang benar milik Sukra bin Meran.

BPN pusat Pusat dan ombudsman Jawa Barat  juga sudah menyurati Kantor urusan pertahanan Kabupaten Bekasi satu bulan lalu. Namun hingga kini belum ada penjelasan.

Rencananya tanah seluas 2,744 ha di pantai Makmur Tarumajata itu akan dibuat sertifikat jika pihak Marunda Center tidak bersedia membayarnya. Namun Kakantah Kabupaten Bekasi pada tanggal 4 Juli 2018 lalu menyatakan perlu penguasaan fisik selain bukti yuridis untuk menerbitkan sertifikat.

Jadi, dalam kasus engkong Sukra, Menurut Manaek, pihak engkong Sukra tinggal ajak pihak polisi untuk menguasai lahan yang tidak pernah dijualnya kepada Marunda Center.

"Tak perlu ke pengadilan. Jika memang terbukti HGBnya cacat administrasi, tinggal batalkan. Ke pengadilan juga nanti yang jadi saksi orang BPN,"ungkapnya Ketua FKMTI SK Budiardjo juga mengalami nasib yang sama.

Tanah giriknya seluas satu hektar di Cengkareng Jakarta Barat dirampas konglomerat. Setelah buka warkah, terbukti sertifikat milik konglomerat tersebut berada sejauh lima kilometer dari tanahnya.

Menurut Budiardjo, pihak konglomerat tersebut bersedia membayar dengan harga tertentu. Namun, angka yang ditawarkan belum sesuai dengan harapannya.