Antv – Para Sahabatku kaum pecinta Demokrasi yg sangat kuhormati. Semakin hari, aku semakin khawatir, bahwa sistim Demokrasi di Negara tercinta ini terasa akan punah.
Bagaimana tidak, seorang Presiden, seorang Kepala Negara dan seorang Kepala Pemerintahan di Republik ini, yang sejak dulu kita dukung, kita banggakan dan kita elu-elukan, yang nampak lugu, sederhana dan merakyat, kini nampaknya sudahpun berbeda dan bertindak bertolak belakang dengan kaidah dan azas-azaz Demokrasi yang kita anut.
Kini dia sudah tidak mau mendengar, bahkan seperti sudah tidak peduli lagi atas teriakan-teriakan Rakyat yang dipimpinnya.
Sebagai salah satu pencinta Demokrasi, saya ingin menoleh sejarah masa lalu, sejarah Tahun 1965 tatkala masih menjadi Mahasiswa Tingkat 2 dan Tahun 1998 saat sudah menjadi dewasa.
Situasi nyaris hampir sama, ketika mendengar dan merasakan gemuruhnya suara derap kaki dan teriakan lantang suara para Mahasiswa untuk menurunkan para Penguasa yang saat itu dianggap "lalim".
Tahun 1965 di sepanjang jalan Juanda di depan Istana Kepresidenan yang megah, ribuan Mahasiswa menuntut antara lain dilaksanakannya Tritura atau 3 Tuntutan Rakyat yakni :
1. Turunkan harga
2. Bubarkan PKI
3. Rombak Kabinet Dwikora.
Aku terlibat di dalamnya, walau masih termasuk "Anak bawang dari kampung" yang ikut-ikutan turut berteriak sebagai naluri kamahasiswaan kala itu.
Suasana seperti itu terulang tatlala aku sudah dewasa, yakni pada Tahun 1998.
Gemuruh langkah tegap puluhan ribu para Mahasiswa mengguncang Jakarta menuju Gedung DPR/MPR, juga untuk melengserkan Penguasa yang dianggap "lalim" kala itu.
Aku sudah tidak terlibat lagi dalam kerumunan dan teriakan Mahasiswa kala itu dan lebih banyak mendo'akannya.
Tatkala itu kami duduk bertiga, yakni Ical Bakrie (H. Aburizal Bakrie), Farid Prawiranegara dan aku sendiri membincangkan kegiatan Mahasiwa yang saat itu sekitar jam 19.00 WIB, sedang berdemontrasi di Gedung MPR/DPR RI.
Ical bersuara, bahwa kita dan masyarakat harus support para Mahasiswa sebagai generasi penerus kita dengan tujuan yang muliya untuk kepentingan Bangsa dan Negara di masa yang akan datang.
Ical berdiri dan berkata: "Try, cari uang Rp300 ratus juta dan minta tolong Farid untuk membeli Nasi Bungkus untuk para Mahasiswa yang sedang demo, supaya mereka tidak keluar Gedung lokasi demontrasi untuk mencari makan dan minum yang bisa menyebabkan bubarnya demontrasi kala itu.
Berkat upaya para Mahasiswa yang telah berhasil menurunkan Orde Lama dan Orde Baru, sehingga melahirkan Orde Reformasi dan Demokrasi, hendaknya patut kita banggakan dalam mengisi Sejarah kehidupan Bangsa kita.
Kini, alangkah sedihnya kita tatkala saat ini kita menyaksikan adanya penghianatan Demokrasi yang dilakukan oleh seorang Presiden yang semula kita dukung dan kita banggakan.
Akan dan haruskah kejadian 2 episode Sejarah Bangsa ini harus terulang, dimana derap kaki dan teriakan anak muda bisa menghancurkan perilaku Penguasa lalim yang bermaksud meruntuhkan Demokrasi di Negeri ini?
Hanya Allah SWT, Tuhan Yang Kuasa dan Digjaya lah yang Maha Mengetahui.
Kiranya Tuhan Menolong Menegakkan Demokrasi yang sedang ter-aniaya di Negeriku tercinta ini.
Salam Demokrasi dari seorang Pecintanya yang sedang gelisah.