Catatan Ilham Bintang: Semalam di Yogyakarta

Catatan Ilham Bintang: Semalam di Yogyakarta (Foto : Istimewa)

Antv – Rasanya pagi ini seperti bangun pagi di waktu hari Lebaran. Serba bergegas. Morning call berdering  pukul 5 subuh. Sesuai permintaan memang. Segera mandi, salat, dan periksa kembali koper yang harus rampung dalam tempo  45 menit. Jam  6 pagi koper sudah harus di lobby hotel.

Berangkat ke bandara Yogyakarta International Airport ( YIA) teng pukul 06.30 WIB. Sisa waktu sekitar 30 menit dialokasikan untuk sarapan di resto hotel yang memang baru buka jam 6 pagi itu.

Saya dan istri serta tiga cucu, syukur Alhamdulillah, lulus "ujian" ini : on schedule. Ini jarang terjadi selama perjalanan empat hari Semarang -Yogyakarta (2-5 Juni/2023).

Simbol Yogyakarta. (Foto: Istimewa)


Di Kota Gudeg  kami memang hanya semalam. Tiba pukul 14.00 WIB  di Jogja dengan perjalanan darat dari Semarang, Minggu (4/6).
 
Kuliner Jogja yang sempat dinikmati pun hanya dua jenis. Makan siang dengan Gudeg Bu Widodo di Wijilan dan santap malam dengan Bakmi Mbah Gito.

Padahal, semula rencananya lebih dari itu. Daftar menunya panjang. Oh, iya hampir lupa: cucu-cucu sempat juga berburu oleh-oleh Bakpia Kukus yang di Yogya seperti cendawan di musim hujan. Cucu-cucu sempat juga diantar Omanya  jalan- jalan ke Malioboro.

Suasana di Warung Makan. (Foto: Istimewa)


Tapi tidak berapa lama mereka cepat kembali ke hotel. Penyebabnya, pas masuk di salah satu pusat perbelanjaan di kawasan itu lampunya mendadak padam. Seketika gelap. Mereka sempat panik. Maka diputuskan tinggalkan Malioboro.

Senin (5/6) pagi ini kembali ke Jakarta menumpang pesawat Garuda GA 205  yang take off jam 10.00 WIB.

Pas 06.30 WIB tinggalkan hotel Melia Purosani di kawasan Malioboro. Jarak  Kota Jogja dengan YIA di Kulon Progo 42 Km mestinya hanya memakan waktu sekitar 1,5 -2 jam.

Namun, Pak Listiyono, sopir Trac Astra yang melayani kami selama perjalanan di Semarang dan di Yogyakarta, memperkirakan waktu perjalanan ke YIA akan lebih lama.

Ada perbaikan jalan di daerah Wates yang membuat lalu lintas macet di kawasan itu. Pertimbangan Pak Listiyono itulah yang menjadi dasar kami harus bangun pagi sekali. Memperhitungkan  perjalanan Jogja -YIA sekitar 3 jam.

Smoking room yang menusiawi

Tapi di Wates tadi tidak ada kemacetan itu. Dua jalur jalan berlainan arah bisa dilalui kendaraan sehingga bisa tiba di YIA pukul 07.45.  Listiyono terkejut sendiri.  Sebagai pertanggungjawabannya, dia menunjukkan lapisan aspal yang masih baru di Wates itu.

Sebelumnya, beberapa kali kata dia melintas Jogja -Semarang, hanya satu jalur yang berfungsi untuk dipakai bergantian kendaraan dari dua arah.

Listiyono seperti merasa bersalah. Saya cepat redakan. Cari alasan lebih masuk akal. Presiden Jokowi akhir pekan ini menginap di Yogyakarta.

Kemungkinan karena itu pekerjaan jalanan di Wates cepat dirampungkan. Pemprov khawatir kena sidak  Pak Jokowi seperti kejadian di Lampung tempo hari.  

Buat saya ada hikmahnya lebih lekas tiba di YIA. Bisa lebih lama berada di bandara terbesar di Tanah Air itu. Saya juga harus memujikan fasilitas bagi perokok yang memadai. Smoking Roomnya bagus.

Ruang Istirahat yang Nyaman. (Foto: Istimewa)

Terasa ada penghormatan bagi orang yang punya kebiasaan merokok. Saya ingat Ibu Susi Pudjiastuti, Karni Ilyas, Timbo Siahaan, Asro Kamal Rokan, kawan-kawan wartawan yang menggunakan parameter smoking room yang manusia untuk mengukur tingkat kemajuan peradaban suatu bangsa.

Suasana Bandara Yogyakarta International Airport. (Foto: Istimewa)


Ini kali kedua saya menginjakkan kaki di bandara yang diresmikan Presiden Jokowi 28 Agustus 2020. Kunjungan pertama tahun lalu. Karena dikejar waktu tiba dan pulang, sehingga tidak sempat merasakan atmosfer bandara modern itu.

Malah waktu  saya terpaksa menggunakan kereta bandara karena khawatir kemacetan. Saya berangkat dari Stasiun Tugu dan begitu tiba di bandara bergegas untuk check in dan boarding.

Sejak peresmiannya, YIA  langsung menggantikan Bandar Udara Internasional Adisutjipto. Lokasi bandara ini di Kapanewon Temon, kabupaten Kulon Progo. Terminalnya seluas 210.000 m2, berdiri di atas lahan seluas 587 Ha.

Suasana Bandara Yogyakarta International Airport. (Foto: Istimewa)


Arsitekturnya modern dan desainnya futuristik. Wajar jika menelan  biaya sampai 12 triliun, membengkak dari rencana semula 10 triliun.Bandara
dilengkapi dengan jalur kereta api sebagai jalur transportasi yang mengangkut penumpang dari dan menuju Kota Yogyakarta.

Untuk memudahkan penumpang pesawat menuju/datang, tersedia transportasi Kereta Bandara yang menghubungkan Bandara dengan Pusat Kota Yogyakarta ataupun wilayah Wates.

Stasiun Kereta Bandara Yogyakarta dapat dicapai dengan berjalan kaki karena terhubung langsung dengan bandara.

Pada awal perencanaannya, diperkirakan YIA  akan menampung 20 juta orang setiap tahun. Namun, menurut  data terbaru, tahun 2022 bandara tercatat hanya melayani 1,2 juta penumpang.

Jumlah itu jelas jauh dari target. Diduga akibat terjadinya perlambatan ekonomi, sebagian karena  pandemi Covid-19 yang terjadi selama hampir tiga tahun. Peresmiannya tempo hari dilaksanakan di masa puncak pandemi Covid-19.

Sangat bisa jadi juga karena perjalanan darat dan kereta api dengan naik pesawat hampir sama waktu yang dibutuhkan. Sekitar  6-7 jam, sehingga sebagian masyarakat memilih jalan darat dan kereta.

Kemungkinan. Pesawat Garuda GA 205 yang kami tumpangi mendarat di Bandara Soekarno Hatta tepat pukul 11.00 WIB. Itu artinya, sejak morning call tadi sudah 6 jam kami terjaga. Beda tipis dengan jalan darat. Tanpa harus melewati berbagai pemeriksaan sesuai standar bandara.