Antv – Buka bersama (bukber) kali ini tidak ada yang mengundang. Tidak pula karena inisiatif sendiri. Kebetulan saja. Dalam perjalanan ke dokter gigi di Ciputra Medical Center, Kuningan, adzan Maghrib berkumandang, Senin (10/4/2023).
Kendaraan kami lagi stuck atau tidak bergerak di Jalan KH Mas Mansyur, Karet, Jakarta Pusat. Arus lalu lintas sangat padat.
Hari Senin, jam pulang kerja, kemacetan di kawasan tersebut memang sudah semacam "tradisi". Arif supir membawa kami berangkat dari rumah teng pukul 5 sore. Ada janji dengan drg Fifi pukul 18.30. Istri sudah memperhitungkan adzan Maghrib akan berkumandang di tengah perjalanan. Dia tahu saya pernah berangkat hadiri acara bukber di daerah Kuningan, habis Isya baru tiba. Padahal, berangkat dari rumah pukul 16.30 WIB.
Maka, dia bekali takjil untuk berbuka puasa. Teh manis panas satu termos kecil, satu kotak kecil kurma Tunisia, lontong dan bakwan kesukaan lengkap dengan sambal kacangnya; dan dua potong bolu marmer kiriman presenter Rahma Sarita semalam. Bekal itu lebih dari cukup.
Istri berpesan, begitu adzan langsung menepi saja untuk batalkan puasa. Masalahnya, petang itu lalu lintas amat padat. Di sisi kanan jalan membentang tembok beton ujung fly over. Celah untuk berhenti pun tidak ada. Arif tidak melihat ada masjid di dekat situ. Secara sepintas saya melihat atap masjid. Saya buka jendela memastikan penglihatan. Inilah rezeki anak soleh. Benar, pas di sisi kiri, saya melihat jelas masjid kecil itu. Stop, Rif. Saya minta Arif meminggirkan mobil. Pelan - pelan.
Masjid itu bernama Al Mujahidin. Terjepit di antara hutan beton gedung - gedung jangkung kawasan Segitiga Emas Ibukota. Punya halaman parkir tapi hanya untuk 5-6 mobil, dan sudah penuh terisi.
Di jalan masuk halamannya ada taksi baru masuk menutup akses. Waduh. Tapi sebentar. Lihatlah, dalam hitungan detik, seperti mendapat aba-aba entah dari mana supirnya terus maju. Atau merasakan kesulitan kami, sehingga ia beringsut maju ke depan, menyisakan tempat parkir untuk kami. Alhamdulillah.
Saya minta Arif turunkan bekal. Di samping kiri masjid ada ruang, di sana telah diisi belasan jemaah sedang menikmati hidangan ala kadarnya, entah siapa yang menjamu. Bekal bawaan Arif digabungkan di situ.
Kami bukber dengan beberapa jemaah yang belakangan saya ketahui kebanyakan supir taksi yang senasib dengan kami. Ada juga yang sudah menjadikan halaman masjid itu pangkalan untuk berhenti setiap kali melewati jalan itu saat dekat adzan Maghrib berkumandang.
Saya menikmati suasana bukber yang luar biasa. Amat menyenangkan membahagiakan. Seakan baru saja ke luar dari kesulitan. Entah siapa yang menuntun, dan menggerakkan supir taksi di depan kami tadi mendorong mobilnya lebih ke depan sehingga kami kebagian lahan parkir. "Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban" --nikmat apalagi yang kamu mau dustakan?