Dia merupakan salah satu ulama besar yang menyiarkan Islam di kawasan Pantai Sayung, Demak. Menurut keterangan lelulur desa, ulama yang makamnya sepanjang tahun selalu dibanjiri pezirah lahir di Dusun Jago, Desa Wringinjajar, Kecamatan Mranggen tahun 1869.
Selama hidupnya disebut-sebut sebagai pencetak kader kiai muda di Demak dan sekitarnya. Sebelum menjadi ulama, Syekh Mudzakir banyak berguru pada para ulama, salah satunya dengan Syekh Soleh Darat.
Sekitar tahun 1900, Syekh Mudzakir menetap di dukuh Tambaksari, Bedono, Demak. Selanjutnya menikah dengan Nyai Latifah. Ulama yang sehari-hari bekerja sebagai petani Demak itu memiliki tiga istri lainnya, yaitu Nyai Asmanah, Nyai Murni dan Nyai Imronah.
Dari keempat istrinya, dia dikaruniai 18 orang anak.Syekh Mudzakir memiliki ratusan murid yang berguru kepadanya dan meninggal pada tahun 1950 di usia 81 tahun.
Makam Syekh Mudzakir dan keluarga dianggap keramat karena tidak terkikis diterjang pasang surut air laut.
Untuk menuju ke makam Syekh Mudzakir, para peziarah harus berjalan sepanjang 1 km melalui jembatan yang di kanan kirinya merupakan air laut. Karena keajaiban makam Syekh Mudzakir itu, berkembang mitos masyarakat percaya makam itu mengapung dan tidak akan pernah tenggelam walau pasang air laut tinggi.
“Hal itu diyakini masyarakat karena keluhuran budi Syekh Mudzakir yang semasa hidupnya melakukan syiar di wilayah tersebut dan sangat berjasa dalam pembangunan akhlak warga setempat, baik dalam ilmu agama maupun tradisi yang diajarkan”, ungkap Agus Salim.