Begini Cara Menikmati Kuliner Legendaris Jadah Tempe

Begini Cara Menikmati Kuliner Legendaris Jadah Tempe (Foto : antvklik-Nuryanto)

Antv – Yogyakarta yang dikenal sebagai daerah destinasi wisata, tidak hanya menawarkan beragam obyek wisata alam maupun budaya yang bisa dinikmati saat berlibur.

Beberapa kuliner tradisional dan legendaris yang eksis sampai saat ini pun semakin melengkapi predikat kota pelajar sebagai surga makanan bagi wisatawan.

Salah satu kuliner legendaris yang kadung dikenal luas adalah Jadah Tempe. Siapa tidak kenal Jadah Tempe Mbah Carik, yang telah menjadi kuliner legendaris sejak tahun 1940 yang berada di Kaliurang lereng Merapi, kini hadir di Kawasan Kotagede.

Kudapan khas yang kerap dicicipi saat bersantai ini masih menjadi salah satu pilihan bagi pelancong saat berkunjung ke Jogja.

Perpaduan rasa manis dan gurihnya membuat makanan yang satu ini cocok bagi lidah masyarakat itu kini juga bisa ditemukan di kampung kuliner Kotagede Yogyakarta.

Menurut Bejo Wiryanto, anak ketiga dari legenda kuliner Jogja Sudimah Wiro Sartono alias Mbah Carik, ada aturan tidak tertulis yang mesti dilaksanakan saat mencicipi Jadah Tempe.

Makanan dengan paduan Jadah yang merupakan olahan dari ketan dan tempe ataupun tahu yang telah dibacem itu biasanya akan lebih nikmat dikonsumsi sekaligus tanpa dipisah.

Proses membuat Bakmi Jowo Thukul di kampung Kuliner Kotagede. (Foto: antvklik-Nuryanto)
 

"Jadah tempe ini kan sebenarnya makanan para pejuang tempo dulu makanya dari 1940 an sampai hari ini masih bisa dilestarikan sebagai makanan yang otentik, sarat dengan perjuangan dan filosofi. Kalau makan Jadah sama tempe itu jangan makan satu-satu, harus Jadah dan Tempe digabung. Jadah di bawah Tempe di atas," kata Bejo ditemui di kawasan Kotagede, cabang kesembilan Jadah Tempe.

Beja menjelaskan, menikmati Jadah Tempe dengan sekaligus menguyah keduanya akan terasa lebih nikmat karena perpaduan rasa gurih dari Jadah yang merupakan olahan ketan bercampur kelapa itu akan menyatu dengan rasa manis yang muncul dari tempe atau tahu bacemnya.

Letak Jadah yang di bawah maupun Tempe di atas juga punya makna tersendiri, karena saat digigit akan lebih dulu muncul rasa gurih dibandingkan manisnya.

"Itu dari sisi komposisi rasa, kalau dari sisi warna putih kan melambangkan kesucian yang terlihat dari Jadah dan pada Tempe ada unsur merah yang melambangkan keberanian. Jadi nilai perjuangan dan nuansa kemerdekaan sebagai sejarah awal kuliner ini tetap ada dan melekat," kata dia.

Di sisi lain, eksisnya Jadah Tempe sejak era revolusi fisik sampai zaman modern ini tak lain lantaran sejak awal makanan ini dikemas dan diperjualbelikan tidak serta merta hanya untuk dimakan saja.

 

Bejo Wiryanto Menyajikan Jadah Tempe Mbah Carik di Kampung Kotagede. (Foto: antvklik-Nuryanto)

 

Munculnya Jadah Tempe yang masih punya benang merah dengan upaya memperjuangkan kemerdekaan disebut Beja didasari pula oleh kandungan gizi dan muatan yang dikandung dari kuliner itu.

Sekarang kuliner legendaris ini sudah membuka sembilan cabang di wilayah Jogja. Di kawasan Kotagede, menjadi cabang terbaru yang dibuka untuk mengembalikan nuansa tempo dulu lantaran wilayah ini atau Mentaok menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Mataram Islam dan Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat.

"Kita awali perjuangan dengan Jadah Tempe yang sudah legendaris dan makanan otentik yang ini kehidupan malam di Kotagede itu kan terkenal orang tirakat, bagaimana supaya di sini itu jadi sentra bakmi, sentra kuliner berbagai jenis kan sudah banyak berdiri. Kotagede sekarang kan banyak orang jualan bakmi, harapan kita ke depan ini bisa jadi sentra bakmi Jawa Kotagede. Jadi nanti ada tidak hanya puluhan bahkan ratusan orang bisa berkarya di sini," ungkap dia.

Bagi Beja Wiryanto Jadah Tempe merupakan makanan para pejuang yang sarat makna filosofi. Beja Wiryanto menjelaskan, Jadah Tempe juga merupakan perlambang merah putih, tempe bacem diolah dengan gula jawa sebagai perlambang warna merah, dan jadah perlambang warna putih.

Lebih lanjut Beja mengakui, hadirnya Jadah Tempe di Kotagede sebagai bentuk eksistensi keterkaitannya Jadah Tempe dan keberadaan budaya kerajaan mataram islam di Kotagede.

"Jadah Tempe itukan dulu eyang saya diminta jualan oleh Hamengkubuwono kesembilan. Kotagede ini dulu ada mentaok, Kotagede ini, dulu pertamakali Mataram. Jadi yang sekarang banyak orang sudah meninggalkan sejarah itu," ucap Bejo.

Sementara itu, meski disajikan dengan menikmati nuansa bangunan khas Jawa, dan serasa makan di rumah sendiri, namun harga yang ditawarkan masih terjangkau, untuk jadah tempe perpasang Rp 3.500, maupun paket besek Rp 35.000-Rp 41.000.

"Jadah Tempe inikan sebenarnya makanan para pejuang tempo dulu, makanya dari tahun empat puluh sampai hari ini masih bisa dilestarikan sebagai makanan yang otentik itu sarat dengan perjuangan, saraf dengan filosofi," pungkas Beja.

Kampung Kuliner Kotagede Tak hanya Jadah Tempe, menyusuri kawasan Kotagede sebagai salah satu kawasan cagar budaya yang ada di kota Yogyakarta dengan berbagai peninggalan-peninggalannya sebagai ibukota kerajaan mataram islam.

Selain kekayaan sejarah yang menarik untuk ditelusuri wisatawan domestik maupun mancanegara, kini Kotagede juga memiliki daya tarik kuliner legendaris yang dapat melengkapi perjalanan wisata budaya yang ada di kawasan Selatan kota Yogyakarta itu.

Tidak hanya dapat menikmati jadah tempe, namun wisatawan maupun penikmat makanan tradisional juga dapat menikmati Bakmi Jawa maupun minuman wedang ronde.

Berada di jalan Nyi Pembayun No. 6 Yogyakarta, wisatawan dapat menyantap kuliner Bakmi Jawa sembari menikmati suasana rumah tempo dulu.

Juru masak sekaligus pemilik Bakmi Jawa, Tri Harjono mengatakan, bergelut di dunia kuliner bakmi jawa sejak tahun 2011 silam, bumbu olahan bakmi hampir semuanya sama dengan bumbu-bumbu bakmi Jawa yang ada.

"Bumbunya sama tapi ada resep sendiri dari simbah. Simbah saya yang dulu pernah jualan di pasar Kotagede tahun 60an yang terkenal dengan bakmi Mbah Tebok, saya jatuhnya cucu tapi saya tidak pakai nama simbah," kata Tri.

Memiliki nama yang cukup dikenal masyarakat luas Bakmi Jowo "Thukul", Tri Harjono mengaku, nama tersebut dipilih karena tidak sedikit kerabatnya mengatakan dirinya mirip dengan artis Tukul Arwana.

"Nama Thukul karena kata teman-teman kalau melihat saya kayak Tukul," kata Tri, menambahkan.

Bakmi Jawa yang di dalamnya terdapat menu diantaranya bakmi godhok, bakmi goreng, nasi goreng, nasi godhok di jual per porsi Rp 17.000.

Memiliki ke khasan dari mie yang disajikan, Tri Harjono menyebut, bahwa bahan baku pembuatan mie menggunakan sayuran.

"Disini yang istimewa mie goreng dan mie godhok, dan banyak yang disuka bakmi Plencing. Bakmi Plencing itu kalau sayuran, sayuran Plencing saya bikin mie," pungkas Tri.