Antv – Maroko lolos ke perempat final Piala Dunia 2022 setelah menyingkirkan Spanyol 3-0 lewat adu penalti pada babak 16 besar di Stadion Education City, Selasa (6/12/2022) malam WIB. Adu penalti digelar setelah kedua tim bermain imbang 0-0 hingga perpanjangan waktu.
Adalah kiper Yassine Bounou alias Bono, yang bermain di Liga Spanyol bersama Sevilla ini, menjadi pembeda manakala mampu mementahkan tendangan penalti tiga pemain Matador, Pablo Sarabia, Carlos Soler, dan Sergio Busquets.
Tiga gol Maroko dalam adu penalti dicetak Abdelhamid Sabiri, Hakim Ziyech, dan Achraf Hakimi. Satu-satunya pemain yang gagal mencetak gol adalah Badr Benoun.
Maroko selanjutnya akan menghadapi Portugal di babak delapan besar. Portugal lolos ke perempat final usai menghancurkan Swiss, 6-1. Babak perempat final ini merupakan prestasi terbaik bagi Maroko selama 5 kali tampil di Piala Dunia.
Diketahui, Timnas Maroko yang berjuluk Singa Atlas hanya mencapai sekali babak 16 besar pada Piala Dunia 1986. Selebihnya, tidak mampu melewati babak grup.
Terdapat beberapa fakta menarik dari sukses Maroko menaklukkan dan mengirim Spanyol pulang, yaitu:
- Maroko adalah tim Afrika keempat yang mencapai perempat final turnamen Piala Dunia setelah Kamerun pada 1990, Senegal pada 2002, dan Ghana pada 2010.
- Maroko adalah negara Afrika pertama yang memenangkan adu penalti di Piala Dunia dan ini merupakan yang kedua yang diperebutkan oleh tim Afrika (sebelumnya Ghana v Uruguay, 2010).
- Pahlawan Maroko dalam adu penalti di 16 besar adalah kiper Yassine Bounou alias Bono yang bermain untuk klub Spanyol, Sevilla.
- Selain Bono ada 3 pemain Maroko lainnya di Piala Dunia 2022 yang berkarier di Spanyol. Mereka adalah Jawad El Yamiq (Valladolid), Abde Ezzalzouli (Osasuna), dan Youssef En-Nesyri (Sevilla).
Meniilik dari sejarah negaranya, Nama resmi Kerajaan Maroko dalam bahasa Arab adalah al-Mamlaka al-Ma'ribiyya yang bila diterjemahkan menjadi Kerajaan Barat. Kata al-Ma'rib atau Barat pun seringkali digunakan untuk merujuk negara ini. Untuk keperluan penelitian sejarah, sejarawan abad pertengahan menggunakan Al-Maghrib al Aq atau Yang Terjauh di Barat untuk merujuk Maroko.
Nama Inggris Maroko, yakni Morocco, berasal dari kata Spanyol, Marruecos, yang diambil dari bahasa Latin abad pertengahan, Morroch, yang merujuk pada bekas ibukota Almoravid and Almohad, Marrakesh.
Di dalam bahasa Parsi dan Urdu, Maroko secara sederhana disebut Marrakesh, seperti nama di masa pra-modern Arab. Di dalam bahasa Turki, Maroko disebut Fas yang berasal dari ibukota kuno Idrisid dan Marinid, yakni Fes.
Ada dugaan bahwa kata Marrakesh kemungkinan merupakan kombinasi dua kata dalam bahasa Barber, yakni Mur-Akush yang berarti Tanah Tuhan.
Wilayah yang kini dikenal dengan Maroko telah dihuni sejak zaman Neolitikum, setidaknya sekitar 8.000 sebelum Masehi. Di masa itu, kawasan ini tidak setandus yang kita kenal sekarang.
Di zaman klasik, Maroko juga dikenal sebagai Mauritania (yang namanya mirip dengan nama negara di Laut India).
Penelitian yang dilakukan selama berpuluh tahun menemukan suku bangsa yang memberikan sumbangan genetik kepada manusia Maroko saat ini, mulai dari Amazighs/Berbers, suku bangsa yang utama, lalu Arabs, Iberians, Phoenicians, Yahudi Sephardik, dan Afrika Sub-Sahara.
Afrika Utara dan Maroko di masa lalu perlahan tapi pasti semakin terintegrasi dengan kawasan perdagangan Mediterania yang dikendalikan pedagang dan pemukim Phoenician di awal masa Klasik.
Pemukiman utama Phoenician di masa itu terletak di Chellah, Lixus dan Mogador.
Mogador sendiri diduga telah dihuni oleh keluarga-keluarga Phoenician pada abad ke-6 SM.
Kehadiran orang-orang Phoenician di kawasan itu memberikan bukti bahwa sejak lama Maroko terlibat aktif dalam perdagangan yang melibatkan Kekaisaran Romawi dan dikenal sebagai Mauretania Tingitana.
Di abak ke-5, bersamaan dengan kehancuran Kekaisaran Romawi, kawasan ini jatuh ke tangan suku-suku Vandals, Visigoths, dan kemudian Yunani-Bizantium. Sepanjang masa ini, bagaimanapun juga, kawasan pegunungan Maroko tidak dapat ditaklukkan oleh pendatang. Wilayah di pegunungan ini tetap dikusai suku Barber.
Agama Kristen diperkenalkan di Maroko pada abad ke-2 M dan menjadi begitu populer di kawasan perkotaan juga di kalangan suku Barber.
Di abad ke-7 M, tepanya pada tahun 670 M, pasukan Umayyah yang dipimpin Uqba ibn Nafi menaklukkan Afrika Utara.
Orang-orang Arab membawa adat kebiasaan, budaya dan agama Islam. Orang-orang Barber beramai-ramai memeluk Islam dan beberapa kerajaan Islam berukuran kecil berdiri di kawasan itu seperti Kerajaan Nekor dan Kerajaan Barghawata.
Di bawah Idris ibn Abdallah, pendiri Dinasti Idrisiah, kawasan yang telah dipersatukan itu segera memutus hubungan mereka dengan Bani Abasiah yang berada di Baghdad dan Bani Umayyah di berada di Damaskus dan menguasai hingga Andalusia.
Wangsa Idrisiah mendirikan kota Fes yang kemudian dikenal sebagai pusat pendidikan dan pusat kekuasaan di kawasan itu.
Setelah kekuasaan bani Idrisiah memudar, orang-orang Arab mulai kehilangan kontrol politik di Maroko. Sementara orang-orang Barber setelah memeluk Islam membentuk pemerintahan dan mulai mengambil alih kekuasaan.
Maroko pun mencapai puncak keemasannya di bawah kekuasaan Barber setelah abad ke-11 M. Dinasti Almoravids, Almohads, kemudian Marinid dan akhirnya Saadi berusaha mengembangkan pengaruh Maroko ke seluruh Baratlaut Afrika.
Menyusul pembantaian dan pengusiran di Eropa yang dikenal dengan Reconquista di Semenanjung Iberia, orang-orang Muslim, bersama orang-orang Yahudi, melarikan diri dan menyeberang ke Maroko.
Setelah keluarga Saadi dari Dinasti Alawi berkuasa, Maroko menghadapi serangan dari Spanyol dan Kekaisaran Otoman Turki yang bergerak ke arah barat.
Alawi berhasil mempertahankan kekuasaan, dan semakin kaya disbanding sebelumnya, walaupun mereka kehilangan banyak wilayah.
Pada tahun 1684, Alwai menginvasi Tangier. Pada kurun 1672 hingga 1727 pemerintahan di bawah Ismail bin Sharif yang berlawanan dengan suku-suku local mulai membentuk satu negara.
Maroko adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan Amerika Serikat sebagai sebuah negara yang merdeka pada tahun 1787.
Hubungan baik dengan Amerika telah terbentuk setidaknya satu dekade sebelum itu. Ketika kapal-kapal dagang Amerika diserang oleh bajak laut, pada bulan Desember 1777, Sultan Muhammad III dari Maroko menyatakan bahwa semua kapal dagang Amerika yang melintas di Atlantik Utara berada di bawah perlindungan Maroko.
Kini perjanjian persahabatan antara Amerika dan Maroko menjadi perjanjian persahabatan tertua di Amerika yang tidak pernah lekang.
Keberhasilan Portugis menguasai pantai-pantai Samudera Atlantik di abad ke-15 tidak berdampak pada jantung Mediteranian di Maroko.
Setelah Perang Napoleon, Mesir dan Afrika Utara perlahan tapi pasti melepaskan pengaruh Istanbul. Dan bersamaan dengan industrialisasi Eropa, Maroko pun, seperti juga seluruh wilayah Afrika, menjadi kawasan yang begitu berharga dan penting untuk dikuasai.
Prancis mulai memperlihatkan keinginan mereka menaklukkan Maroko pada tahun 1830. Kekuasaan Prancis di Maroko yang diakui Inggris pada tahun 1904, memancing reaksi keras dari Jerman.
Krisis yang terjadi di tahun 1905 pun menghasilkan Konferensi Algeciras di Spanyol tahun 1906. Dalam konferensi itu, kekuasaan Prancis di Maroko semakin diakui.
Krisis politik di Eropa yang dipicu oleh perebutan pengaruh terhadap Maroko di Eropa kembali terjadi pada tahun 1912 setelah Maroko dan Prancis menandatangani Perjanjian Fez yang menjelaskan bahwa posisi Maroko berada di bawah perlindungan Prancis.
Di dalam Perjanjian Fez itu juga disebutkan bahwa bahwa Spanyol memperoleh hak menguasai kawasan selatan Maroko yang dikenal.
Walau berstatus sebagai sebuah begara yang berada di bawah perlindungan Prancis, namun kehidupan politik di Maroko ketika itu sungguh berwarna.
Politisi-politisi Maroko memanfaatkan Atlantik Charter yang ditandatangani oleh pemimpin AS dan Inggris yang isinya antara lain memberikan hak bagi setiap orang untuk menentukan kedaulatan.
Manifesto yang disampaikan Partai Istiqlal pada tahun 1944 merupakan salah satu permintaan yang disampaikan partai politik Maroko secara terbuka di masa itu.
Pada bulan Agustus 1953, Ahmed Belbachir Haskouri, salah seorang tangan kanan Sultan Muhammad V memproklamirkan Sultan Muhammad V sebagai penguasa Maroko yang sah.
Pada Oktober 1955, kelompok Jaish al-Tahrir atau Pasukan Pembebasan yang dibentuk oleh Komite Pembebasan Arab Maghrib melancarkan serangan ke jantung pertahanan dan pemukiman Prancis di kota-kota besar di Maroko.
Peristiwa di atas, bersama peristiwa lain di masa itu telah meningkatkan solidaritas di kalangan orang Maroko.
Masyarakat Maroko mengenal masa itu sebagai masa revolusi yang digerakkan oleh Raja dan Rakyat atau Taourat al-Malik wa Shaab dan dirayakan setiap tanggal 20 Agustus.