Tips Membedakan Sertifikat Tanah dan Rumah Asli dengan yang Palsu

Tips Membedakan Sertifikat Tanah dan Rumah Asli dengan yang Palsu (Foto : Twitter)

Antv – Sejak dahulu kala, tanah dan rumah selalu menjadi pokok perseteruan baik antar saudara mapun pihak lainnya yang berawal dari saling klaim keaslian sertifikat tanah dan rumah, maupun soal hak ahli waris.

Sudah banyak kasus sengketa tanah yang bermula dari sertifikat rumah palsu. Terlebih mafia tanah sudah merajalela di mana-mana dengan korban yang tak sedikit, dari kalangan pejabat hingga artis.

Karena itulah agar tidak menyesal di kemudian hari, luangkan waktu untuk mengecek keaslian dari sertifikat rumah.

Berikut cara membedakan sertifikat rumah asli dengan yang palsu termasuk contohnya:

Apa Saja yang Ada di Dalam Sertifikat Rumah Asli?

Untuk mengetahui sebuah sertifikat rumah asli atau palsu, Anda bisa mulai dengan mengenali hal-hal apa saja yang harus ada dalam sebuah sertifikat rumah asli.

Ada beberapa hal yang perlu Anda cermati.

Halaman Depan

Pada bagian paling atas sebelah kanan tertulis “DAFTAR ISIAN” dengan nomor di sebelahnya. Nomor tersebut merupakan sebuah kode, misalnya nomor 206 menunjukkan buku tersebut merupakan sertifikat hak atas tanah.

Sedangkan nomor 205 berarti buku tanah. Lalu di bawah tulisan “SERTIPIKAT” tertulis “Hak:…” ini menunjukkan jenis sertifikat tersebut, apakah hak milik atau hak guna.

Bila merupakan sertifikat hak milik maka akan ditulis “milik”. Di sebelahnya adalah nomor, yaitu nomor sertifikat tersebut.

Kemudian terdapat baris bertuliskan nama provinsi, kota atau kabupaten, kecamatan, dan kelurahan di mana objek properti tersebut berada. Dan di sebelah kiri bawah tercantum kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai daerah sertifikat tersebut.

Di kanan bawah ada pula “DAFTAR ISIAN 307” beserta nomor dan “DAFTAR ISIAN 208” beserta nomor.

Daftar isian ini merupakan daftar induk administrasi pendaftaran. Digunakan untuk mencatat semua perbuatan hukum dan peristiwa hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah tersebut.

Pada pojok kanan bawah terdapat kotak-kotak, dengan beberapa titik di kotak tersebut.

Kotak tersebut berisi nomor kode provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, jenis sertifikat, dan nomor sertifikat.

Sedang titik adalah jeda antara kode-kode tersebut. Kemudian pada bagian paling bawah ada nomor blangko.

Setiap halaman dalam sertifikat ini juga memiliki nomor blangko yang tercetak pada bagian bawah.

Halaman Dalam

Setelah halaman depan terdapat lembaran “PENDAFTARAN PERTAMA”.

Di sini terdapat semacam tabel dengan kolom-kolom yang berisi nama pemegang hak, Nomor Identifikasi Bidang (NIB), nomor, desa/kelurahan, tanggal lahir pemilik, asal hak, dasar penerbitan, dan sebagainya.

Halaman surat ukur Di dalam sertifikat juga terdapat halaman “SURAT UKUR”.

Di halaman ini ada nomor sertifikat dan NIB. Di sini juga terdapat keterangan mengenai lokasi properti tersebut, mulai dari provinsi, kabupaten/kotamadya, kecamatan, kelurahan/desa.

Ada pula denah yang menunjukkan bentuk tanah. Jika berbicara mengenai legalitas rumah, maka sertifikat rumah adalah yang paling utama. Baik ketika ingin menjual atau membeli rumah, hal ini sangat penting untuk diperhatikan agar tidak terjadi kerugian.

Cara Membedakan Sertifikat Rumah Asli dan Palsu

Memang cara paling akurat untuk mengecek keaslian sertifikat rumah adalah dengan mengeceknya ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Tetapi sebenarnya Anda bisa mengecek sendiri apakah sertifikat rumah asli atau palsu. Ibarat pertolongan pertama atau pertolongan dasar sebelum Anda pergi ke BPN.

Yang perlu Anda lakukan adalah memahami kode-kode yang tercantum pada sertifikat rumah asli.

Dengan mengetahui sedikit ilmu tentang sertifikat rumah setidaknya Anda memiliki pegangan dasar saat akan melakukan transaksi jual beli rumah.

1. Perhatikan nomor di kotak-kotak pada halaman depan

Seperti yang disebutkan di atas, ada kotak-kotak di kanan bawah halaman depan sertifikat tanah/rumah. Kotak-kotak tersebut berisi kode letak tanah, status surat tanah, dan nomor surat tanah.

Pada kotak pertama dan kedua adalah kode provinsi (misalnya 01 untuk Aceh atau 10 untuk DKI Jakarta), lalu kode kabupaten/kotamadya, kemudian kode kecamatan, kode desa/kelurahan, kode jenis surat tanah, dan nomor sertifikat. Setiap kode dipisahkan oleh titik.

Jenis surat tanah ada delapan dengan masing-masing kode, yaitu:

1 = Hak milik

2 = Hak guna bangunan

3 = Hak guna bangunan dan hak pakai

4 = Tanah hak pengelolaan

5 = Tanah wakaf

6 = Hak milik atas satuan rumah susun

7 = Hak tanggungan

8 = Tanah negara

Lihat kode jenis surat tanah tersebut apakah sudah sesuai. Apakah nomor “1” untuk hak milik atau nomor kode lain.

Bila sudah sesuai maka surat tersebut benar adanya. Lalu perhatikan apakah nomor kode sertifikat di kotak-kotak terakhir sama dengan nomor yang ada di bawah tulisan “SERTIPIKAT”.

Kode-kode provinsi, kabupaten/kotamadya, kecamatan, dan kelurahan, dalam kotak tersebut harus sinkron dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

2. Perhatikan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) pada halaman dalam

Nomor NIB ada pada poin ‘B’ kolom “PENDAFTARAN PERTAMA”. Nomor ini harus sama dengan kode yang ada pada halaman depan namun tanpa nomor kode jenis surat tanah.

Artinya, sama dengan digit 1 hingga 8 yang ada pada halaman depan. Anda perlu curiga bila nomor tersebut tidak sinkron.

3. Perhatikan NIB pada surat ukur

NIB dengan nomor yang sama juga harus tertera pada halaman surat ukur dan denah bentuk tanah.

Pada denah bentuk tanah, NIB tercetak dengan huruf tebal. Cek apakah keduanya juga sama dengan nomor NIB yang ada di depan.

4. Cek nama pemilik

Nama pemilik ada di halaman dalam kolom ‘f’. Di bawah nama pemilik ada tanggal lahir dari pemilik.

Cek apakah nama dan tanggal lahir tersebut sama dengan kartu identitas (KTP) pemiliknya.

5. Cek sertifikat dengan PBB

Pada PBB juga tertera letak objek tanah. Cek apakah keterangan letak objek tanah tersebut sama dengan NIB. Bila berbeda Anda perlu waspada.

Ada beberapa contoh atau jenis sertifikat rumah asli yang beredar di Indonesia. Jenis sertifikat tersebut tertuang dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) no. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.

Berikut contohnya:

1. Sertifikat Hak Milik (SHM)

Ini merupakan bukti kepemilikan terkuat atas tanah atau rumah. Tidak ada batas waktu penggunaan. T

anah dengan sertifikat SHM dapat diwariskan ke anak cucu. Di mata hukum, SHM juga menempati tahta tertinggi.

2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)

Pemegang sertifikat ini hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu, yaitu 30 tahun. Namun statusnya dapat ditingkatkan menjadi hak milik.

3. Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)

Ini adalah bukti kepemilikan terhadap rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama.

SHRS dapat dipindahtangankan, pun dijadikan jaminan ke bank bila suatu saat Anda membutuhkan dana.

4. Girik atau petok

Sebenarnya ini bukanlah sertifikat, namun merupakan jenis administrasi desa untuk pertanahan yang menunjukkan penguasaan atas lahan.

Sebaiknya segera urus sertifikat bila surat yang ada di tangan Anda berupa girik.

5. Akta Jual Beli (AJB)

Sebenarnya AJB bukan sertifikat, melainkan perjanjian jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Karena AJB kekuatan hukumnya lemah makan sebaiknya pemegang AJB segera mengurus SHM.

Tips Agar Tidak Tertipu dengan Sertifikat Rumah Palsu

Harga tanah yang tinggi mampu menggoda orang untuk melakukan segala cara agar mendapat keuntungan, termasuk menjual rumah dengan menggunakan sertifikat rumah palsu.

Oleh sebab itu, meski Anda sudah jatuh cinta dengan rumah tersebut sebaiknya tetap waspada.

Cobalah berhati-hati dengan melakukan beberapa hal ini:

Cek fisik sertifikat ketika diperlihatkan kepada Anda. Sampul atau cover sertifikat rumah asli warnanya adalah hijau sesuai dengan yang dikeluarkan oleh BPN.

Sedangkan warna sertifikat palsu umumnya berwarna keabu-abuan. Cek kode atau nomor dalam sertifikat tersebut lalu crosscheck dengan identitas pemilik (KTP) dan PBB.

Untuk lebih menguatkan, cek keaslian sertifikat rumah dengan membawanya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Proses pengecekan ini umumnya tak lama, hanya satu hari.

Sedikit kehati-hatian akan memperlancar proses transaksi jual beli rumah. Juga akan membuat Anda terhindar dari persengketaan tanah yang melelahkan dan menguras waktu dan dana.