Indahnya Masjid Agung Lumpur di Kota Tua Djenné

Masjid Agung Djenné, Mali, Afrika (1907) (Foto : photo: herr_hartmann, CC BY-NC 2.0)

 

Restorasi Masjid Agung Djenné. (Foto : Félix Dubois, Timbuctoo the Mysterious (London: William Heinemann, 1897), hal. 157)

 

 

Di tangan Syekh Amadou pulalah, masjid yang 99 persen terbuat dari tanah liat ini mengalami beberapa kali renovasi, seperti renovasi pada 1830 M lantaran bangunan pertama sudah lapuh dan runtuh. Sedangkan, bangunan ketiga dilakukan oleh para saudagar setempat pada 1906.

Dinding Masjid yang dibangun di atas tanah seluas 5.625 meter persegi ini terbuat dari bata lumpur yang dijemur di bawah matahari (disebut ferey), sedangkan bagian luarnya diplester dengan lumpur yang lembut. Mihrabnya dimahkotai dengan tiga menara setinggi 11 meter dan menonjol di atas dinding utama. Setiap menara pun berisi tangga spiral yang mengarah ke atap dan di atas puncak menara berbentuk kerucut telur burung unta, yang dianggap sebagai simbol kemurnian dan kesuburan.

Ruangan terbesar di Masjid Agung Djenné mampu menampung 3.000 jamaah meski tidak semua lantai beralaskan ubin. Masjid ini memiliki beberapa ruang besar dan banyak koridor, dipisahkan oleh kolom. Satu setengah dari masjid adalah ruang doa terbuka yang lainnya ditutupi dengan atap yang didukung oleh 90 pilar kayu.