Bhinneka Tunggal Ika di Era Konvergensi Media

Bhinneka Tunggal Ika di Era Konvergensi Media (Foto : Ilustrasi-Pixabay)

Antv – Perayaan hari kemerdekaan RI membawa secercah asa, semangat untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat senantiasa menjadi suara yang dilantangkan bersama di seluruh pelosok negeri.

Indonesia yang telah 77 tahun mengibarkan Sang Merah Putih, tidak hanya di bumi pertiwi namun juga di mata dunia, kini semakin tangguh menghadapi segala tantangan yang ada. Indonesia yang terbentang di atas 17.000 pulau, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote, terdiri oleh beragam suku, bahasa dan budaya namun tetap berada dalam satu jiwa, ideologi Pancasila.

Keberagaman sejatinya menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa bagi Indonesia, hal ini sejalan dengan semboyan yang terukir pada pita burung Garuda Pancasila, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Semboyan negara ini diatur secara konstitusional dalam pasal 36A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Makna dari semboyan ini pun memiliki nilai historis dan filosofis yang sangat mendalam, Bhinneka Tunggal Ika diambil dari bahasa Jawa kuno, dalam kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular, yang artinya adalah meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap satu kesatuan.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjadi perekat sekaligus pengingat bahwa bangsa Indonesia itu satu kebersamaan meskipun kini zaman telah jauh berbeda.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semakin pesat serta telah merubah wajah peradaban manusia. Hal ini seperti yang digambarkan oleh McLuhan dalam determinasi teknologi.

Beliau membagi perkembangan teknologi komunikasi dalam 4 era peradaban, yaitu : Era Tribal, Era Literasi, Era Cetak dan Era Elektronik.

Era Tribal atau peradaban yang menitikberatkan pada suara dan pendengaran sebagai teknologi alami pada zaman suku purba.

Era Literasi menghadirkan simbol, fonetik dan alfabet yang menggeser indera pendengaran menjadi indera penglihatan.

Komunikasi terjadi dalam bentuk tulisan, yang turut memicu berkembangnya ilmu pengetahuan, matematika, filsafat, dan lainnya. Memasuki Era Cetak, dengan hadirnya mesin cetak oleh Guttenberg, tulisan dapat dicetak secara massal dan komunikasi melalui media cetak semakin menyebar luas ke seluruh dunia.

Komunikasi massa melalui media massa cetak mendorong perubahan cara berpikir dan bertindak manusia jadi semakin luas.

Terakhir Era Elektronik, teknologi komunikasi berbasis elektronik dan komputer menghadirkan media seperti telegram, radio, film, televisi, dan internet.

Kehadiran media internet memposisikan peradaban manusia ke dalam dunia yang semakin kecil dan saling terhubung, yang disebut dengan Desa Global (Global Village).

Peradaban teknologi internet dan komputerisasi kini juga telah berada di tengah masyarakat Indonesia yang semakin terhubung bahkan mencakup segala aspek kehidupan mulai dari bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, hukum, hingga tata kelola pemerintahan, yang lebih dikenal dengan istilah Internet of Things (IoT). 

Kehadiran internet dan media digital di Indonesia terus tumbuh secara signifikan. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan pengguna media sosial yang telah menembus angka 191 juta pengguna pada tahun 2022.

Media sosial yang banyak diminati saat ini seperti Instagram, Facebook, Twitter, Tiktok dan Youtube tidak hanya dapat diakses melalui komputer dan laptop namun juga perangkat seluler para pengguna.

Peradaban di era digital ini pun mendorong perubahan pola konsumsi media di masyarakat Indonesia yang semakin lintas platform dengan paparan konten informasi serta hiburan yang jauh semakin beragam dan melampaui batas ruang dan waktu.

Keberadaan internet dan media digital tidak menggantikan peran media konvensional yang lebih dulu hadir seperti televisi. Justru terjadi relasi yang mengidentifikasikan sebuah proses penyatuan teknologi, industri, dan juga konten sebagai sebuah konsep yang dikenal dengan istilah konvergensi media.

Burnett dan Marshall menjelaskan gagasan tentang konvergensi media sebagai penggabungan industri media, telekomunikasi, dan komputer menjadi sebuah bentuk yang bersatu serta berfungsi sebagai media komunikasi dalam bentuk digital. Konsep penggabungan media ini juga memposisikan masyarakat Indonesia tidak hanya sebatas sebagai audiens yang menerima dan menikmati konten, namun juga membuka peluang untuk berperan sebagai pemilik media yang dapat melakukan produksi konten melalui sosial media. 

Semangat Bhinneka Tunggal Ika di era konvergensi media, menghadirkan ruang serta dimensi untuk keberagaman konten lintas platform namun tetap terintegrasi.

Salah satu contoh nyata adalah konten viral seorang penyanyi cilik asal Banyuwangi, Jawa Timur, Farel Prayoga yang dengan penuh percaya diri menyanyikan lagu “Ojo Dibandingke” pada perayaan Dirgahayu RI di Istana Negara.

Penampilan Farel dengan lagu bergenre koplo ini pun sontak membuat Presiden Joko Widodo dan tamu undangan tersenyum, bahkan beberapa Menteri ikut berjoget memeriahkan momen kebersamaan ini dengan mengenakan warna-warni baju adat dari setiap suku di Indonesia.

Konten yang ditayangkan secara langsung oleh televisi nasional, termasuk ANTV, ini menarik perhatian masyarakat Indonesia. Tidak berhenti di siaran televisi, seluruh aset digital milik Viva Group juga terintegrasi menyajikan konten tersebut melalui situs berita online antvklik.com, Viva.co.id, juga Intipseleb.com.

Akun sosial media juga memproduksi konten yang sama dengan penyajian yang khas sesuai karakter masing-masing platform sosial media.

Kini era konvergensi media telah membangun kebersamaan di tengah keberagaman masyarakat Indonesia melalui penyajian konten informasi dan hiburan. Sehingga menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu dalam lanskap konvergensi media di Indonesia.

Penulis. (Foto : Aris Nugroho - Finalis Employee Journalism Digital ANTV)

Penulis: Aris Nugroho - Finalis Employee Journalism Digital ANTV