Dalam sebuah seminar Mei lalu, Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, dr. Robert John Pattiselano mengatakan: Sebanyak 12% anak remaja 10-18 tahun, kekurangan zat besi. Dampak buruknya berpengaruh pada, penurunan imunitas, kinsentrasi, prestasi belajar kebugaran, dan produktivitas.
Selain itu, pola makan remaja yang tergambar dari data Global School Health Survey tahun 2015, antara lain: Tidak selalu sarapan (65,2%), sebagaiman ditulis di laman Sehatnya Negeriku: sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6%) dan sering mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7%). Selain itu, remaja juga cenderung menerapkan pola sedentary life, sehingga kurang melakukan aktifitas fisik (42,5%). Hal-hal ini meningkatkan risiko seseorang menjadi gemuk, overweight, bahkan obesitas.
Jadi, jika kami bertiga melihat fisik pada anak-anak kita skuad U16, rasanya tidak keliru. Mengapa hal itu bisa terjadi? Ya, apalagi jika bukan karena kesederhaan hidup dan kurangnya pengetahuan tentang itu. Rata-rata orang tua para pemain bola kita ya hidup serba pas-pasan. Akibatnya pola makan yang diterapkan dikeluarga AMK (Asal Makan Kenyang). Dengan begitu, ya fisik prima tidak mungkin terbangun.
Sementara untuk para pemain senior saat ini, ketahanan fisik mereka terlihat sudah membaik. Mengapa? Ya, karena mereka rata-rata anak-anak yang lahir dan besar di Eropa sehingga kebutuhannya tercukupi.
Jadi, saya berharap PSSI bisa segera memperbaiki kebutuhan untuk menopang fisik yang bagi para pemain. Selain itu, PSSI hebdaknya juga bisa menambah jam gerbang anak-anak agar dapat memetik ilmu lebih banyak lagi.
Sekali lagi, meski Raihan cs berhenti di semifinal Piala AFF 2024, kebanggan kami tidak berkurang sedikit pun. Saya dan pasti juga kita semua, bisa menaruh harapan pada tim ini.
Maju terus sepakbola Indonesia...