Antara Sepak Bola, Hukum dan Filsafat

Antara Sepak bola, Hukum dan Filsafat (Foto : Ilustrasi)

Filsafat adalah ilmu bagi segala ilmu yang dengannya seseorang dapat menguak fenomena atau menjawab sesuatu yang “ada” secara menyeluruh (Suriasumantri, 1989). Cara berpikir filsafati membantu untuk memahami suatu yang “ada.” Berpikir mengenai hakikat akan membawa pikiran pada pemahaman mengenai yang “ada.”

Berpikir mengenai bagaimana sesuatu itu “ada” atau menjadi “ada” membantu memahami suatu itu benar dan sebagaimana adanya. Berpikir mengenai tujuannya “adanya sesuatu” membantu untuk mengerti keberadaannya pada ruang dan waktu kehidupan. Filsafat adalah soal kritik terhadap jawaban seadanya sekaligus usaha mencari jawaban yang benar (Suseno,1991).

Jawaban lainnya pun dapat diproduksi. Sepak bola adalah permainan prestasi dengan segala kemegahan dan kemungkinan dari ketidakmungkinan. Jutaan anak di dunia bermimpi untuk menjadi Diego Armando Maradona, Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Kylian Mbappe, Erling Halaand untuk menyebut beberapa nama pesepakbola tersohor. Sepak bola merupakan satu peluang terbaik untuk melepaskan diri dari kemiskinan, kekalahan dalam status sosial ekonomi, sekaligus menikmati hidup dalam pengertian superlatif yang tersedia. Tetapi sepak bola pula yang menggambarkan peradaban suatu masyarakat.

Dalam beberapa peristiwa, penonton sepak bola adalah kerumunan yang tidak memiliki identitas akal sehat, kemudian tidak dapat terkendali dan kehilangan kesadaran individualistik, tidak lagi berbelas kasihan terhadap sesama, melainkan melampiaskan amarah yang absurd. Dalam hal demikian, pada peristiwa sepak bola yang sesungguhnya adalah hiburan, tetapi ketika terjadi pengrusakan barang dan bahkan jiwa pun dihancurkan, maka tidak ada sarana lain, kecuali hukum sebagai ultimum remedium. Dalam keadaan normal pun hukum dibutuhkan sepak bola.

Perjanjian antara pemain dengan klub, perjanjian klub dengan asosiasi, perjanjian klub dengan pengelola liga, perjanjian klub dan atau pemain dengan sponsor (Siekmann, Soek, 2011) dan masih banyak lainnya.

Hukum merupakan penjaga kedamaian dalam peradaban sepak bola. Tidak hanya tertuju pada pemegang saham persepakbolaan seperti pemain, pengurus, wasit, tetapi juga supporter, masyarakat umum, negara.

Albert Camus (1913-1960) tidak sedang membesar-besarkan ketika menyatakan soal moralitas dan kewajiban sepak bola dari mana ia belajar dan memahami kehidupan. Sepak bola menempatkan moralitas dan kewajiban sebagai nilai luhurnya.