Antv – Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar sidang isbat untuk menentukan Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah, mulai Selasa sore ini (9/4/2024).
Kegiatan yang juga diikuti seluruh perwakilan organisasi masyarakat (ormas) Islam serta diplomat dari sejumlah negara sahabat itu, rutin dilakukan oleh pemerintah dalam menetapkan awal Ramadhan dan Idul Fitri.
Dalam sidang isbat akan dipaparkan tentang pengamatan posisi hilal atau bagian bulan pada hari setelah terjadinya ijtima atau konjungsi.
Posisi hilal itu digunakan buat menetapkan awal Ramadhan sebagai dimulainya ibadah sebulan penuh, maupun 1 Syawal, sebagai Hari Raya.
Paparan pengamatan hilal dari sejumlah daerah di Indonesia kemudian dilanjutkan dengan sidang secara tertutup, kemudian hasilnya dipaparkan secara langsung dan disiarkan media massa.
Lantas Kapan pertama kali sidang isbat digelar?
Dikutip dari situs Kemenag, sejak 1946, tahun pertama berdirinya Kementerian Agama, telah diterbitkan regulasi tentang kewenangan menetapkan hari raya yang terkait dengan peribadatan sebagai Hari Libur.
Mengutip tulisan M. Fuad Nasar, mantan Sesditjen Bimas Islam, saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang, regulasi dimaksud adalah Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 2/Um.
Menurut konsiderans Penetapan Pemerintah tersebut; perlu diadakan aturan tentang hari raya setelah mendengar Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, untuk seterusnya tiap-tiap tahun hari raya tersebut ditetapkan oleh Menteri Agama.
Penetapan Pemerintah Nomor 2/Um ditetapkan di Yogyakarta pada 18 Juni 1946 oleh Presiden Soekarno dan Menteri Agama H. Rasjidi serta diumumkan oleh Sekretaris Negara A.G. Pringgodigdo.
Penetapan Pemerintah dalam konteks masa itu menyebut hari raya terdiri dari Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen dan Hari Raya Tiong Hwa.
Sejak dekade 1950-an, sebagian sumber menyebut tahun 1962, pertama kali diadakan Sidang Isbat dalam rangka penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri.
Sidang Isbat diisi dengan paparan ulama/ahli dan pendapat organisasi-organisasi Islam sebelum pengambilan putusan tentang awal Ramadan dan Idul Fitri yang diumumkan kepada masyarakat.
Adapun Sidang Isbat awal Ramadan diadakan setiap 29 Sya’ban. Pengumuman Menteri Agama tentang 1 Ramadan dan Idul Fitri adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat di seluruh Tanah Air.
Dalam buku Agenda Kementerian Agama 1950 -1952 diterbitkan oleh Bagian Publikasi dan Redaksi Djawatan Penerangan Jalan Pertjetakan Negara - Jakarta, Bab Keputusan Kementerian Agama Tentang Hari-Hari Besar terdapat penjelasan, “Penetapan Hari Raya Islam, terutama permulaan Puasa Ramadan, selain dengan memperhitungkan peredaran bulan, juga berdasarkan rukyat maka oleh karena itu penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri pada pokoknya harus menunggu rukyatul hilal yang kelak akan diumumkan pada waktunya.”
Di masa Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri, terbit Keputusan Menteri Agama Nomor 47 Tahun 1963 tentang Perincian Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama, sebagai penyempurnaan regulasi sebelumnya.
Pada pasal 26, Keputusan Menteri Agama Nomor 47 Tahun 1963 diuraikan 47 tugas Departemen Agama, di antaranya ialah “menetapkan tanggal-tanggal hari raya yang ditetapkan sebagai hari libur.” Mekanisme penetapan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha kemudian dilembagakan menjadi Sidang Isbat di Kementerian Agama.
Salah satu langkah monumental Kementerian Agama tahun 1970-an ialah membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR).
Badan Hisab dan Rukyat dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972 dan pertama kali diketuai oleh Sa’adoeddin Djambek, seorang pakar ilmu falak terkemuka Muhammadiyah.
Keanggotaan Badan Hisab dan Rukyat terdiri dari para ulama/ahli yang berkompeten dari berbagai unsur organisasi dan instansi terkait.
Menteri Agama periode 1971 – 1978 Prof. H.A. Mukti Ali sewaktu melantik anggota Badan Hisab dan Rukyat, Agustus 1972, menyampaikan tiga hal berkenaan dengan peran dan tugas Badan Hisab dan Rukyat, sebagai berikut:
Pertama, menentukan hari-hari besar Islam dan hari libur nasional yang berlaku seluruh Indonesia.
Kedua, menyatukan penentuan awal bulan Islam yang berkaitan dengan ibadah umat Islam, seperti 1 Ramadan, 1 Syawal (Idul Fitri), 10 Zulhijjah (Idul Adha).
Ketiga, menjaga persatuan umat Islam, mengatasi pertentangan dan perbedaan dalam pandangan ahli hisab dan rukyat dan meminimalisir adanya perbedaan dalam partisipasi untuk membangun bangsa dan negara.
Badan Hisab dan Rukyat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam sejak dekade terakhir diubah menjadi Tim Hisab dan Rukyat, dan belakangan Tim Unifikasi Kalender Hijriyah.