Antv – Seorang perempuan ASN di Kantor Kesra Setda Kabupaten Maluku Tengah, yang beberapa waktu lalu menjadi korban kekerasan kepala dinas pendidikan dan istrinya, justru ditetapkan sebagai tersangka.
Para pelaku juga melaporkan korban ke pihak kepolisian dengan tuduhan yang sama. Saat ini, ASN tersebut sudah berada di rumah tahanan polsek Amahai Maluku Tengah untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
Adalah Maimuna Pohiyea (50), perempuan yang bekerja sebagai salah satu staf di kantor Kesra, Setda Kabupaten Maluku Tengah.
Maimuna yang beberapa waktu lalu menjadi korban penganiyaan kepala dinas pendidikan dan istrinya, kini justru ditetapkan sebagai tersangka oleh Aparat Kepolisian Resort Maluku Tengah.
Dengan raut kesedihan diikuti isak tangis, Muna mengaku telah ditahan selama sehari di ruang tahanan Polsek Amahai.
Muna pun mempertanyakan penetapan status tersangka oleh penyidik Polres Maluku Tengah kepada dirinya.
Perempuan berusia 50 tahun ini, sebelumnya dijemput penyidik polsek amahai di rumahnya di Masohi, Maluku Tengah. Karena kasusnya masih diselidiki, korban saat ini masih didampingi oleh Pusat Pelayan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Maluku Tengah.
Muna dikabarkan akan dijemput oleh mobil milik Polsek Amahai, namun dibatalkan. Maimuna terlihat dibawa menuju Polsek Amahai menggunakan kendaraan dinas milik oleh Pusat Pelayan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Maluku Tengah.
Selain petugas P2TP2A yang mendampingi, namun terlihat para kerabat korban juga turut serta mengantar korban menuju Mapolsek Amahai.
Kedatangan korban bersama petugas P2TP2A adalah untuk meminta penangguhan penahanan.
Sebelumnya Maimuna telah ditahan selama sehari di ruang tahanan Polsek Amahai. Penahanan kata Maimuna, menurut polisi agar dia tak melarikan diri bahkan menghilangkan alat bukti.
“Saya ini ditahan padahal saya adalah korban. Saya ditahan dengan alasan jangan sampai menghilangkan barang bukti, padahal alat bukti itu kan sudah diambil sama penyidik, jadi saya mau menghilangkan alat bukti apa? saya juga kooperatif karena mengikuti prosedurnya, sekarang sudah satu hari sampai say tidak bisa mandi karena menunggu hari ini akan keluar dari tahanan,” beber perempuan paruh bayah ini.
“Dan hari ini (sabtu-red) pengacara sudah bikin berita acara penangguhan, seharusnya surat penangguhan dijawab dulu, nah sekarang sudah ada berita saya akan dipindahkan ke Polres, berarti saya di tahan lagi,” sambungnya.
Atas surat penahanan oleh Polres Maluku Tengah, ASN Kabupaten Maluku Tengah ini mempertanyakan dasar penahanan dia dari Polsek Amahai ke Rutan Mapolres Maluku Tengah.
“Saya mau tanya, saya ditahan ini dasarnya apa?” tanya Maimuna atas penahanan terhadap dirinya.
Maimuna pun meminta Kapolda bahkan Kapolri, bisa memantau perkembangan kasus yang dialami oleh dia saat ini.
“Saya yang menjadi korban, saya ingin mendapatkan hak saya yang seadil-adilnya”. “Menurut pasal yang dipidanakan kepada saya, itu seharusnya saya tidak ditahan, tapi itu kenapa saya ditahan, jadi memang saya melihat ketidakadilan terhadap saya. Saya mohon kebenaran benar- benar ditegakan dan berat sebelah karena saya tidak punya kemampuan dan kekuasaan sehingga hukum berpihak,” harap Maimuna diikuti isak tangis.
Ia berharap bisa mendapat keadilan hukum terhadap kasusnya saat ini. Untuk itu, selaku korban, Maimuna berharap penuh kepada Kapolda Maluku maupun Kapolri untuk memperhatikan masalah ini dan kasus yang dialaminya.
“Saya mohon kepada Kapolda dan Kapolri karena saya yang sudah dianiaya, yang aniaya tidak mengakui perbuatannya, saya dilapor lagi padahal saya yang membela diri, kemudian lagi difitnah lagi ke media, saya ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula,” harap ASN yang bekerja di Kantor Kesra Setda Maluku Tengah ini.
Diketahui Maimuna diduga merupakan korban pengeroyokan bersama oleh Kepala Dinas Pendidikan Maluku Tengah bersama istrinya yang juga merupakan atasan korban.
Kedua pelaku telah ditetapkan polisi sebagai tersangka karena melakukan tindak pidana kekerasan bersama berujung penganiayaan. Namun ironisnya para pelaku juga melaporkan korban kepada pihak kepolisian dengan tuduhan yang sama.
Korban sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi dengan pasal yang sama yakni pasal 351 KUHP ayat 1 dengan tuduhan melakukan penganiayaan kepada para pelaku.
Sementara itu Kasat Reskrim Polres Maluku Tengah, AKP Galuh Febriansyah menjelaskan soal penahanan tersangka atas nama Maimuna, dari pasal 21 ayat 4 poit b menurutnya disebutkan ada pengecualian bila tidak ada pasal-pasal tersebut. Penahanan tidak bisa dilakukan terkecuali pasal- pasal itu ada.
“Kan pasal 351 tercantum di dalam situ, jadi bisa dilakukan penahanan,” jelas Galuh
Aparat Polres Maluku Tengah sendiri sebelumnya menerima dua laporan yang sama dari kedua pelapor baik terduga korban, maupun terduga pelaku.
“Kita menerima dua laporan, dan saat ini dalam tahap penyelidikan, jadi kami juga waktu untuk pemeriksaan, nanti setelah pemeriksaan akan kita gelar perkara nanti kita lihat apakah kedua perkara ini berdasarkan hasil pemeriksaan dan bukti-buktinya, apakah terbukti atau tidak, dan jika kalau terbukti nanti kita proses sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Kapolres Maluku Tengah, AKBP. Dax Emmanuelle, saat dikonfirmasi awak media di ruang kerjanya, Senin (12/6/2023) lalu.
Dijelaskan, terkait dugaan kasus tersebut, kedua pihak saling melaporkan sehingga saat ini penyidik Polres sedang mendalami, dengan melakukan pemeriksaan serta bukti-bukti yang diterima. Kapolres juga meminta publik memberikan ruang terkait pemeriksaan kasus tersebut.
“Jadi Ibu Maimuna ini sebagai pelapor yang pertama kemudian laporan yang kedua dari ibu Saira Tuanakotta itu laporan yang sama mengenai penganiayaan juga, nanti kita cek dua laporan ini, kita sedang lakukan pemeriksaan dan kami mohon ruang waktu untuk pemeriksaan sehingga kitab isa tangani secara professional kedua laporan itu, dan nanti kalau sudah kita gelarakan maka kita bisa lihat mana prosesnya yang terbukti bisa dilanjutkan ke proses sidik,” jelas Kapolres.
Kronologis Laporan Maimuna
Sebelumnya dugaan penganiayaan kepada Maimuna oleh kadis pendidikan dan istrinya terhadap korban terjadi di Kantor Kesra Setda Maluku Tengah, Kamis, 8 juni 2023 lalu.
Korban sendiri merupakan salah satu staf yang bekerja di Kantor Setda Kabupaten Maluku Tengah.
Aksi kekerasan bersama ini menurut Maimuna, berawal saat kedatangan Kepala Dinas Pendidikan, Teddy Salampessy di ruangan Bagian Kesra, Sekretariat Daerah.
Di sana, sempat terjadi adu mulut hingga berakhir pelaku melakukan aksi kekerasan dengan cara memukul korban.
Mirisnya, tak hanya bukannya dilarang, istri Kepala Dinas yang merupakan Kepala Bagian Kesra datang dan ikut melakukan pemukulan terhadap korban.
“Masa seorang lelaki bisa datang ke ruangan kantor Bupati untuk memukul seorang perempuan itu kan tindakan pengecut, apalagi dia itu seorang pejabat yakni kepala dinas, istrinya juga adalah pejabat yang merupakan atasan korban,” bebernya.
Atas dugaan penganiyaan yang terjadi, korban pun telah melaporkan tindakan kekerasan bersama yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan bersama istrinya di Unit Reskrim Polres Maluku Tengah.
Diketahui korban atas nama Maimuna Pohieya (50) telah mendatangi Kantor SPKT Polres Malteng pada Kamis, (8/6/2023) sekitar pukul 09.05 wit.
Korban sendiri telah melaporkan para pelaku dengan membuat Laporan Polisi dengan Nomor: LP/B/ 60/VI/2023/SPKT/POLRES MALUKU TENGAH/POLDA MALUKU.
Kronologi Versi Polres Malteng
Polres Maluku Tengah telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam tindak pidana penganiayaan.
Kasat Reskrim Polres Maluku Tengah, AKP Galuh Febriansyah, mengatakan kasus yang dilaporkan pada kamis (8/6/2023) pekan lalu telah masuk dalam tahap penyidikan dan telah menetapkan tiga orang tersangka.
Ketiganya adalah Maimuna Pohieya, Teddy Salampessy dan Saira Tuanakotta. Teddy dan Saira ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penganiyaan terhadap Maimuna Pohieya.
Begitu juga Maimuna dijadikan tersangka karena mencoba melakukan penganiyaan terhadap Saira.
Berdasarkan Kronologi kejadian, yang tertuang dalam laporan maupun sejumlah saksi, Maimuna tengah berada di kantor tepatnya di dalam ruangan Kesra.
Tak lama kemudian datang terlapor Teddi Salampessy, sambil menunjuk korban. “Dia mengatakan “Ose (kamu) bicara apa, kanapa seng (tidak) angkat telefon”, kemudian korban menjawab “beta (saya) seng ada urusan deng (dengan) ose.”
Kemudian saudara Teddi memukul korban dan menarik jilbab saya hingga terlepas, kemudian istri dari saudara Teddi datang dan ikut melakukan pemukulan terhadap saya.
Karena merasa tidak puas dengan kejadian terdebut saya langsung menuju ke kantor polres maluku tengah untuk melaporkan kejadian tersebut.
Kejadian berawal dari adu mulut melalui pesan Whatsapp Maimuna Pohieya yang menimbulkan Teddi Salampessy tersulut emosinya.
Mereka sendiri mendatangi ruangan korban atas nama Maimuna untuk melakukan konfirmasi pesan tersebut. T
etapi karena terselut emosi terjadilah perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh Teddy dan dilanjutkan oleh pelaku lainnya Saira Tuanakotta.
“Dari kejadian tersebut sempat terjadi keributan hingga terjadi perkelahian antara pelaku dengan korban, namun perkelahian ini sempat dipisahkan oleh saksi yang merupakan staf di kantor itu, dan akhirnya terhenti, ini kejadian pertama dari peristiwa penganiyaan ini,” kata Kasat mengutip laporan kronologis kejadian.
Selanjutnya, kata Galuh, adu mulut yang berakhir dengan pekelahian sempat hentikan. Namun tak lama terjadi kericuhan berujung penganiayaan setelah Saira Tuanakotta, yang merupakan atasan dari Maimuna Pohieya keluar dari ruangannya. Saira Tuanakotta diketahui juga adalah istrinya Teddy Salampessy, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Maluku Tengah.
Melihat Saira keluar, dari keterangan saksi, kata Kasat, Maimuna langsung melayangkan gelas kaca ke wajahnya. Seketika terjadi kericuhan yang berujung penganiayaan kepada Saira.
“Jadi Saira masuk ke dalam ruangannya untuk memperbaiki jilbab, akhirnya dia keluar dari ruangan mau jemput Teddy suaminya, namun baru keluar ruangan Maimuna dengan barang yang ada di sekitar mengambil gelas dan sempat ditahan oleh saksi tetapi gelas itu sudah mengenai kepala Saira, dan ini kejadian kedua,” beber Galuh.
Jadi kata Galuh dalam peristiwa itu ada dua kasus penganiayaan yang dilakukan baik oleh Teddy dan Istrinya kepada Maimuna, maupun Maimuna yang melakukan penganiayaan kepada Saira.
“Di situ ada niat perbuatan terjadi maka dilakukannya perbuatan tindak pidana oleh Maimuna,” terangnya.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan mulai dari pemeriksaan ketiga pelapor, saksi, kemudian visum maka tetapkan ketiganya sebagai tersangka.
“Kita bukan hanya satu alat bukti saja tapi yang dikumpulkan syarat untuk naik jadi penyidikan adalah 2 alat bukti itu, dan kami sudah mengumpulkan 4 alat bukti, dari keterangan ahli juga sudah, surat visum sudah, keterangan saksi korban juga ada,” ujarnya.
Kasat Reskrim Polres Maluku Tengah, AKP Galuh Febriansyah, mengatakan kasus yang dilaporkan pada kamis (8/6/2023) pekan lalu telah masuk dalam tahap penyidikan dan telah menetapkan tiga orang tersangka.
Ketiganya adalah Maimuna Pohieya, Teddy Salampessy dan Saira Tuanakotta. Teddy dan Saira ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penganiyaan terhadap Maimuna Pohieya.
Keduanya kata Galuh resmi ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka, pada Kamis (15/6) lalu.
Tak hanya Kadis Pendidikan bersama istrinya yang ditetapkan sebagai tersangka, Maimuna juga ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan juga melakukan penganiyaan terhadap Saira, atasannya.
“Tedy dan Saira sudah ditahan berdasarkan surat perintah penahanan Polres Maluku Tengah,” Kata Galuh.
Terhadap penganiayaan yang terjadi, Tedi dan Saira disangkangkan dengan pasal 170 ayat 1 dan 351 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana maksimal lima tahun enam bulan dan juga pidana penjara dua tahun delapan bulan.
Sementara untuk Maimuna sendiri kata Galuh, juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan penganiayaan terhadap Saira Tuanakotta saat kejadian yang sama di Kantor Kesra, Kamis (8/6/2023).
Terhadap perbuatan yang dilakukan, Maimuna dikenai pasal 351 KUHP ayat 1 tentang penganiayaan dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp450 (empat ribu lima ratus rupiah).