Catatan Ilham Bintang: Wartawan Firdaus dan Teror Covid-19

Catatan Ilham Bintang: Wartawan Firdaus dan Teror Covid-19 (Foto : Istimewa)

Antv – Kapan saja bicara soal virus corona atau Covid-19 otomatis teringat Firdaus Baderi. Kawan, wartawan senior, pemimpin redaksi surat kabar ekonomi Harian Neraca di Jakarta.

Satu-satunya di dunia
 
Firdaus (63) yang berpostur tubuh ringkih mungkin satu- satunya wartawan di dunia ini yang paling peduli soal Covid-19 . Dia memang pernah dua kali terpapar  Covid-19. Dari varian Delta yang paling berat sampai varian ringan: Omicron. Zaman Delta, ia dirawat beberapa lama di RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran.  

Penciuman dan rasa  pengecap hilang. Mungkin pengalaman itu meninggalkan trauma mendalam.
 
Dia terpapar pada puncak penyebaran Delta.  Banyak pasien terlantar karena RS dimana -mana penuh, terjadi kematian massal dan pekuburan massal di pemakaman darurat di mana-mana.
 
Jumlah warga yang terpapar Covid-19 di Indonesia hingga hari ini total 6.776.984 dan telah merenggut nyawa sebanyak 161.327 jiwa.
 
Tolak Klaim Sukses Pemerintah
 
Firdaus paling lantang bersuara keras menolak klaim pemerintah Indonesia sukses menangani pandemi Covid-19. Yang sukses, kata dia, hanya pejabat yang mengelola gelontoran dana APBN untuk tangani pandemi di Indonesia.

Karena basicnya wartawan ekonomi, maka dia tahu hitung-hitungan berapa sebenarnya dana APBN yang terpakai untuk menolong masyarakat dan berapa besar yang bocor entah ke kantong siapa.
 
Pengalaman terpapar Covid-19 membuat Firdaus seperti telah mewakafkan  dirinya untuk menjadi relawan sejati (relawan tak berbayar) dalam urusan Covid-19. Sampai hari ini aktif menginformasikan ancaman laten Covid-19 dengan varian terbaru.
 
Biarpun masyarakat di seluruh dunia sudah tidak peduli virus itu. Meskipun setelah Lebaran Firdaus sempat dirawat di RS bukan karena Covid-19, melainkan karena kelelahan. Firdaus bahkan tidak peduli dihardik kawan- kawan sendiri setiap kali memposting berita Covid-19 di WhatsApp Group (WAG) Forum Pemimpin Redaksi.
 
Kasus Baru di Indonesia

Yang terbaru, Rabu (3/5/2023) malam. Ia memposting  berita penyebaran Covid-19 terbaru, sebanyak  2.647 kasus di Indonesia per hari itu.

Dari jumlah itu  25 pasien Covid-19 meninggal dunia.Penyebaran di Jakarta tertinggi 811 kasus.
 
Link berita yang dia posting  berjudul "Covid-19 RI Ngegas Lagi, Kasus Baru 3 Mei Ada 2.647" cukup menyentak.

Dengan tambahan itu, total sejak pandemi Maret 2020 kasus di Indonesia menjadi 6.779.631 kasus. Sementara yang meninggal  menjadi 161.352 pasien.
 
Data WHO, Indonesia Rangking 20 Tertinggi
 
Tidak hanya di Indonesia varian baru Covid-19 ngegas. Berdasarkan data dari WHO hingga Kamis (4/5/2023) jam 05:21:42, jumlah infeksi virus corona di Dunia telah mencapai 687.389.992 kasus.

Sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 6.867.887 orang, dan 20.390.704 orang masih dirawat (positif aktif), serta 660.131.401 pasien dinyatakan sembuh.
 
Eropa menjadi benua dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi yaitu 248.887.455 kasus, sedangkan Amerika Serikat menjadi negara dengan jumlah kasus tertinggi di dunia yaitu 106.691.739 orang.
 
Dari 231 negara dan teritorial yang terdampak pandemi virus corona, Indonesia berada di urutan ke-20 dengan 6.779.631 kasus, 161.352 orang meninggal, dan 6.602.572 orang sembuh.
 
Saat Firdaus memposting berita "Covid Ngegas lagi" di WAG Forum Pemred malam itu, saya tengah berada di Melbourne, Australia. Sudah  bersiap untuk tidur. Waktu di Melbourne memang selisih tiga jam lebih cepat  dari Jakarta.

Ditambah pula cuaca dingin 10 derajat celcius membuat cepat mengantuk.  Berita Firdaus membuat saya spontan bangun mencari kit Swab Antigen yang saya bawa dari Jakarta.
 
Sejak pandemi Covid-19 saya selalu menyimpan beberapa boks kit Swab Antigen untuk persediaan di rumah. Banyak manfaatnya.

Tiga hari setelah Idul Fitri 1444 H, pembantu anak saya yang baru balik  dari  mudik dalam keadaan demam. Saya minta pembantu itu diisolasi dulu di kamarnya. Saya kirim kit Swab Antigen. Hasil tesnya: positif. Nah.
 
Kisah kenalan atau keluarga yang terkena Covid-19 akhir-akhir ini bisa panjang kalau dideretkan di sini.

Kit Swab Antigen selalu saya bawa kalau keluar kota atau ke luar negeri. Februari lalu dalam perjalanan dua pekan di Amerika Serikat, setiap tiga hari saya Swab Antigen. Petugas Bandara John F Kennedy, New York mensyaratkan menunjukkan data vaksin. Bukan untuk mereka, sebab di sana warga AS lebih tidak perduli lagi urusan Covid19.

"Tetapi untuk pemerintah Anda," kata petugas maskapai penerbangan Qatar saat check - in di Bandara JFK.

Pengalaman serupa sewaktu tahun lalu saya kembali dari Melbourne. Saya harus Swab PCR bersama istri sebelum terbang ke Tanah Air.

Saat ini  Covid-19 entah varian apapun memang masih meneror. Hanya saja kebanyakan  masyarakat tidak mau peduli lagi. Pemerintah pun idem. Paling hanya memberi petunjuk agar tetap menjaga protol kesehatan. Terutama di tempat umum atau saat melakukan perjalanan dengan transportasi umum. Namun sifatnya sudah "Sunnah". Pemantauan  di lapangan memang yang terjadi suka-suka hati.
 

Aktivitas Warga di Tengah Kota. (Foto: Istimewa)

Dua hari sebelum berangkat ke Melbourne, melalui email Garuda Indonesia mengingatkan persyaratan penumpang penerbangannya. Harus memiliki aplikasi "Satu Sehat " ( dulu PeduliLindungi) yang berisi data antara lain vaksinasi Covid-19 hingga empat kali. Yang belum mencapai vaksin sejumlah itu, harus menunjukkan hasil Swab PCR yang berlaku 48 jam, dan harus mengenakan masker.
 
Tapi di lapangan yang terjadi berbeda. Saat check in di bandara, saya tanya petugas apakah mau memeriksa data vaksinasi, petugas itu menggeleng. Tidak usah, katanya.
 
Saya tentu saja cemas. Bagaimana  mengontrol  penumpang penerbangan sehat semua? Saya teringat kisah Ketua Dewan Pers almarhum Prof Azyumardi Azra yang meninggal dalam penerbangan Jakarta - Malaysia, 18 September 2022.  Hasil pemeriksaan di RS Malaysia almarhum terpapar Covid-19.

Andaikata dilakukan pemeriksaan  Swab PCR atau Antigen sebelum terbang kemungkinan keadaan cendekiawan muslim terkenal itu tidak  sampai fatal.
 
Kembali ke penerbangan Jakarta - Melbourne. Saat boarding, saya memperhatikan sekeliling, tidak ada penumpang yang mengenakan masker.

Padahal, selama masa boarding, tiga empat kali terdengar pengumuman di pesawat agar penumpang mengenakan masker, sesuai protokol kesehatan.
 
Pemandangan sama di Bandara Melbourne penumpang bebas melenggang. Tidak ada lagi pemeriksaan tingkat kepatuhan prokes untuk perjalanan luar negeri.

Aktivitas Warga di Angkutan Umum. (Foto: Istimewa)


Padahal, Melbourne juga belum bisa dikatakan aman Covid-19. Total kasus terbaru penyebaran  Covid-19 masih 6225 yang terpapar minggu lalu. Bertambah 3 % dari sepekan sebelumnya.
 
Postingan berita Covid-19 Firdaus menuntun saya melakukan Swab Antigen malam itu. Hasilnya : negatif. Hasil itu semakin menambah  pulas tidur semalam.
 
Teror penyebaran Covid-19 bukan hanya dari Firdaus saja,melainkan juga dari para petugas di instansi pemerintah maupun swasta yang tidak seia sekata di lapangan.
 
Firdaus saya nilai malah berjasa konsisten mengingatkan protokol kesehatan. Menjaga kesehatan dengan pelbagai protokol sesungguhnya bagian dari perintah agama. Bukan hanya untuk mencegah penyebaran Covid-19. Setuju?