10 Bocah SD Disodomi di Kuburan, Orang Tua Korban Lapor ke Polisi dan LBH

10 Bocah SD Disodomi di Kuburan, Orang Tua Korban Mengadu ke LBH (Foto : antvklik-Taufiq Hidayah)

Antv – Sejumlah orang tua murid Sekolah Dasar (SD) di Garut, Jawa Barat, mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) bahwa anaknya telah disodomi oleh dua pelaku kakak beradik di kuburan atau Tempat Pemakaman Umum (TPU).

Perbuatan tercela itu dilakukan pelaku dengan modus meng iming-imingi para korbannya akan diberikan mainan layang-layang dan kemiri.

Para orang tua juag mengungkapkan bahwa, perbuatan bejat pelaku selain dilakukan di kuburan juga dilancarkan di sawah dan di halaman masjid.

Para orang tua juga mengungkapkan, pihaknya hanya berani melapor ke LBH karena takut akan diintimidasi oleh keluarga pelaku.

Kasus sodomi terhadap sepuluh bocah SD di Kecamatan Cibatu, Garut, terbongkar setelah salah seorang seorang orang tua korban membawanya ke ranah hukum.

Sebelumnya, orang tua korban yang lain tak berani melapor ke polisi, lantaran diintimidasi oleh keluarga pelaku.

Orang tua korban yang berani melapor adalah berinisial U, yang mengaku anaknya jadi korbann perbuatan tercela berkali-kali di makam, sawah dan belakang halaman masjid Alun - alun Cibatu.

"Yang lain orang tua gak berani. Jadi wakili saja katanya laporannya. Untuk anak saya 3 kali dilakukan sodomi itu. Jadi awalnya dirayu dibelikan layangan sama kemiri. Namun tiba-tiba anak saya ngaku dibawa ke makam, terus digituin sama si pelaku," kata U, Selasa (2/5/2023).

U juga mengaku, ada 7 sampai 10 bocah jadi korban perbuatan biadab pelaku yang merupakan kakak adik itu.

"Ada 10 orang tua yang konsultasi sama-sama, tapi yang buat laporan resmi ke polisi saya, dan ada dua orang tua korban lain," tambahnya.

U juga mengatakan bahwa, perbutan keji pelaku sudah dilakukan sejak tahun 2018 hingga tahun 2021. Namun kasusnya baru dilaporkan ke polisi tahun 2023.

Pelaporan ke polisi baru dilakukan karena kedua pelaku masih duduk di bangku SMA.

"Jadi dulu 2018 sama. Nah waktu itu putusannya pelaku hanya rehab. Nah yang sekarang 2023 baru maju ke pengadilan," terangnya.

U mengaku tak akan takut atas intimidasi keluarga pelaku terhadap dirinya, karena para pelaku telah menghancurkan masa depan anaknya.

"Anak saya trauma, sekarang kan usianya baru 6 tahun, baru kelas 2 SD. Mereka keluarga pelaku sempat datang ke rumah, minta dicabut laporan, saya tolak," tutupnya.

Kasus ini menjadi perhatian LBH SPP, dan rencananya Rabu (3/5/2023) besok, putusan pengadilan terhadap 2 tersangka akan dijatuhkan oleh majelis hakim.

"Besok saya ingin lihat hasil putusannya di pengadilan. Jika tak memuaskan, maka kita upayakan banding," kata Yudi Kurnia, LBH SPP.