Antv – Tiktok menyatakan secara resmi terkait rencana korporasi untuk meredakan gejolak kekuatiran para pemimpin Eropa terkait keamanan data pribadi mereka, manakala pada Rabu (8/3/2023) pemerintah negara barat mempertimbangkan akan memperpanjang larangan atas aplikasi berbagi video asal Cina itu.
Dilansir dari CNA, Inisiatif Tiktok itu diambil setelah kelompok pengawas keamanan siber Republik Ceko menggambarkan aplikasi Tiktok tergolong sebagai ancaman keamanan.
Seperti diketahui, Amerika Serikat dan Uni Eropa menganggap hal tersebut sebagai ancaman serius. Mereka menguatirkan bila Beijing mendapat akses data pengguna dari seluruh dunia.
Untuk itulah, Pihak Eksekutif Tiktok memberikan penjelasan bahwa saat ini Tiktok tengah bekerja sama dengan pihak ketiga, yakni perusahaan keamanan siber Eropa, yang akan mengawasi dan mengelola data pengguna Eropa yang rencananya akan disimpan di Dublin, Irlandia dan Norwegia mulai tahun tahun 2023 dan seterusnya.
Saat ini, data pengguna Eropa berada di Amerika Serikat dan Singapura.
Melalui langkah ini, Tiktok menegaskan juga akan mengurangi akses karyawan Tiktok terhadap data pengguna pula.
Namun demikian, Tiktok menolak untuk menyebutkan nama perusahaan pihak ketiga tersebut.
Wakil Presiden Tiktok untuk Kebijakan Publik Eropa Theo Bretram mennyampaikan via daring kepada CNA bahwa proyek yang menelan biaya sekitar 1,2 milyar Euro (Sekitar Rp 19,5 Triliun) telah berjalan sejak enam bulan lalu. Selain itu, Tiktok juga membuat kesepakatan serupa di Amerika Serikat dengan perusahaan raksasa Oracle untuk memastikan keamanan data pengguna Amerika Serikat.
Pada saat bersamaan, Penasehat Umum Tiktok Erich Andersen tengah melobi serta meyakinkan para legislator di Brussels, London, Paris serta Den Haag.
Sebelumnya, Uni Eropa telah merilis larangan penggunaan aplikasi tiktok pada semua perangkat kerja yang digunakan oleh staf. Sementara para pembuat undang-undang di Amerika Serikat berencana untuk meloloskan sebuah aturan untuk memudahkan pelarangan Tiktok.
Kemudian disusul Pemerintah Republik Ceko juga mengeluarkan peringatan serupa pada hari Rabu (8/3/2023). Badan Keamanan Informasi dan Siber Ceko beralasan bahwa perusahaan induk Tiktok, Bytedance, beroperasi dibawah kendali yurisdiksi Republik Rakyat Cina.
Sementara Tiktok mencatat memiliki lebih dari 150 juta pengguna di penjuru Eropa, termasuk Inggris. Walau dituding sedemikian rupa oleh Uni Eropa, Tiktok menyatakan selalu menolak permintaan akses dari Pemerintah Cina.
"Pemerintah Cina tidak pernah meminta data kepada kami, dan jika mereka meminta, kami akan menolaknya," ujar Theo Bretram, Wakil Presiden Tiktok untuk Kebijakan Publik Eropa kepada CNA