Antv –Mejelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana kepada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Polri, komplek Duren Tiga pada Jumat, 8 Juli 2022.
Keyakinan itu disampaikan Ketua Majelis Hakim, Wahyu Imam Santoso terkait sidang pembacaan vonis perkara pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 13 Februari 2023.
Wahyu mengatakan majelis hakim menimbang bahwa terdakwa mengambil kotak peluru dan memberikan satu kotak peluru kepada saksi Richard Eliezer alias Bharada E, karena senjata Richard pada saat itu masih ada 7 amunisi peluru.
Kemudian, terdakwa memerintahkan kepada saksi Richard untuk mengambil senjata HS korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat dalam dashboard mobil LM untuk diserahkan kepada terdakwa.
Menimbang, bahwa dengan adanya afirmasi dari terdakwa yang terdakwa lakukan terhadap saksi Richard tersebut, dimaksudkan agar benar-benar tertanam dalam lubuk sanubari saksi Richard, bahwa perbuatan yang dilakukannya nanti telah direncanakan dengan matang dan sudah dipikirkan baik-baik oleh terdakwa.
Sehingga, tidak ada keraguan bagi saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk tidak melaksanakan perintah Terdakwa.
“Menimbang, bahwa terlebih lagi saat Terdakwa menyuruh saksi Richard untuk menambahkan peluru dalam senjatanya serta mengambil senjata HS milik korban kepada terdakwa. Hal ini diartikan, bahwa terdakwa telah memikirkan segala sesuatunya yang sangat rapi dan sistematis,” ujarnya.
Selanjutnya diwartakan Viva.co.id, kata Wahyu, sebagai wujud dan kehendak yang telah direncanakan, tidak berapa lama atau sekitar 5 menit setelah Putri Candrawathi tiba di Duren Tiga, terdakwa tiba di Duren Tiga 46.
Kemudian, terdakwa memerintahkan saksi Kuat Maruf untuk mencari saksi Ricky Rizal dan korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Kemudian, terdakwa memegang leher korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat didorong ke depan dan terdakwa menyuruh berlutut seraya memerintahkan saksi Richard yang ada disampingnya untuk menembak.
“Saksi Richard menembak sebanyak 3 atau 4 kali korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat, dan mengenai perkenaannya saksi Richard tidak dapat memastikan,” jelas dia.
"Bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana caranya melakukan pembunuhan tersebut, terdakwa masih bisa memilih lokasi, terdakwa masih bisa memilih alat yang akan digunakan, dan terdakwa menggerakkan orang lain untuk membantunya," sambungnya.
Menimbang, bahwa selanjutnya terungkap fakta di persidangan berupa persesuaian keterangan antara saksi Ricky Rizal, saksi kuat Ma'ruf dan saksi Richard Eliezer dan terdakwa, telah nyata akibat dari kehendak yang diinginkan oleh terdakwa itu benar-benar terjadi yaitu kematian korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
“Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas, majelis hakim meragukan keterangan terdakwa yang menyatakan hanya menyuruh saksi Richard untuk membackup atau mengatakan, hajar Chad pada saat itu. Karena menurut majelis hakim, hal itu merupakan keterangan atau bantahan kosong belaka, mengingat yang dimaksudkan sebagai niat atau kehendak terdakwa yaitu hanya membackup saja. Maka instruksi itu hanya cukup di Ricky Rizal Wibowo, dan terdakwa tidak perlu memanggil saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu,” ungkapnya.
Menurut Wahyu, saksi Ricky Rizal tidak sanggup menembak korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat karena tidak kuat mental. Ternyata, Terdakwa Ferdy Sambo menginginkan korban Brigadir J ini memang dihilangkan nyawanya.
“Akan tetapi, karena tujuan terdakwa dari semula adalah matinya Nofriansyah Yoshua Hutabarat, maka kemudian saksi Richard dipanggil untuk mewujudkan kehendak terdakwa yang menghilangkan nyawa korban Yoshua tersebut,” ungkapnya