Selanjutnya diwartakan Viva.co.id, kata Wahyu, sebagai wujud dan kehendak yang telah direncanakan, tidak berapa lama atau sekitar 5 menit setelah Putri Candrawathi tiba di Duren Tiga, terdakwa tiba di Duren Tiga 46.
Kemudian, terdakwa memerintahkan saksi Kuat Maruf untuk mencari saksi Ricky Rizal dan korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Kemudian, terdakwa memegang leher korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat didorong ke depan dan terdakwa menyuruh berlutut seraya memerintahkan saksi Richard yang ada disampingnya untuk menembak.
“Saksi Richard menembak sebanyak 3 atau 4 kali korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat, dan mengenai perkenaannya saksi Richard tidak dapat memastikan,” jelas dia.
"Bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana caranya melakukan pembunuhan tersebut, terdakwa masih bisa memilih lokasi, terdakwa masih bisa memilih alat yang akan digunakan, dan terdakwa menggerakkan orang lain untuk membantunya," sambungnya.
Menimbang, bahwa selanjutnya terungkap fakta di persidangan berupa persesuaian keterangan antara saksi Ricky Rizal, saksi kuat Ma'ruf dan saksi Richard Eliezer dan terdakwa, telah nyata akibat dari kehendak yang diinginkan oleh terdakwa itu benar-benar terjadi yaitu kematian korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
“Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas, majelis hakim meragukan keterangan terdakwa yang menyatakan hanya menyuruh saksi Richard untuk membackup atau mengatakan, hajar Chad pada saat itu. Karena menurut majelis hakim, hal itu merupakan keterangan atau bantahan kosong belaka, mengingat yang dimaksudkan sebagai niat atau kehendak terdakwa yaitu hanya membackup saja. Maka instruksi itu hanya cukup di Ricky Rizal Wibowo, dan terdakwa tidak perlu memanggil saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu,” ungkapnya.
Menurut Wahyu, saksi Ricky Rizal tidak sanggup menembak korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat karena tidak kuat mental. Ternyata, Terdakwa Ferdy Sambo menginginkan korban Brigadir J ini memang dihilangkan nyawanya.