Antv –Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang terjadi sejak awal April telah memasuki bulan ke delapan dengan kasus tertinggi pada bulan Juni-Juli. Per 17 Desember 2022, tren penambahan kasus aktif terpantau mengalami penurunan dengan sisa kasus aktif sebesar 29.823 dari 585.779 kasus.
Hingga saat ini, PMK telah tersebar di 27 provinsi dan 310 kabupaten/kota di Indonesia dengan 11 provinsi dan 184 kabupaten/kota sudah tidak lagi melaporkan adanya kasus PMK.
Strategi utama penanganan PMK, yaitu vaksinasi, biosekuriti, testing, pengobatan, dan potong bersyarat masih terus dilakukan. Dalam rangka mempercepat penanganan PMK, Satuan Tugas Penanganan PMK melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi penanganan PMK di 24 provinsi tertular pada bulan September-November yang kemudian ditindaklanjuti dalam Rapat Koordinasi Nasional dengan mengundang perwakilan Satgas PMK daerah.
Hasil dari rapat tersebut antara lain pembentukan Satgas PMK daerah dan penunjukan Pejabat Otoritas Veteriner (POV) daerah sebagai langkah taktis dan strategis dalam pengendalian tata kelola sistem peternakan dan kesehatan hewan, penguatan kolaborasi pentahelix di tingkat pusat-daerah, pembukaan akses vaksinasi ternak rentan PMK selain sapi dan kerbau, sinkronisasi data sektor peternakan dan kesehatan hewan, serta pengaturan lalu lintas hewan rentan PMK dan produknya dalam rangka menekan laju penyebaran penyakit dan mengondisikan kegiatan perdagangan yang aman PMK.
“Selain penguatan kolaborasi pentahelix, soliditas antara pusat dan daerah juga menjadi hal penting untuk diperhatikan. Mohon kepada pimpinan daerah dan Satgas PMK daerah dalam membuat kebijakan PMK maupun pelaksanaan strategi penanganan PMK untuk mengacu pada arahan nasional.” tegas Prof. Wiku Adisasmito selaku Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan PMK.
Pada awal Desember, kegiatan monitoring dan evaluasi kembali dilaksanakan khususnya terkait biosecurity, lalu lintas, dan testing di delapan regional yang mencakup daerah tertular dan sekitarnya.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan Badan Karantina Pertanian Pusat maupun Daerah, Balai Veteriner, Purnabakti Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan PDHI wilayah.