Kisah 110 Tahun Hubungan Pasang Surut Prancis Vs Maroko

Kisah 110 Tahun Hubungan Pasang Surut Prancis Vs Maroko (Foto : Dok. mediastorehouse.com)

Antv – Laga semifinal Piala Dunia 2022, antara Prancis vs Maroko akan digelar Rabu (14/12/2022) malam waktu Qatar atau Kamis dini hari WIB. Duel yang dipastikan banyak yang menanti.

Laga nanti merupakan pertemuan perdana di aga resmi buat kedua negara. Menariknya, sejarah yang panjang dan kompleks ternyata juga membayangi hubungan antarbangsa yang dipisahkan Laut Mediterania itu.

Ada lebih dari 780 ribu orang asal Maroko di Prancis. Angka itu bersumber dari penelitian yang dilakukan Institut Statistik dan Studi Ekonomi Prancis. 

Isu terbaru terdapat sengketa mengenai visa di antara kedua negara. Situasi itu mempersulit kerabat Maroko untuk pergi mengunjungi saudaranya di Prancis.

Presiden Prancis Emmanuel Macron yang memberlakukan pembatasan visa dari Maroko, diperkirakan akan hadir di tribune stadion. Saat Prancis bersua Maroko.

Kolonisasi Prancis di Maroko

Timnas Maroko dalam semifinal Piala Dunia pertama mereka ini punya semangat berlipat ganda. Karena ada faktor sejarah lebih dari satu abad yang dijadikan bumbu sengit.

Seperti dikutip dari rri.co.id, Prancis menandatangani Perjanjian Fes dengan Sultan Abdul Hafiz Maroko pada 1912. Perjanjian itu resmi menjadikan Maroko sebagai protektorat Prancis. 

Protektorat adalah tanah atau negara yang di bawah perlindungan negara lain. Sejak 1912 itu Prancis menghabiskan waktu bertahun-tahun membangun koloni.

Selama Perang Dunia I, Prancis mewajibkan sekitar 40 ribu tentara Maroko untuk berperang. Tentu saja bergabung dengan pasukan Prancis.

Kebencian antikolonial terhadap Prancis tumbuh dan berkembang lebih jauh selama Perang Dunia II. Saat itu merupakan periode banyaknya bekas koloni Eropa mencapai kemerdekaan. 

Pada 1944 Partai Istiqlal yang baru dibentuk mengeluarkan Proklamasi Kemerdekaan Maroko. Pada 1952 pemberontakan antikolonial di Casablanca ditekan keras otoritas Prancis. 

Otoritas itu lalu melarang Partai Komunis Maroko dan Partai Istiqlal. Kemudian juga mengasingkan Sultan Mohamed V ke Madagaskar.

Langkah ini membangkitkan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial. Akhirnya Prancis mengizinan Sultan Mohamed V untuk kembali ke Maroko. 

Setelah itu sultan mendeklarasikan kemerdekaan pada 18 November 1955. Protektorat Prancis di Maroko pun berakhir pada Maret 1956.

Warisan Kolonial

Setelah kemerdekaan beberapa kebijakan dalam negeri diterapkan, untuk membantu negara menjauh dari pengaruh Prancis. Namun langkah itu diiringi pilihan mempertahankan hubungan baik dengan Prancis.

Pada 1973 Raja Hassan II menerapkan reformasi ekonomi di sektor swasta. Ia mengalihkan lebih dari 50 persen perusahaan milik asing — kebanyakan punya Prancis — menjadi kepemilikan Maroko.

Pada 1980-an raja menerapkan kebijakan Arabisasi sistem sekolah. Mengganti bahasa pengantar dari Prancis ke Arab. 

Sekitar 30 tahun kemudian kebijakan itu dikecualikan untuk beberapa mata pelajaran. Misalnya matematika, sains, dan fisika di sekolah menengah.

Prancis tetap menjadi investor asing utama dan mitra dagang Maroko. “Negeri Anggur” itu juga tetap mempertahankan hubungan persahabatan dengan Maroko.

Pertemuan diplomatik tingkat tinggi terus dilakukan. Termasuk kunjungan Presiden Prancis pada 1997, Nicholas Sarkozy, ke Maroko. 

Prancis menanamkan investasi pembangunan Al Boraq. Layanan kereta berkecepatan tinggi yang 51 persen dibiayai Prancis.

Dua bulan kemudian Prancis dan Maroko bermain dalam pertandingan persahabatan. Diselenggarakan di Paris dan berakhir dengan skor 2-2.

Namun hubungan baik tidak selamanya mulus. Pada 2014 Maroko menangguhkan kerja sama yudisial dengan Prancis.

Itu setelah pihak berwenang di Paris berusaha menanyai Abdellatif Hammouchi, kepala dinas intelijen domestik Maroko. Tuduhannya adalah penyiksaan.

Ketegangan diplomatik mereda setahun kemudian. Maroko dan Prancis lantas melanjutkan kerja sama lagi di berbagai bidang.

Pada 2018 Raja Mohamed VI dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menaiki kereta kecepatan tinggi yang baru. Ini menandai perjalanan perdana antara Tangier dan ibu kota Maroko, Rabat.

Situasi yang Rumit

Dalam banyak hal hubungan tampaknya naik dan turun. Awal 2022 Presiden Macron mendukung rencana otonomi Maroko untuk Sahara bagian barat.

Gerakan itu dipimpin Front Polisario Sahara Barat. Kelompok itu sudah lama mencari cara untuk merdeka dari Maroko.

Langkah Macron itu dilakukan setelah mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengakui kedaulatan Maroko atas wilayah yang disengketakan pada Desember 2020. Sikap itu tidak berubah saat AS dipimpin Presiden Joe Biden.

Pada September 2021 hubungan kedua negara merenggang lagi. Itu setelah Prancis mengumumkan akan mengurangi persetujuan jumlah visa yang dikeluarkan untuk warga negara Maroko dan Aljazair.

Paris menyatakan keputusan tersebut sebagai reaksi atas penolakan pemerintah Afrika Utara, untuk menerima kembali pencari suaka yang dikirim otoritas Prancis. Rumit.

Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita menggambarkan langkah itu sebagai “hal yang tidak bisa dibenarkan”. Bourita mengatakan telah mengeluarkan 400 dokumen konsuler untuk warga Maroko yang diusir dari Prancis.

Namun mereka menolak untuk mengikuti tes Covid-19 wajib, sebagai syarat untuk masuk kembali ke Afrika Utara. Menlu Maroko menyebut itu adalah “masalah Prancis”.

Sekarang kedua negara sama-sama mengakui pentingnya hubungan bilateral. Macron dijadwalkan mengunjungi Rabat pada Januari 2023.

Namun pertama-tama timnas mereka akan bertemu lebih dahulu di semifinal Piala Dunia 2022 yang bersejarah. Jika sejarah adalah panduan, laga nanti tidak akan mudah bagi kedua belah pihak.