Henry Yosodiningrat Laporkan Dirkrimsus Polda Sulsel ke Propam Polri Terkait Kasus Tambang

Henry Yosodiningrat Laporkan Dirkrimsus Polda Sulsel ke Propam Polri (Foto : Istimewa)

"Bentuk keberpihakannya mereka ini datang bersama dengan sekelompok preman mengawal Dirut baru perseroan berdasarkan akta yang kami anggap tidak sah, yaitu pak siapa gitu dirut baru, itu tanggal 5 November, itu hari Sabtu lho bukan hari apa, itu nggak ada perkara pidana urusan apa mereka ngawal-ngawal ke situ," katanya.

"Kemudian di sana preman-preman itu melakukan kekerasan, ada yang mendobrak pagar, kemudian segala macam, mereka malah anggota polisi yang foto-foto, bukan memisah atau menjamin memberikan kenyamanan keamanan bagi orang yang dilakukan malam itu," tambahnya.

Bahkan, menurut Henry, 11 hari setelah kejadian itu, Helmi Kwarta disebut tiba-tiba menerbitkan LP dan sprindik di hari yang sama. Dia menilai hal ini menyalahi aturan.

"Kemudian selanjutnya 11 hari setelah tanggal itu 5 November, Dirkrimsus tiba-tiba berdasarkan laporan tanggal 16 November, entah inisiatif siapa nggak tahu, ada orang bikin LP di Polda. Kemudian tanggal 16 itu juga langsung ada sprindik, yang menurut ketentuan hukum KUHAP, sprindik itu baru keluar setelah berdasarkan laporan ada lidik dulu, dari lidik ini harus ada gelar perkara untuk menentukan perkara naik sidik layak atau nggak, ini hari itu juga keluar tanpa SPDP surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari kejaksaan," ujarnya.

"Hari itu juga dibuat surat panggilan pada satu pihak, kemudian hari itu juga surat panggilan itu besoknya diantarkan supaya menghadap tanggal 18 hari Jumat jam 9 pagi," sambungnya.

Lebih lanjut, Henry menduga adanya penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini. Dia berharap aduannya ini bisa diproses.

"Pertama atas dugaan keberpihakan dalam sengketa keperdataan, bentuknya ya itu tadi nganterin direktur, mendiamkan kekerasan, kemudian ditambah lagi surat-surat yang saya sampaikan tadi, ada sprindik tanggal 16 LP tanggal 16," katanya.