“Pada tingkatan kelima atau terakhir, literasi menyoal kemampuan memproduksi barang/jasa yang dapat digunakan dalam kompetisi global. Jadi pada tingkatan terakhir, bangsa yang berliterasi bukan hanya menjadi konsumen, tapi produsen,” pungkasnya.
Inilah yang dimaksud dalam konsep transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial. Masyarakat diajak berpikir kreatif, inovatif, dengan kemampuan yang dimiliki sehingga mampu menjadi solusi atas ketidakberdayaan ketika menghadapi situasi sulit semasa pandemi. Ketangguhan ini pun akan kembali diuji ketika ekonomi dunia pada 2023 mendatang akan mengalami resesi global.
Kepala Perpusnas menyatakan upaya membangun kualitas manusia dengan budaya literasi harus menjadi fondasi bagi terwujdunya masyarakat berkualitas dan sejahtera.
Turut hadir dalam jumpa media tersebut, Presiden IFLA Vicki MacDonald, pegiat literasi Nirwan Arsuka, Agung Wibawa, dan inspirator transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial Rodinatun.
Malam penghargaan Nugra Jasa Dharma Pustaloka dikemas dalam balutan konsep hiburan bertajuk “Gemilang Perpustakaan Nasional” dengan menghadirkan penampilan dari band D’Masiv.