Antv – Seorang pegawai perempuan bernama Rosmala dipidana gara-gara kredit macet total Rp200 miliar yang terjadi di perusahaannya. Rosmala yang merupakan General Manager Business and Development PT Aneka Putra Santosa (APS), dianggap melakukan penggelapan, penipuan dan pencucian uang oleh pihak pemberi kredit yakni Bank Sinarmas.
Ia diadili bersama Direktur PT Aneka Putra Santosa Henny Djuwita Santosa. Kasus ini disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kuasa hukum Rosmala, Joni Nelson Simanjuntak menilai peran kliennya pada kasus ini hanya menjalankan perintah dari pimpinan perusahaan yang bergerak di bidang multi brand automotive dealer, showroom, dan bengkel kendaraan CBU (Completely Build Up) tersebut. Sehingga, seharusnya yang bertanggung jawab ialah bos dari PT APS.
"Yang terjadi adalah Saudari Rosmalah sebagai karyawan PT APS hanya menjalankan perintah dari direktur yang juga sebagai pemilik PT APS. Oleh karena itu apa yang dilakukannya bukan tanggung jawab dia secara pribadi melainkan tanggung jawab korporasi dalam hal ini direktur perusahaan yaitu Henny Santosa," ujar Joni usai sidang dengan agenda pledoi terdakwa Rosmala, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/10/2022).
Adapun perintah yang disampaikan Henny kepada kliennya, lanjut Joni, ialah agar Rosmala menjelaskan bisnis serta pengalaman dan kontrak kerja PT APS kepada Bank Sinarmas. Henny, kata dia juga memerintahkan agar dibuatkan dan dipenuhi dokumen untuk pencairan kredit Bank Sinarmas, kepada pihak terkait lainnya di PT APS. Perintah ini diketahui sejumlah saksi, salah satunya Susan selaku komisaris.
"Tak ada satu pun dari mereka yang mampu menolak perintah direktur. Mereka sebagai karyawan tak mempunyai wewenang dalam menentang dan menolak keputusan direksi. Bahkan Susan selaku komisaris cenderung membiarkan karena tak ada upaya mencegah atau melarang keputusan direktur," tutur Joni.
Adapun dalam dakwaan jaksa, disebutkan Rosmala menerima Rp200 juta terkait dana kredit yang telah cair. Juga Rp3 miliar.
Joni menegaskan, bahwa uang Rp200 juta tersebut merupakan gaji Rosmala. Sementara Rp3 miliar merupakan utang kepada kliennya.
"Lebih dari itu kami jelaskan bahwa terdakwa tidak menerima apapun dari kredit Bank Sinar Mas. Terdakwa hanya sebagai GM Development Marketing yang kerjanya bukan di bagian keuangan. Tidak ada bagian keuangan yang dikerjakan terdakwa," kata dia.
"Oleh karena itu dakwaan jaksa yang mengatakan bahwa yang menggunakan uang sebagian karena dari kerjaan terdakwa itu tidak benar," imbuh Joni.
Menurut dia, yang menerima uang dari kucuran dana kredit tersebut ialah pimpinan perusahaan APS. Sehingga Joni meminta majelis hakim membebaskan terdakwa, karena menurutnya pasal yang didakwakan jaksa dinilai tak terbukti.
"Yang benar adalah penerimaan uang secara utuh adalah Henny Santosa sebagai direktur sekaligus pemilik. Kami minta terdakwa dibebaskan," kata Joni.
Sementara, Rosmala menilai dirinya seperti ditumbalkan dalam kasus ini. Sebab selain tak menikmati uang tersebut, pimpinan perusahaan lain yang memiliki kewenangan lebih tinggi dari dirinya justru tak diproses hukum.
"Sangat menyeramkan tuntutan 13 tahun. Sementara saya tidak menikmati sepeser pun uang. Saya juga tidak menandatangani bagian kredit. Dalam akte perusahaan tidak ada nama saya, hanya ada Henny Djuwita Santosa dan Susan. Saya hanya sebagai karyawan," ujarnya.
"Komisaris dan direktur yang menandatangani mereka lepas tangan. Saya tidak mengerti ada apa ini. Saya merasa ditumbalkan. Saya merasa terdzolimi, sedangkan yang menikmati tidak menjadi terdakwa," imbuh Rosmala.