Antv – Masa jabatan Gubernur DKI Jakarta dan wakilnya akan segera berakhir dalam hitungan pekan. Perlu Penjabat (PJ) Gubernur yang akan melanjutkan kepemimpinan Anies Baswedan hingga nanti terpilihnya Gubernur definitif hasil Pilkada DKI tahun 2024.
Menurut Pakar Otonomi Daerah, Prof Johermansyah Djohan, PJ Gubernur adalah sosok yang ideal dan diyakini mampu untuk memimpin Jakarta.
"Gimana yang ideal? Bukan dari Mendagri. Karena tidak terbuka," kata Johermansyah, saat acara diskusi berjudul "Mencari Figur Ideal Penjabat Gubernur DKI Jakarta" di kantor DPD Golkar DKI Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Guru Besar Ilmu Pemerintahan IPDN itu juga menjelaskan, kriteria ideal seorang pemimpin ialah memiliki integritas yang tak diragukan.
"Pertama, Integritas tak diragukan tak ada kasus hukum, netral, tak pernah politisasi ASN, tak terafiliasi partai politik dan tidak melakukan perbuatan tercela, tidak mabuk-mabukan, tidak berjudi dan berzina," kata Prof Jo, sapaan akrabnya.
Kemudian, kata dia, seorang pemimpin mesti mempunyai jam terbang yang tinggi di birokrasi.
"Baik di pusat maupun daerah dibuktikan riwayat jabatannya," ujarnya.
Prof. Jo mengatakan, selain daripada itu, pemimpin Jakarta juga harus pintar mengatur program-program di Ibu Kota DKI Jakarta.
"Jago manajemen dari planning sampai budgeting harus kuat, menguasai perkara sektoral dan struktural Jakarta," papar Prof. Jo. Prof Jo menyebut PJ Gubernur terutama di DKI Jakarta wajib punya jaringan yang baik dan kepekaan politik terhadap semua lini sektoral.
Terakhir, harus punya sense of politik dan dengan tokoh masyrakat, pers, pejabat pemerintah dan pusat dan TNI atau Polri," tandasnya.
melihat kriterian itu, maka figur yang ideal untuk menjadi Penjabat Gubernur DKI Jakarta adalah sosok Bahtiar, yang saat ini menjabat sebagai Dirjen Polpum Kemendagri.
Selain itu, Bahtiar juga pernah menjadi Penjabat Gunernur Kepulauan Riau (Kepri) yang mampu diembannya dengan baik.
Sementara itu Prof Dr M Ryaas Rasyid MA yang hadir dalam acara itu menyampaikan bahwa, menjadi Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta usai Anies Baswedan nanti purna tugas sangat lama dan paling lama dalam sejarah Pj Gubernur.
Terkait adanya Sekda (Sekretaris Daerah) yang akan mencalonkan untuk menjadi Pj Gubernur, menurut Ryaas Rasyid, hal itu tidak bisa dilakukan. Kalaupun dipaksakan Sekda dicalonkan, maka harus diganti terlebih dahulu dan diganti dengan Sekda yang baru secara definitif.
“Ngapain mau jadi Penjabat Gubernur. Yang mengeksekusi administrasi DPRD kan Sekda. Dia itu sebenarnya inti dari segala manajemen pemerintahan. Yang penting memperkuat Sekda," tambahnya.
Sedangkan menurut Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kemendagri Soni Sumarsono yang menjadi salah satu narasumber mengatakan, dua kriteria yang harus dimiliki penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta pengganti Anies Baswedan.
Soni Sumarsono mengatakan, kriteria pertama, Pj Gubernur DKI harus pimpinan tinggi madya.
"Pertama, administratif itu dia harus eselon satu atau pejabat madya, pimpinan tinggi madya," kata Sumarsono dalam Forum Group Diskusi (FGD) dengan tema “Mencari Figur Ideal Pj Gubernur DKI Jakarta” Rabu (28/09/2022).
Menurut Sumarsono, seorang Pj Gubernur harus menguasai teknis kompetensi pemerintahan untuk mengurus pemerintahan di DKI Jakarta.
"Dia (Pj) harus menguasai teknis kompetensi pemerintahan dalam menyelenggarakan semua 32 urusan pemerintahan di DKI Jakarta. Oleh karena itu, semua harus menguasai ini," ujarnya.
Tidak hanya itu, Sumarsono juga menyebut Pj Gubernur perlu menguasai teknik pengendalian konflik sehingga dapat menciptakan kepemimpinan yang interaktif dan komunikatif.
"Dari segi teknis juga teknis pengendalian konflik. Artinya, dalam konteks kepemimpinan mampu membuat keputusan kompetensi kepemimpinannya yang interaktif, komunikatif, (pemerintahan) yang mampu merangkul," ungkapnya.
Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta harus merangkul DPRD DKI. Hal itu penting untuk menjalankan pemerintahan.
"Itulah namanya kepemimpinan seorang Pj Gub, dia birokrat menduduki kursi jabatan politik, maka pengetahuan mengenai konstelasi politik dan gaya manajemen merangkul dewan itu menjadi penting," paparnya.
"Kalau dewan itu menurut saya, sebagai Plt Gubernur dulu, itu tak anggap kayak istri saya di kantor, jadi suami istri hubungannya itu (Pj Gubernur dengan DPRD). Jadi ke depan, Pj hari pertama harus sudah merangkul dewan," lanjut dia.
Melihat kriteria itu, sosok Dirjen Polpum Kemendagri, Bahtiar, yang lebih ideal karena memiliki kapasitas dan kualifikasi seperti yang telah ditentukan.
DKI Jakarta memang memerlukan figur baru pemimpin daerah DKI Jakarta yang netral atau tidak terpolarisasi dalam istilah “kubu-kubuan”.
Hal tersebut disampaikan terkait beberapa isu yang beredar luar bahwa dua kandidat lainnya masih terkesan “menempel” dengan imej ‘titipan istana’ dan ‘orangnya Anies Baswedan’.
Sementara, DKI Jakarta membutuhkan figur yang mampu mengharmonisasikan kepentingan pemerintahan pusat dan pemerintah daerah, atau istilahnya mampu berdiri dengan ‘dua kaki’ di posisi yang netal dan mampu mengakomodasi berbagai kepentingan kebangsaan.
Dalam acara Forum Group Diskusi (FGD) dengan tema “Mencari Figur Ideal Pj Gubernur DKI Jakarta” juga dihadiri oleh banyak parpol dari lintas parlemen DKI Jakarta maupun parpol di luar parlemen.
Seperti diketahui, DPRD DKI Jakarta secara resmi telah mengusulkan tiga nama dan ketiga nama iti sudah diajukan ke Kementerian Dalam Negeri, diantaranya Heru Budi Hartono, Kepala Sekretariat Presiden, Marullah Matali, Sekda DKI Jakarta dan Bahtiar, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri.