Studi Terbaru: Virus Corona di Paru-paru Jadi Penyebab Tingginya Kematian Covid-19

Studi Terbaru: Virus Corona di Paru-paru Jadi Penyebab Tingginya Kematian Covid-19 (Foto : )

Sebuah studi terbaru menemukan jumlah virus corona di paru-paru berada di balik penyebab tingginya kematian Covid-19 selama pandemi. Sebuah studi terbaru menemukan jumlah virus corona yang yang menumpuk di paru-paru berada di balik penyebab tingginya kematian Covid-19 selama pandemi. Para peneliti mengatakan, hasilnya berlawanan dengan dugaan sebelumnya, bahwa infeksi simultan menjadi penyebab kematian akibat Covid-19. Di antaranya seperti infeksi yang disebabkan oleh pneumonia bakteri, reaksi berlebihan dari sistem pertahanan kekebalan tubuh.  Studi yang dipimpin oleh para peneliti di New York University (NYU) Grossman School of Medicine ini, menunjukkan bahwa orang yang meninggal karena Covid-19 rata-rata memiliki 10 kali jumlah virus atau viral load. Viral load virus corona itu, berada di saluran udara bawah mereka seperti halnya pasien yang sakit parah yang selamat dari penyakit mereka. Sementara itu, dalam studi yang menemukan jumlah virus corona yang tinggi di dalam paru-patu sebagai penyebab kamatian pasien Covid-19 ini, para peneliti tidak menemukan bukti yang menunjukkan infeksi bakteri sekunder sebagai penyebab kematian.  Dilansir dari Medical Xpress, Senin (6/9/2021), mereka juga memperingatkan bahwa ini mungkin karena pemberian antibiotik yang sering diberikan kepada pasien yang sakit kritis.   "Temuan kami menunjukkan bahwa kegagalan tubuh untuk mengatasi sejumlah besar virus corona yang menginfeksi paru-paru sebagian besar bertanggung jawab atas kematian Covid-19 dalam pandemi ini," kata penulis utama studi Imran Sulaiman, MD, Ph.D., profesor di Departemen Kedokteran di NYU Langone Health.  Saat ini, pedoman dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), mencatat, dalam standar perawatan pasien Covid-19 tidak mendorong penggunaan obat antivirus seperti remdesivir untuk pasien sakit parah yang menggunakan ventilator.  Akan tetapi, Sulaiman mengatakan hasil studi NYU Langone menunjukkan bahwa obat ini mungkin masih tetap menjadi alat yang berharga dalam merawat pasien Covid-19 yang parah.  Terlepas dari kekhawatiran sebelumnya bahwa jumlah virus corona yang tinggi dapat mendorong sistem kekebalan untuk menyerang jaringan paru-paru tubuh sendiri. Ini kemudian yang menyebabkan tingkat peradangan yang berbahaya. Kendati demikian, para peneliti tidak menemukan bukti bahwa ini adalah kontributor utama dalam menyebabkan kematian Covid-19 dalam kelompok yang diteliti. Bahkan, Sulaiman juga mencatat, bahwa kekebalan muncul sebanding dengan jumlah virus corona di paru-paru.