Langgar Etik Berat, Dewas Pecat Penyidik KPK AKP Robin Secara Tidak Hormat

tumpak (Foto : )

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memecat penyidik AKP Stepanus Robin Pattuju karena terbukti melakukan pelanggaran berat. Beberapa pelanggaran etik berat yang dilakukan AKP Robin antara lain, terbukti berhubungan secara langsung maupun tidak langsung terhadap tersangka perkara yang sedang ditangani KPK. Diketahui tersangka tersebut adalah Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial."Barusan selesai yang bersangkutan dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran kode etik, yaitu berupa, satu, berhubungan dengan pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dengan perkara yang sedang ditangani atau yang telah ditangani oleh KPK," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers diJakarta, Senin (31/5/2021).AKP Robin juga dinyatakan bersalah karena telah menyalahgunakan kewenangannya dalam meminta dan menerima sejumlah uang dari pihak perkara.Terakhir, AKP Robin juga dinyatakan bersalah karena sudah menunjukkan identitas sebagai penyidik KPK kepada pihak yang tidak berkepentingan."Menunjukkan identitas yaitu ID Card sebagai penyidik KPK kepada mereka yang tidak punya kepentingan," ungkap Tumpak.Karena terbukti melakukan pelanggaran berat, maka AKP Robin menerima sanksi dipecat secara tidak hormat oleh Dewas KPK."Semuanya oleh Majelis dinyatakan terbukti sesuai dengan pedoman perilaku kode etik yang telah ditetapkan oleh Peraturan Dewas 02/2020, Pasal 4 ayat 2 huruf a, b, dan c. Oleh karenanya, yang bersangkutan diputus melakukan perbuatan dengan ancaman sanksi berat, yaitu berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Pegawai KPK," tegas Tumpak.Keputusan ini hanya terkait pelanggaran etik. Sementara pelanggaran pidana masih terus diusut.AKP Robin diduga menerima Rp1,3 miliar dari Rp 1,5 miliar yang dijanjikan oleh Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial.Dalam aksinya, AKP Robin dibantu seorang pengacara bernama Maskur Husain. Saat ini AKP Robin, Maskur, dan Syahrial sudah ditetapkan sebagai tersangka. Restu Wulandari & Mahendra Dewanata | Jakarta