Di antara gedung-gedung pencakar langit, ternyata masih ada kampung di Singapura. Jalanannya masih tanah. Yuk, intip suasana kampung di sana.
Sebagai negara pulau yang sedikit lebih luas dari Jakarta, Singapura dikenal memiliki banyak gedung pencakar langit.
Ternyata di antara hutan-hutan beton, terselip sebuah kampung tradisional. Namanya Kampung Lorong Buangkok. Ini merupakan kampung yang tersisa di Singapura.
[caption id="attachment_383595" align="alignnone" width="900"] Salah satu rumah di Kampung Lorong Buangkok (Foto: Reuters)[/caption]
Di dalam kampung itu ada 26 rumah warga. Salah satunya dijadikan lokasi obyek wisata.
Ternyata di tengah pandemi Covid-19, saat banyak negara lain menutup pintu perbatasan, berwisata ke Kampung Lorong Buangkok, jadi salah satu pilihan favorit warga Singapura.
Ini terutama bagi mereka yang ingin merasakan suasana Singapura tempo dulu atau ingin bernostalgia bersama keluarga.
[caption id="attachment_383594" align="alignnone" width="900"] Jalanan kampung masih tanah dan berlumpur saat hujan (Foto: Reuters)[/caption]
Banyak Peminat
Namun jangan dikira berwisata ke kampung ini dapat mengandalkan uang pas-pasan.
Satu grup wisata yang terdiri 3 orang bakal dipungut biaya 200 dollar Singapura (Rp2,1 juta).
Jika satu grup berlima maka dikenakan biaya 250 dollar Singapura (Rp2,7 juta). Namun, uang sebesar itu bukan jadi masalah bagi warga Singapura.
[caption id="attachment_383590" align="alignnone" width="900"]
Warga dapat menjelajah kampung pada Sabtu dan Minggu pagi (Foto: Reuters)[/caption]
Seperti Jenn Lee yang buru-buru memesan paket wisata ini untuk keluarga enam pekan sebelumnya karena takut kehabisan.
"Karena anak saya tidak pernah ke kampung di Singapura, saya pikir hal baik anak tahu ada sesuatu seperti itu di sini. Tidak hanya di luar negeri, seperti di Malaysia atau Thailand atau Filipina. Singapura juga punya (kampung). Jadi baiknya kita datang untuk melihat sebelum kampungnya lenyap," kata Jennn Lee.
[caption id="attachment_383593" align="alignnone" width="900"]
Keset salah satu rumah warga menggunakan karung bekas (Foto: Reuters)[/caption]
Memang kata seorang pemandu wisata, Kyanta Yap, paket wisata ke Kampong Lorong Buangkok hampir habis. Apalagi tempat ini hanya dibuka untuk wisatawan pada Sabtu dan Minggu pagi saja.
Saat tiba di sana, para wisatawan dapat melihat-lihat suasana kampung yang masih memiliki jalan tanah, memasuki rumah dan melihat perabot yang sederhana.
[caption id="attachment_383591" align="alignnone" width="900"]
Perabot dapur rumah yang sederhana (Foto: Reuters)[/caption]
Sempat Keberatan
Meski awalnya sempat keberatan, kini warga kampung senang dengan kedatangan wisatawan.
“Awalnya kami merasa sangat tidak nyaman, karena wisatawan akan mulai datang dan melihat kami. Mereka mengira kami adalah bagian dari model tamasya yang mereka datangi."
"Tapi jadi kami berinisiatif dengan keluar dan berbicara dengan mereka. 'Lihat, inilah kami, ini tempat tinggal kami, ini seperti rumah yang kalian tinggali'," kata Nassim, warga setempat.
[caption id="attachment_383592" align="alignnone" width="900"]
Wisatawan foto suasana dalam rumah (Foto: Reuters)[/caption]
Sewa Kamar Termurah
Perekonomian warga Kampung Lorong Buangkok sendiri tidak terlalu tergantung dari pariwisata. Mereka justru berharap pendapatan dari sewa kamar yang diklaim termurah di Singapura.
Menurut seorang pemilik rumah, harga sewa satu kamar di sana hanya 6,5 dollar Singapura atau setara Rp70 ribu per bulan.
[caption id="attachment_383588" align="alignnone" width="900"]
Pemandu wisata menunjukkan permainan tradisional warga kampung (Foto: Reuters)[/caption]
Reuters